Mohon tunggu...
Garda Maharsi
Garda Maharsi Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pemerhati Sosial-Budaya

Seorang peneliti sosial-humaniora yang sekaligus praktisi dunia Public Relations.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kabinet Timses

21 Oktober 2024   15:09 Diperbarui: 21 Oktober 2024   15:27 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada secarik senyum diantara kelimun Anggota MPR RI yang terhormat siang itu, Minggu (20/10/2024), ketika Prabowo Subianto secara resmi disumpah sebagai Presiden Republik Indonesia ke delapan. Prabowo Subianto memang layak tersenyum: sekali maju sebagai cawapres, dua kali sebagai capres dan gagal, lalu kali ini berhasil. Tidak cukup itu. Ada hal yang lebih mentereng. Prabowo berhasil mendapat dukungan nyaris mayoritas partai politik, dan fase kritis peralihan kekuasaan yang berlangsung sangat mulus seperti angin di biduk sungai...

Presiden Prabowo adalah produk demokrasi yang asli: beliau sabar, taat prosedur, memahami bagaimana silang pendapat bekerja, dan mau untuk mengakomodasi kepentingan yang datang.

Setidaknya hal tersebut tergambar ketika kita lihat bagaimana beliau menggodok dan mengintrodusir Kabinet yang diumumkannya Minggu (20/10/2024) malam. Koalisi utamanya diberi tempat yang layak: Partai Golkar dengan 8 kursi, Gerindra 9 kursi, Demokrat 4 kursi, PAN 4 kursi, PSI 3 kursi, PBB 2 kursi, Partai Gelora 2 kursi, Partai Prima 1 kursi, dan Partai Garuda 1 kursi. Tak cukup itu, Prabowo bahkan mau "menampung" PKB dan PKS yang notabene adalah rivalnya ketika Pilpres lalu. PKB diberi 2 kursi dan PKS 1 kursi di Kabinet yang kemudian diberi nama "Kabinet Merah Putih" ini.

Cukupkah dengan akomodasi kepentingan dari partai politik? Tidak. Prabowo juga melibatkan beberapa komponen bangsa lain untuk diberi ruang mengabdikan diri melalui jalur kekuasaan eksekutif. Ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah dirangkul dan diberi pos strategis. Tidak tanggung-tanggung, 2 Sekretaris Utama organisasi tersebut masuk Kabinet dan peroleh amanah menjadi Menteri Pendidikan Dasar Menengah dan Menteri Sosial. Kalangan pengusaha tidak perlu ditanya. Beberapa nama familiar seperti Erick Tohir, Rosan Roeslani, Bahlil Lahadalia, Kartiko Wiryatmodjo, Wahyu Sakti Trenggono bersanding dengan beberapa debutan seperti Widyanti Putri, Donny Oskaria, Todotua Pasaribu, Irene Umar, hingga Helvi Yuni Moraza.

Selain itu dunia intelektual-akademik juga tidak luput dari perhatian Prabowo. Nama-nama seperti Prof Satryo Soemantri Brodjonegoro, Prof Yassierli, Prof Stella Christie, dan Prof Edward Hiariej masuk dalam Kabinet. Tak cukup itu, beberapa nama yang cukup mencengangkan bahkan terpilih, seperti Veronica Tan (Wamen PPPA) hingga Ni Luh Puspa (Wamen Pariwisata/eks jurnalis KompasTV).

Kabinet Merah Putih ini memang Kabinet gemuk, tidak langsing, dan mungkin akan menghabiskan banyak makanan di piring-piring. Tapi dalam sebuah gagasan "rekonsiliasi nasional" sesuatu yang gemuk adalah tanda politik akomodatif dan mungkin saja ---makes everyone happy.

Mengapa Kabinet gemuk ini bisa menemukan urgensinya?

Karena Prabowo adalah pembelajar sejati. Prabowo tahu betul bahwa kestabilan politik adalah kunci dari pemerintahannya 5 tahun mendatang. Beliau besar ketika Orde Baru menancapkan kuku ke sela-sela kulit kehidupan rakyat dengan rumus utama: stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi (dengan Trilogi Pembangunannya). Prabowo juga sedar, tanpa akomodasi politik yang baik, negara bisa jadi ajang silat kaki dan adu mulut tanpa ujung. Seperti ketika Presiden Jokowi awal terpilih tahun 2014, dan terusik dengan dinamika sikut-menyikut antar parpol di Parlemen dan gerak eksekutif yang jadi terhambat.

Sebab itu, sebagai pembelajar sejati, Prabowo merumuskan situasi. Prabowo harus merangkul yang belum teraih, dan menggenggam yang mungkin saja beringsut pergi...

Caranya? Mudah saja. Beri saja mereka bagian dari kekuasaan. Salah satunya adalah Menteri (dan Wakil Menteri). Parpol Koalisi diberikan kursi Kabinet. Partai lain yang mau bergabung, juga diberi. Prinsip "1000 teman terlalu sedikit, 1 musuh terlalu banyak" jadi nyata ketika kondisi ketidakpastian mendesak, dan asas pragmatisme boleh naik beranjak.

Dan itu juga baik untuk menjaga mereka agar berada dalam satu aras politik yang sama...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun