Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Tenun Lebak Lauq di Sembalun Lawang Menolak Punah

11 Desember 2021   22:13 Diperbarui: 17 Desember 2021   21:27 1107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kulit Kayu Suren untuk pewarnaan benang tenun menjadi coklat kemerahan. (Foto: courtina.id)
Kulit Kayu Suren untuk pewarnaan benang tenun menjadi coklat kemerahan. (Foto: courtina.id)
Ada juga penggunaan lumpur jenis tertentu yang ditujukan untuk menghasilkan benang warna hitam.

Warna coklat diperoleh dari percampuran antara kunyit dan kayu akasia (acacia mangium). Kayu akasia mengandung tanin yang biasa digunakan sebagai produk kecantikan kulit. Akasia menjadi salah satu pohon yang purba yang ada di Sembalun.

Sedangkan warna coklat kemerahan diperoleh dari kulit kayu Pohon Suren (surian). Sejak lama diyakini, Suren punya khasiat antibiotik dan pereda diare.

Mengapa tulisan ini juga menyebutkan beberapa khasiat yang dipercaya berdampak positif bagi kesehatan, dari bahan-bahan alami tersebut?

Hasil penelitian menyebutkan, kain tenun dengan pewarna alami memiliki banyak keunggulan dari segi pemanfaatannya dibandingkan pewarna kimia sintetis. Antara lain, menyerap keringat, nyaman saat digunakan beraktivitas dan ketika tubuh berkeringat maka seluruh khasiat bahan alami tadi masuk ke tubuh, dan berefek sangat baik untuk kesehatan.

Wisatawan mancanegara belajar menenun di Sembalun Lawang. (Foto: ayukhartini.com)
Wisatawan mancanegara belajar menenun di Sembalun Lawang. (Foto: ayukhartini.com)

Di masa lalu, setiap perempuan di Desa Sembalun Lawang harus bisa menenun sejak dini. Bahkan dipercaya, anak gadis yang pandai menenun, kelak akan menjadi calon istri sekaligus calon ibu yang baik, pandai mengurus suami dan anak-anaknya.

Pandai menenun juga menjadi simbol bahwa perempuan itu sudah siap untuk menikah. Artinya, perempuan yang belum bisa menenun, pada masa lalu dianggap sebagai belum siap untuk menikah atau dinikahi. Mengapa? Karena menenun juga dianggap sebagai simbol ketekunan dan kesabaran.

Selain itu, berkembang pula kepercayaan unik terkait proses menenun di Sembalun Lawang ini. Yaitu, perempuan yang sedang haid atau datang bulan, biasanya akan dilarang untuk menenun. Larangan itu terkait alasan kesehatan.

Het weven van heilige doeken Sembalun Lombok. ca 1920. (Foto: pinterest Diana Dien)
Het weven van heilige doeken Sembalun Lombok. ca 1920. (Foto: pinterest Diana Dien)
Penjelasannya begini. Menenun merupakan kegiatan yang memberdayakan seluruh anggota tubuh, mulai dari tangan, kaki, kepala, hingga ke tulang ekor dan tulang belakang. Sehingga, jika ada perempuan yang sedang haid melakukan proses menenun, dikhawatirkan akan terganggu organ-organ tubuh bagian dalamnya.

Yang pasti, kegiatan menenun telah bergeser dari ranah pribadi yang pada masa lalu diidentikkan dengan "kesiapan menikah" dan "kecakapan mengurus suami serta anak-anak", menjadi aktivitas menenun yang mendukung sektor pariwisata daerah sekaligus meningkatkan perekonomian keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun