Mohon tunggu...
Garaduz Grace
Garaduz Grace Mohon Tunggu... pegawai negeri -

..Garaduz untuk Grace..(✿◠‿◠)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gigiku Gatal Melihat Korupsi!

9 Mei 2011   03:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:55 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mentari bergerak perlahan namun pasti, meninggi, menerjang ubun-ubun. Apalagi saat hari ini tiba, hari Senin, waktunya "penjemuran" membosankan bagi para PNS termasuk saya. Mengikuti apel tanpa makna karena perangkat sound system jelek menyebabkan apa yang disampaikan hanya berupa gumaman kata-kata belaka. "Akh!" Jerit batinku diiukuti kerutan diantara kedua kening.

Beruntunglah aku berada pada urutan ke-8 dalam barisan panjang para pegawai berseragam hijau-ria itu. Jadi jari-jariku bebas menjamah keypad handphone Nokia 6300 tua ini untuk mengakses halaman Kompasiana favoritku. Sesekali kepala kuangkat kedepan, sekadar mengecek siapa tahu gerak-gerik nakal saya ini sedang dimata-matai. Kondisi aman, jack!

Mataku kembali beradu dengan kecepatan wajar ibu jariku sesuai free will (meminjam istilah yang seru diperdebatkan Topan Ripan dan CDM sebelumnya :D) isi kepala saat menumpahkan jalinan aliran aksara. Alhasil, jadilah tulisan ini. Hitung-hitung sebagai aktivitas penghilang kepenatan. he he he..

Selain itu, saya juga sempat mengecek dashboard untuk membaca komentar para Kompasianer terhadap postingan-postingan saya (itupun kalau ada :P) maupun postingan Kompasianer yang lain. Postingan terbaru lainnya juga tak kalah menariknya untuk dibaca sebagai sumber inspirasi hari ini (dan di masa yang akan datang :D) plus dikomentari.

Sedangkan seorang perempuan di depanku malam sibuk ber-Facebook ria. Sekadar meng-update status, memberi komentar? Tak tahulah.. Yang penting aku tidak terganggu. Masing-masing larut dengan dunianya.

"Huaaahm!" sisa kantuk meluncur alamiah diam-diam dari pintu bibirku akibat tidur yang belum terpuaskan.

Beberapa saat kemudian....

"Yes!" seruku girang saat pejabat kabupaten itu mengakhiri ceramahnya yang membosankan. Dan ternyata aku tidak sendirian, kawan. Decak kemerdekaan serupa juga terlontar dari puluhan bibir para PNS di sekitarku. "Fuiiih! Akhirnya selesai juga," ucap mereka.

Yeah.. Itulah serpihan rutinitasku setiap Senin pagi sejak akhir Maret lalu. Menandatangi absen (absen pagi sekaligus siang..aneh tapi sudah biasa :D), mengikuti apel membosankan dari pejabat kabupaten yang sama, kemudian kembali ke rumah sebentar (kebetulan lokasinya berdekatan dengan kantor tadi) guna sarapan yang sudah menjerit sedari tadi untuk kusantap :D, lalu berlanjut ke kantor utama, siap bertarung dengan aktivitas yang juga tak kalah membosankan ;)

Eh, masih ada lanjutan keluhan mengenai ceramah pada apel tadi. Menurutku, itu hanya bualan manis sebagai rangkaian rutinitas untk menutupi akal bulus KKN para pejabat yang kian mengganas dari hari ke hari. Bagaimana bisa sebuah ibukota kabupaten yang baru dimekarkan ini bisa maju? Bullshit! Wartel tak ada, apalagi warnet? OMG... Warnet (pusat internet kecamatan) memang ada sih.. Hanya saja kini menjadi hiasan belaka. Untunglah berbekal persenjataan online minimal (handphone tua sebagai modem, kartu AS Telkomsel dan satu unit laptop ribet) saya bisa tetap berselancar ria di dunia maya, termasuk bersendawa di Kompasiana ini. He he he..

Lanjut.... Selanjutnya bagaimana tentang jalanan? Jalan utama lintas gunung pun masih ada sebagian besar yang jebol akibat pembangunan infrastruktur asal-asalan (tak pernah rampung sejak 4 tahun silam). Melewatinya serasa sedang mengarungi lautan garang bergelombang yang mengaduk-aduk isi kepala dan perut. Angkutan umum dalam kota pun hanya ojek dan becak (mobil? Kecuali punya mobil pribadi) melewati beberapa areal pemukiman diantara rawa-rawa dan pepohonan sagu, saksi kebobrokan ini. :(

Apalagi kalau bukan korupsi penyebabnya. Korupsi juga menjadi suatu realita biasa yang sudah dianggap biasa. Heran ya, bagaimana oknum-oknum tak bertanggungjawab ini bisa tidur nyenyak setiap hari setelah menguras uang masyarakat yang nilainya bermiliar-miliar. Pengangkatan CPNS yang berlarut-larut dengan alasan "kas kosong". He he he.. Mengapa kas daerah kosong? Dibobol maling-kah? Maling dalam negeri sendiri? :D

Apa yang mau dipelajari dari para petinggi di negeri berjulukan Saka Mese Nusa ini? Bisa-bisanya membawa-bawa nama Tuhan, para leluhur dan masyarakat guna menebalkan kantong sendiri dan menebalkan realita jeritan pihak grassroot yang mendambakan kehidupan yang lebih baik. Dan apakah kita harus terjebak dan ikut bermain dalam sistem sesat seperti ini? Free will setiap insan untuk menentukan keputusannya. Apalagi Pemilukada (bupati) tersisa 7 hari lagi. Apakah euforia setiap kampanye ini sudah menutup mata masyarakat? Jangan salah piliih! Cukup sudah penguasa lama menancapkan kuku arogansinya selama lima tahun ini. Yah, syukur-syukur kalau yang bersangkutan sudah tobat. Dan apa salahnya kalau kita memberi ruang untuk calon kandidat yang lebih baik? Kalau ada yang lebih baik, kenapa tidak? :)

Selamat merenung dan memilih dalam kancah pesta demokrasi yang sehat.

Piru, 9 Mei 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun