Di akhir paparannya, Samudra menyampaikan sejumlah saran untuk pengembangan ekosistem industri kedirgantaraan nasional.
Dalam rangka membangun “jembatan udara” diperlukan menyatukan kebijakan dari semua departemen yang terkait menjadi terintegrasikan, mudah dilaksanakan (workable) mendukung kepentingan ekosistem industri penerbangan dan yang memprioritaskan produk N219 sebagai produk unggulan sehingga multiplier effect-nya akan terjadi.
Diharapkan dalam kebijakan tersebut terdapat poin-poin yang mendukung industri penerbangan secara terang benderang, yaitu: Memberi kemudahan terhadap akses finansial secara bisnis oriented; Memulihkan kemampuan pendanaan (start-up capital) demi menangkap opportunity kebutuhan daerah; dan, Mendorong potensial market yang ada (kebutuhan daerah, pertahanan, Bakamla, Pertanian dan Pariwisata) menjadi pemesanan (order) yang nyata (aircraft project yang sustainable).
Poin lain yang mendukung adalah, Kebijakan yang mempermudah (fleksibel) terhadap syarat-syarat (prosedur) transasksi pembelian pesawat dari keringanan pajak mewah bagi pembelian pesawat udara (produk lokal); lalu, Menguatkan peta jalan pengembangan industri dirgantara Indonesia yang telah dibuat menjadi suatu referensi yang baku dan terus terupdate dan dapat mudah diikuti oleh seluruh stakeholders.
Semua Sepakat Hadirkan Leasing Company
Di lain pihak, pakar Financing yang juga Managing Partner Pembiayaan Kreatif, dan CEO Manulife, Eko Putro Adijayanto memaparkan seluk-beluk pendanaan terkait pengembangan industri kedirgantaraan.
Mengawali paparannya, Eko menjelaskan “The Role of Indonesia Aerospace Industry”. Menurutnya, elemen yang penting dalam industri dirgantara diantaranya adalah komitmen dari pemerintah. Komitmen Pemerintah sudah terbukti melalui peluncuran Peta Jalan Pengembangan Ekosistem Industri Kedirgantaraan 2022-2045. “Tinggal bagaimana kita menjalankan, tidak lagi berwacana tapi kita menjalankan,” tukasnya.
Dikatakan Eko, spektrum financing itu banyak sekali. Ada yang berbasis APBN dan non-APBN. Tapi semua itu sebenarnya tetaplah, Sky is the Limit.
“Saya mengikuti B20. Momentumnya luar biasa karena Indonesia mendadak dibicarakan dunia global, termasuk yang dimuat “The Economist”. Di situ dibahas Indonesia sebagai salah satu emerging market yang sempat dilupakan, tapi sekarang sudah menjadi kekuatan terutama dengan menjadi tuan rumah dan Presidensi G20. Tetapi tidak hanya menjadi rumah, ada beberapa hal yang dilihat akan menjadi sesuatu yang luar biasa, yaitu industrialisasi di Indonesia bangkit kembali,” tuturnya.
Selanjutnya, Eko membahas “Government Support in Aerospace Industry”. Ia menyebut, seharusnya dukungan pemerintah bisa lebih dari pada yang saat ini berlangsung.