Eko juga menyampaikan sejumlah hal terkait “Financing Strategy for Aerospace Industry”. Sama seperti pembicara sebelumnya, Eko mengatakan, sependapat tentang pentingnya Leasing Company.
“Karena menjadi hal yang sangat signifikan untuk kontemplasi. Tapi mungkin juga perlu ada concerting effort dari kita semua untuk mendorong Leasing Company menjadi kenyataan. Metodenya bisa menggunakan joint venture, melibatkan BUMN, BUMD, Perusda dan lainnya. Termasuk, mengundang mitra-mitra dari luar negeri yang harus dipilih secara selektif. Karena pasar kita ini begitu besar, dan saya yakin pangsa aerospace akan terus menjadi semakin besar kalau ditimpali dengan financing, dan ekosistem financing yang kuat,” yakinnya.
Terkait kompleksitas dalam membangun industri, Eko menuturkan, dalam mewujudkan financing tidak semudah membalikkan telapak tangan, karena ada begitu banyak tantangan.
"Kita lihat INA atau Indonesia Investment Authority yang didirikan oleh pemerintah atau sovereign wealth fund itu juga meng-unlock, deadlock dari karya-karya yang mungkin sekarang debt reedemed atau utangnya besar sekali, karena diminta untuk mendorong pembangunan infrastruktur besar-besaran. Itu bisa di-unlock oleh investor-investor besar dari luar melalui INA itu barangkali dua hingga tiga tahun. Sekarang alhamdulillah sudah berhasil. Artinya, di sisi finansial ini memang takes time. Tapi kalau kita lakukan terus-menerus, saya menggunakan kata-kata harus decision, consistency, dan persistence,” tuturnya.
Eko kembali menyebutkan pentingnya mendirikan Leasing Company. “Ini mungkin juga yang sama yang harus kita lakukan di industri kedirgantaraan. Di financial sector pun juga harus seperti itu. Tetapi apa enabler-nya? Saya rasa, harus ada keberanian dari pemerintah untuk mendorong pendirian Leasing Company. Itu salah satu enabler yang tidak kita laksanakan. Ini tindakan nyata dari sisi financing,” sarannya.
Eko mengilustrasikan metode Co-Financing dan Joint-Financing. Dua-duanya harus digunakan sama seperti kehebatan bela diri aktor laga Steven Seagal. “Ia menggunakan kekuatan lawan ketika bertarung. Jadi, kita menggunakan kekuatan lawan juga dalam mengembangan ekosistem industri kedirgantaraan. Seperti yang sudah dilakukan misalnya dengan melakukan kerja sama dengan Boeing dan Airbus. Itu adalah bentuk kolaborasi yang tentunya didorong terus terutama oleh Bappenas,” ujarnya.
Dalam paparannya, Eko menunjukkan Co-Financing Models atau Model Pembiayaan Bersama yang biasanya diterapkan dengan maksud untuk mengintegrasikan layanan dan sumber daya guna mencapai hasil maksimal, dimana satu pihak menanggung alokasi dana tambahan.
Sedangkan Joint-Financing dipaparkannya sebagai Model Pembiayaan Bersama yang biasanya diterapkan dengan maksud untuk mengintegrasikan layanan dan sumber daya untuk mencapai hasil maksimal, dimana satu pihak menanggung alokasi dana tambahan, begitu juha dengan pengeluaran, komponen proyek, kontrak subkomponen atau paket proyek (atau bagian yang sama dari proyek) dengan proporsi yang sama.
“Baik skema Co-Financing maupun Joint-Financing itu sama-sama bertujuan membentuk Special Purpose Vehicle (SPV),” jelas Eko.
Adapun langkah-langkah efektif untuk menerapkan Co-Financing atau Joint-Financing didalamnya terdapat syarat-syarat seperti Engineering Readiness, Government Support, Financial Valuation, dan Negotiation Phase. Khusus Negotiation Phase ini menjadi penting, karena membutuhkan peningkatan kepercayaan diri dalam melakukan negosiasi bersama para mitra strategis di luar negeri. Selain, butuh pemerintah untuk mendampingi saat negosiasi. Ingat, bargaining position kita kuat, karena kita negara besar dan terdiri dari banyak kepulauan,” terangnya.