Mohon tunggu...
Garda Maharsi
Garda Maharsi Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pemerhati Sosial-Budaya

Seorang peneliti sosial-humaniora yang sekaligus praktisi dunia Public Relations.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Amba

2 Oktober 2024   16:16 Diperbarui: 2 Oktober 2024   16:21 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tapi Bhisma bersikukuh dengan dharmanya. Ia tidak mau menerima Amba. Kemanapun Bhisma pergi, Amba selalu mengejar. Semua orang penting di hidup Bhisma dihubunginya, berharap Bhisma akan luluh dan bersedia menikahinya untuk menyelamatkan nama baik keluarga. Hingga suatu ketika tragedi itu terjadi...

Bhisma yang kesal dikuntit Amba mulai mengeras. Jengkel dengan desakan yang mendera, Bhisma mulai mengancam. Ditariknya busur panah dan diarahkan ke merih Amba seraya menghardik. Bhisma mengancam dan mencerca. Amba yang pasrah hanya menangis sembari memohon kawelasan hati Bhisma.

Terlalu lama angin memipih. Tangan Bhisma berkeringat. Tanpa sengaja, panahnya meloncat sendiri, dan tanpa ragu menghujam dada Amba. Tak ada lagi rupa Giyantipura yang anggun. Tubuh Amba ambruk. Bhisma memeluknya sebelum penghabisan. Bhisma menangisi cinta yang tak pernah sampai...

Bhisma juga sedar, bahwa Amba akan kembali dalam karma yang lain. Penolakannya yang bertubi membuat Amba bersumpah bahwa kelak dia akan datang membunuh Bhisma...

Dan sepanjang sisa hidupnya, Bhisma dihantui rasa bersalah tak berkesudahan...

Sampai pada hari kesembilan. Padang Kurusethra sudah dipenuhi darah. Terlalu banyak ksatriya tugur disitu. Bhisma keluar dari seruak infantry yang kekar, mengendarai kereta kuda berkulit emas. Dia mulai memanah pasukan Pandawa.

Sampai disebuah waktu, saat matahari mulai tegak, dari arah tenggara seorang perempuan muncul dengan busur berwarna lazuardi...

Bhisma seperti silap. Ia teringat momen perpisahannya dengan Amba. "Mungkin inilah waktuku" ucapnya membatin.

Maka tak dihiraukannya potensi serangan yang datang dari tenggara itu. Srikandi memanfaatkan sepersekian detik lengah yang tak wajar tersebut dengan mengarahkan panahnya kearah tenggorok Bhisma. "Jleb!" panah meliyung dan menatap keras-keras merih Bhisma. Maharsi ini jatuh...

Arjuna berteriak keras "Hentikaaaaaaaaan"...

Dan perang mandek seketika. Sais kereta Bhisma lari dan melapor pada Raja Duryudana. Raja ini menangis. Duryudana segera menyusul ke lokasi dimana Bhisma tersungkur. Semua ksatriya dari dua kubu sudah berkumpul sambil menahan tangis...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun