Desa Sembalun Lawang menjadi satu dari enam desa yang ada di Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB). Desa berkategori ekowisata dan termasuk area Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) ini dulunya bernama Sembah hulun (patuh terhadap pemimpin).Â
Pada pertengahan abad 14-15 Masehi itu, masyarakat membuat perkampungan di area Dusun Lendang Luar yaitu di Desa Sembalun. Petilasan perkampungan itu konon masih dijumpai dalam bentuk kuburan-kuburan kuno. Inilah Sembalun periode keturunan pertama.
Ketika Gunung Samalas (Rinjani Tua) meletus dahsyat pada 1257, penduduk Desa Sembalun periode keturunan pertama itu punah. Tapi, rupanya ada juga segelintir penduduk yang selamat. Mereka ini sempat mengungsi ke arah timur atau ke bawah Gunung Anak Dara. Jumlah mereka tujuh kepala keluarga.
Mengetahui kondisi semakin aman. Mereka memutuskan kembali ke Desa Sembalun. Tapi yang ditemui hanya kehancuran dan kehilangan semua tetangga seperkampungan. Ketujuh kepala keluarga ini kemudian memutuskan membuat perkampungan kecil. Itulah yang kemudian dikenal sebagai Desa Beleq di Desa Sembalun Lawang.
Sisa-sisa perkampungan Desa Adat Beleq saat 10 Kompasianer menyinggahinya pada 2 Desember 2021 lalu, antara ada dan tiada. Disebut ada, karena masih tersisa dua replika rumah kuno itu. Tapi juga disebut tiada, karena perkampungan dengan tujuh rumah kepala keluarga itu sudah tidak bisa dihuni lagi sama sekali. Penyebabnya?Â
"Akibat gempa tahun 2018, Desa Beleq belum sempat direnovasi. Tambah lagi ada kondisi pandemi COVID-19, kini kita hanya bisa melihat reruntuhannya," tutur Mudji, pemandu wisata.
Sebagai catatan, gempa Lombok 2018 terjadi sebanyak tiga kali. Pada 29 Juli dengan kekuatan 6,4 SR. Pusat gempa ada di dekat Gunung Rinjani atau wilayah Kabupaten Lombok Timur.Â
Tak heran, dua kecamatan terdampak paling parah adalah Sembalun dan Sambelia. Gempa berikutnya 5 Agustus dan lebih besar lagi, yaitu dengan magnitudo 7,0 SR. Disusul gempa ketiga pada 19 Agustus dengan magnitudo 6,5 SR.
Dampaknya? Selain hanya menyisakan dua dari tujuh rumah Desa Adat Beleq, ada juga sisa-sisa dua bangunan lumbung tempat menyimpan padi atau hasil panen. Posisi lumbung, ada di kedua ujung tengah desa. Tonggak kayu lumbung nampak tinggi dan berbentuk bundar, karena dimaksudkan agar tikus dan hama lain tidak bisa masuk ke lumbung.Â
Untuk memasukkan hasil panen ke lumbung disediakan tangga kayu. Dan, persis di bawah lumbung, disediakan "bale" untuk pertemuan warga. Di Desa Beleq juga ada satu batu bertuah yang disebut pasek gumi. Sayangnya, ketika 10 Kompasianer ke sana, kurang tereksplorasi di mana lokasi persis batu tersebut.
Rumah Desa Adat Beleq terbuat dari jerami, berdinding anyaman bambu dan lantainya terbuat dari tanah liat. Ada beberapa hal menarik terkait Desa Beleq, yaitu:
PERTAMA, kalau kita mencari nama Desa Beleq di Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, pasti tidak akan ketemu. Resminya, ada enam desa di Kecamatan Sembalun, yaitu DESA SEMBALUN LAWANG (terdiri dari Dusun Lebak Daya, Lebak Lauk, Dasan Kodrat, Baret Desa, dan Mapakin), DESA SEMBALUN TIMBA GADING (3 dusun), DESA SEMBALUN BUMBUNG (8 dusun), DESA SAJANG (4 dusun), DESA BILOK PETUNG (8 dusun), dan DESA SEMBALUN (3 dusun).
Sedangkan Desa Adat Beleq itu adanya di Desa Sembalun Lawang, atau lebih tepatnya lagi ada di Dusun Lebak Lauk. Tapi secara struktur resmi pemerintahan, nama Desa Beleq tidak dimasukkan atau tidak berdiri sendiri sebagai kewilayahan desa.
KEDUA, jumlah rumah adat/tradisional Desa Adat Beleq hanya tujuh, dan tidak akan bisa ditambah lagi.
Seperti dikisahkan Pak Yamni, warga Sembalun, kepada Muh. Zaini untuk materi tesis Pascasarjana Program Magister Ekonomi Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang (2019).
"Desa Beleq itu dulu sejarahnya dibangun oleh tujuh kepala keluarga yang kemudian membangun tujuh rumah di sana. Dan satu buah rumah itu sendiri terbuat dari satu pohon tidak boleh menggunakan pohon lain. Dan, jumlah rumah yang ada di Desa Beleq itu sendiri tidak boleh ditambah. Setiap keturunan dari tujuh kepala keluarga yang akan membuat rumah baru maka tidak boleh di dalam desa itu, harus di luar yaitu terbentuklah kampung yang namanya Suranala," tutur Yamni.
Sementara itu, Pak Martawi, tokoh adat Desa Sembalun Lawang yang pada 2019 lalu menjabat Sekretaris Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Timur juga menjelaskan rinci.
"Desa Beleq ini masyarakat desa pertama di Sembalun, yang kemudian menjadi cikal bakal masyarakat Sembalun Lawang dan sekitarnya. Desa Beleq ini ada tujuh rumah dan tetap sampai sekarang jumlahnya. Sejarahnya dulu kenapa tetap jumlahnya ada tujuh rumah. Dikarenakan dulu pernah anak-anak dari tujuh kepala keluarga ini membangun pondasi rumah baru tetapi setiap ada yang mau membangun rumah di sana pasti ada saja yang sakit dan kena musibah. Maka dari itu, keturunan dari tujuh kepala keluarga ini membuat rumah di luar Desa Beleq. Desa Beleq ini artinya desa tua, bukan desa besar (karena dalam Bahasa Sasak, Beleq itu ada yang bermakna besar dan ada yang bermakna lebih tua)," urai Martawi.
KETIGA, semua rumah di Desa Adat Beleq menghadap ke arah Utara. Hal ini bertujuan agar cahaya matahari pada pagi dan sore hari bisa masuk ke dalam rumah dari lubang angin di kedua sisi atapnya.
"Tentunya, dengan adanya cahaya matahari yang masuk akan menghindarkan adanya binatang yang masuk ke dalam rumah, seperti ular," ujar Mertawi, Ketua Lembaga Adat Sembalun Lawang seperti dikutip Antara.
KEEMPAT, rumah tradisional di Desa Adat Desa Beleq memiliki pintu masuk yang pendek. Hal ini membuat siapa saja yang ingin masuk dan keluar rumah harus menunduk.Â
Inilah yang menyimbolkan, bahwa penghuni harus sopan terhadap tamunya jika keluar rumah. Sedangkan untuk masuk dengan cara menunduk, juga sebagai bentuk hormat kepada Sang Pencipta.
KELIMA, sama dengan rumah adat Desa Sade dan Sasak Ende di Lombok Tengah, lantai rumah di Desa Adat Beleq terbuat dari tanah liat yang diaduk dengan kotoran sapi.
Konon, lantai dengan adukan tanah liat dan kotoran sapi mampu mengusir nyamuk dan serangga lainnya. Selain itu, kotoran sapi diklaim membawa kehangatan kala hawa dingin begitu ekstrem.
Secara umum, rumah Desa Adat Beleq terbuat dari jerami dan daun ilalang dengan berdinding anyaman bambu. Tiang rumah menggunakan kayu jenis Suren Ritip, dan kayu pohon Nangka untuk tiang lumbung.
KEENAM, lantai rumah lebih tinggi dari permukaan tanah. Tujuannya untuk menambah keamanan dari hewan buas dan mencegah kebanjiran. Sedangkan tentang anak tangga untuk masuk rumah, ada perbedaan jumlah antara Rumah Adat Desa Sembalun Lawang dengan Rumah Adat Sembalun Bumbung.
"Kalau di Sembalun Lawang anak tangga hanya ada empat buah, kalau di Sembalun Bumbung terdapat tujuh. Kalau di Sembalun Bumbung ada tujuh anak tangga pasti kan lebih tinggi bangunannya. Karena mereka merasa lebih tinggi derajatnya," ujar Suparlan, keturunan generasi ketujuh warga Desa Sembalun Bumbung seperti dikutip detikcom.
Ruangan di dalam rumah, menurut Mudji, tour guide 10 Kompasianer kala itu, dibagi menjadi dua. Satu ruang besar untuk menjamu tamu dan tidur. Yang kedua, ruang Bale Dalem untuk menyimpan barang-barang seperti hasil bercocok tanam dan barang berharga lainnya.
KETUJUH, punya kelompok kesenian Gendang Beleq. Di Desa Sembalun Lawang ada kelompok kesenian Gendang Beleq yang sering menyuguhkan atraksinya kepada wisatawan. Gendang Beleq atau gendang berukuran besar ini sering tampil pada acara-acara "Begawe" (pesta pernikahan), penyambutan tamu dan lainnya.
Menurut Pak Zakaria, anggota kelompok kesenian sekaligus Ketua Sanggar dan pada 2019 menjabat Kepala Dusun Lebak Lauk menceritakan uniknya gendang besar itu.
"Gendang yang dipakai itu adalah gendang turun-temurun yang umurnya sudah lebih lebih dari 200-an tahun. Bentuk gendang itu tidak boleh diubah, dicat atau dimodifikasi karena sudah ada mistisnya. Kebetulan tarian dan Gendang Beleq yang biasa beranggotakan 20-25 orang ini biasa dipakai untuk penyambutan tamu, pemerintah dan wisatawan. Kalau dulu itu sampai 80 orang. Kemudian ketika penyambutan tamu, kita gunakan Gendang Beleq dan ketika mengiringi tamu berjalan kita menggelar Tarian Tandang Mendet yang merupakan jenis tarian perang menggunakan tombak," tutur Zakaria.
Aura mistis Gendang Beleq dan Gong disebut-sebut karena merupakan warisan leluhur. "Bahkan termasuk benda pusaka sehingga cara memainkannya pun memiliki aturan dan tidak boleh sembarang," ujar Amaq Hayati, warga lainnya.
Ada dua gendang dan satu gong tua yang kini masih tersimpan lestari. "Gendang yang lebih besar itu gendang lelaki, dan yang lebih kecil adalah gendang perempuan. Cara memainkannya harus sesuai aturan. Yaitu, gendang yang lebih besar harus di belakang, kemudian gendang yang lebih kecil harus di depan. Kalau tertukar atau sembarangan, maka suara musik yang dihasilkan akan tidak bagus," tutur Hayati.
Sementara itu, pengamat budaya Lombok, Lalu Anggawa Nuraksi menjelaskan, Gendang Beleq diperkirakan muncul pada abad ke-14 Masehi, atau sekitar seratusan tahun pasca-letusan Gunung Samalas atau Rinjani Tua.
"Gendang Beleq ini muncul pada zaman Kedatuan (konsep pemerintahan Sasak) sebagai pemberi spirit untuk melepas pasukan di kala dia berangkat perang maupun di kala dia pulang, jadi dengan gendang beleq dia disambut," kata Anggawa.
Anggawa menjelaskan mengapa alat musik itu disebut Gendang Beleq. Dalam bahasa Sasak, Beleq berarti besar. Gendang Beleq disebut demikian karena mempunyai ciri khas memiliki gendang besar. Adapun Gendang Beleq sendiri mempunyai panjang 110 cm dengan rata-rata berat 2,5 kg. (Kompas.com)
KEDELAPAN, terenyuh memandang hancurnya Rumah Desa Adat Beleq dari puncak Bukit Selong. Desa Beleq diapit dua bukit yang ada di kaki Gunung Rinjani, yaitu, Bukit Pergasingan dan Bukit Selong.
Biasanya, wisatawan diarahkan treking menuju Bukit Selong untuk melihat kondisi Desa Adat Beleq dari ketinggian. Jangan khawatir, jalur menuju puncak Bukit Selong disediakan anak-anak tangga yang lumayan membantu pendakian. Uuupppsss... saat berjalan harap hati-hati karena ada sejumlah "perangkap" alias kotoran sapi. Bahkan di puncak Bukit Selong juga waspada, kotoran sapi juga ada.
Sebelum sampai puncak Bukit Selong, wisatawan akan melewati hutan bambu. Sayangnya, terlihat sekali hutan bambunya kurang terawat. Meski pohon-pohon bambunya terlihat diatur sedemikian rupa, dengan dikelompok-kelompokkan dan dipagari bilah bambu.Â
Konon, tak jauh dari hutan bambu ada anak tangga yang menjadi petilasan bertemunya tujuh kepala keluarga Sembah hulun dengan punggawa Majapahit yaitu Raden Arya Pati dan Raden Arya Mangunjaya.
Di Puncak Bukit Selong, kalau kita menghadap ke tengah, maka itulah Bukit Pergasingan. Di sana, banyak wisatawan menguji adrenalin dengan berwisata sambil olahraga (sport tourism) yaitu paralayang.
Sedangkan bila kita menengok ke kanan dari puncak Bukit Selong ini, akan terlihat hamparan sawah dan perkebunan sayur-mayur yang membentuk petak-petak kotak nan indah lagi rapi. Nuansa agraria yang menghijau itu kontras dengan langit biru dan gumpalan awan putih. Subhanallah, ciamik! Pantaslah kalau Bukit Selong menjadi spot lokasi kekinian untuk berfoto yang instagramable.
Nah, barulah kalau kita sapu pandangan ke arah kiri, maka nampak Desa Adat Beleq yang kondisinya memprihatinkan pasca-hancur diguncang gempa.
Dari informasi yang tersedia, pengelola Desa Adat Beleq kabarnya sudah mengajukan proposal kepada Pemerintah Desa, untuk perbaikan dan renovasi rumah-rumah adat. Sayangnya, hingga kini belum nampak upaya renovasi atau pembangunan kembali replika Rumah Desa Adat Beleq itu.
Kita berharap, Rumah Desa Adat Beleq sebagai ikon wisata Desa Sembalun Lawang jangan sampai dibiarkan hilang.
Di Dusun Lebak Lauk juga ada industri rumahan pembuatan tenun dengan menggunakan pewarna alami, ini tulisannya ya. (*)
Baca juga:
- Tenun Lebak Lauq di Sembalun Lawang Menolak Punah
- Empuknya Batu Kerikil di Sirkuit Mandalika
-Â Rusa Timor Dukung Pamor Wisata Mandalika
-Â Wisata Olahraga Mandalika Pacu Potensi Ekonomi Lokal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H