Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pulau Pisang Tak Punya SMA, Jokowi Malah Serukan SDM Unggul

13 September 2019   09:44 Diperbarui: 18 September 2019   08:17 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisatawan dari Ladies Traveler di Pulau Pisang. Ada banyak spot foto instagramable saat susuri pedesaan di Pulau Pisang. (Foto: Gapey Sandy)

Indekos merupakan solusi pilihan. Tak mungkin rasanya harus menjadi penglaju, pergi-pulang untuk bersekolah setiap hari dari Pulau Pisang ke Krui. Kok enggak bisa? Ya iyalah. Dari rumahnya, Shela harus naik perahu bermesin, tepatnya dari dermaga Labuhan Pulau Pisang ke Pelabuhan Koala di Krui. Perjalanan mengarungi lautan dengan ombak yang "tidak bisa tenang" itu sekitar 45 hingga 50 menit. 

Ongkosnya untuk satu kali trip Rp 25.000,- Artinya kalau harus pergi-pulang, Rp 50.000,- Itu baru ongkos naik perahu plus memunggungi ombak lautan lho. Belum lagi, ongkos dari dermaga Pelabuhan Koala ke lokasi sekolah yang tetap harus naik kendaraan, minimal ojek motor.

Tapi, semua itu harus diberi garis tebal, hanya bisa dilakukan pada musim angin timur yang bersahabat. Enam bulan saja durasinya. Selebihnya, enam bulan berikutnya, ketika musim angin barat maka "kelar" sudah untuk bisa menyeberang dari dermaga Labuhan Pasar Pulau Pisang ke Koala dengan tenang tanpa was-was. Maklum, itulah musim ombak besar.

Sekretaris Pekon Pasar Pulau Pisang, Syahril menegaskan kondisi rutin per enam bulanan itu. "Nelayan, kami semua di sini, hanya bisa melaut mencari ikan selama enam bulan. Selebihnya, ketika musim angin barat, kami sulit pergi melaut. Makanya, saat mencari ikan ketika sedang masanya lagi "macan" atau mudah dan banyak mendapat ikan, nelayan berusaha memperoleh hasil paling maksimal, demi menutup masa paceklik di musim angin barat pada enam bulan berikutnya," tuturnya ketika berbincang dengan penulis di teras rumahnya.

SDN 1 Pasar Pulau Pisang peninggalan zaman kolonial Belanda. Almarhum Taufik Kiemas, suami Megawati Soekarnoputri pernah bersekolah di sini. (Foto: Gapey Sandy)
SDN 1 Pasar Pulau Pisang peninggalan zaman kolonial Belanda. Almarhum Taufik Kiemas, suami Megawati Soekarnoputri pernah bersekolah di sini. (Foto: Gapey Sandy)

SDN 1 Pasar Pulau Pisang peninggalan zaman kolonial Belanda. (Foto: Gapey Sandy)
SDN 1 Pasar Pulau Pisang peninggalan zaman kolonial Belanda. (Foto: Gapey Sandy)

Kalau nelayan saja siap-siap tidak melaut bila musim ombak besar, apalah pula Shela dan "Shela-Shela" lainnya, bila harus menjadi penglaju menembus lautan, pergi-pulang setiap hari untuk bersekolah dari Pulau Pisang ke Krui, ke Labuhan Jukung dan sekitarnya? Sulit dibayangkan. Itulah mengapa, indekos menjadi alternatif harapan agar rutinitas bersekolah tidak pernah ketinggalan.

Berapa biaya indekos untuk bersekolah? "Minimal, hanya untuk satu kamar bisa mencapai Rp 3 juta per tahun," jelas Shela. Belum lagi uang saku yang harus disiapkan orangtua, bila anaknya indekos, minimal Rp 100 hingga Rp 200 ribu per minggu.

Shela sendiri mengaku, tiap akhir pekan menjemput kiriman uang saku dan sayur-mayur plus lauk pauk siap saji yang tidak cepat basi dari orangtua di Pulau Pisang. Penjemputan dilakukan di dermaga Pelabuhan Koala. "Biasanya, sayur mayur yang dimasak dan tidak cepat basi, termasuk lauk-pauk tahan lama, seperti sambal juga orak-arik tempe kering," tuturnya.

SMPN 1 Pulau Pisang, satu-satunya SMP yang ada di Pulau Pisang. (Foto: Gapey Sandy)
SMPN 1 Pulau Pisang, satu-satunya SMP yang ada di Pulau Pisang. (Foto: Gapey Sandy)

SMPN 1 Pulau Pisang. (Foto: Gapey Sandy)
SMPN 1 Pulau Pisang. (Foto: Gapey Sandy)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun