Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Jamu, Jampi, dan Usodo untuk Kesehatan Keluarga

31 Mei 2024   19:42 Diperbarui: 2 Juni 2024   07:00 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penjual jamu tradisional keliling di Pasar Baru, Jakpus.(Foto: ANTARA/Srd. Arif Rahman Hakim/Junaydi S.)

Inggrid menyimpulkan, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan bila ingin meracik dan meramu secara mandiri tanaman obat untuk dikonsumsi. "Masyarakat perlu mengingat bahwa obat herbal, terutama yang dibuat sendiri dan menjadi obat tradisional seperti jamu, merupakan salah satu upaya untuk promotif dan preventif saja," ujarnya.

Maka semakin terang benderanglah bahwa mengonsumsi jamu bisa menjadi salah satu upaya promotif preventif yang efektif.

Fakta ini sekaligus selaras dengan harapan pemerintah. Apa itu? Ya, tiga tahun lalu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pernah mengungkapkan, bahwa rata-rata setiap tahunnya pemerintah menggelontorkan Rp490 triliun untuk belanja kesehatan. Karena itulah, dalam rencana strategisnya, Kementerian Kesehatan mendorong kegiatan promotif dan preventif untuk menekan angka belanja kesehatan dalam jangka panjang.

"Kalau kita lihat belanja seluruh rakyat Indonesia, itu masih banyak terkonsentrasi di rumah sakit dan seperti kita ketahui belanja di sisi kuratif, itu jauh lebih mahal dan lebih tidak efektif dibandingkan dengan belanja di sisi promotif dan preventif," ujar Menkes saat Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI, Kamis (16/9/2021).

Sampai di sini, saya merasa bangga sekaligus haru, karena ternyata ibu saya sudah menerapkan upaya promotif dan preventif sejak lama.

Ketua Umum GP Jamu, Jony Yuwono saat webinar BPOM (29/5/2024). (Foto: Screenshot Youtube BPOM RI)
Ketua Umum GP Jamu, Jony Yuwono saat webinar BPOM (29/5/2024). (Foto: Screenshot Youtube BPOM RI)

Jamu dan upaya promotif preventif memang tak bisa dipisahkan. Saya jadi teringat paparan Ketua Umum Gabungan Pengusaha (GP) Jamu, Jony Yuwono saat berbicara di webinar yang digelar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bertajuk "Jamu: Dulu, Kini, dan Nanti", Rabu (29/5/2024).

Menurut Jony, jamu berasal dari kata "Jampi" (cara) dan "Usodo" (upaya untuk sehat). Jadi, jamu adalah suatu praktik menjaga kesehatan yang bersifat holistik, melibatkan body, mind, soul sehingga bersifat preventif sekaligus promotif. "Secara empirik, jamu telah menjadi bagian dari perjalanan masyarakat Indonesia untuk menjaga kesehatannya," ujarnya.

Jony juga mengutip data Riset Tumbuhan Obat dan Jamu (RISTOJA) Kementerian Kesehatan tahun 2012, 2015 dan 2017. Data itu menyebutkan, enam dari 10 orang Indonesia atau 59,6 persen mengonsumsi jamu.

Dari angka ini kita bisa pahami betapa besar pangsa pasar jamu di tanah air. Potensi ini didukung bahan baku jamu yang juga berlimpah. "Tercatat, ada 2.848 spesies tumbuhan yang teridentifikasi sebagai bahan obat tradisional. Selain itu, ada 32.013 ramuan obat tradisional," terangnya.

Di sisi lain, besarnya potensi pasar mereka yang mengonsumsi jamu, dan peluang inovasi produk jamu ditilik dari berlimpahnya bahan baku jamu, tentu harus dikawal juga dengan regulasi yang menjamin keamanan dan higienisnya jamu. Beruntung ada BPOM yang aktif memainkan fungsi itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun