Kalau Prabowo nyinyir, dan SBY mengaku kesulitan - menembus kesediaan Swis mengeluarkan MLA -, tapi justru tidak begitu dengan Jokowi. Ia malah sedang sibuk memasuki tahap pembicaraan pada bahagian akhir dengan Pemerintah Swiss, guna saling menandatangai MLA.
Keberhasilan Jokowi "berunding" dengan Swiss, memang diuntungkan dengan kondisi global. Desakan negara-negara G-20 dan OECD cukup membuat Swiss dan tax heaven countries lainnya berpikir ulang, untuk mereformasi industri keuangannya. Ya, utamanya demi menghormati Pertukaran Informasi Otomatis (AEoI). Bolehlah, kalau 'gitu pendukung Prabowo dan pendukung SBY mengatakan, bahwa Jokowi lebih diuntungkan iklim global yang semakin solid menekan tax heaven countries membuka akses informasi WP yang diduga kuat melakukan penggelapan uang maupun melarikan dan menyembunyikan uang hasil korupsi. Boleh-boleh saja pendapat seperti itu. Tapi maaf, sekalipun diuntungkan dengan iklim global yang mendesakkan reformasi keuangan global, tapi komitmen Jokowi terhadap pemberantasan korupsi, pasti lebih mengemuka.
* * *
Kepada Prabowo Subianto yang menggebu-gebu dalam bukunya untuk mengungkap dan berusaha menggaungkan kegagalan ini-itu dari Pemerintahan Jokowi-JK, akan terasa lebih baik untuk segera ikutan dan bersama Pemerintah melakukan pembasmian korupsi. Sekaligus memburu aset-aset para koruptor itu hingga jauh ke luar negeri.
Dalam bukunya yang berjudul "Monopoli Bisnis Keluarga Cendana" karya Drs Soesilo yang diberi kata pengantar oleh Soebadio Sastrosatomo, disebutkan ada 13 bentuk penyimpangan bisnis "Keluarga Cendana" yang dilakukan pada masa Orde Baru.
Ke-13 penyimpangan bisnis itu adalah monopoli, proteksi, ruilslag/BOT, hak pungutan, wajib beli, dana reboisasi, saham kosong, fasilitas khusus, tender terbatas, tax holiday, hak khusus/priviledge, kredit khusus, dan lisensi.
Masih di buku yang sama, termuat tabel tentang Daftar Rekanan Pertamina Beraroma Cendana. Ada banyak nama perusahaan, nama pemilik modal, dan jenis pekerjaan yang disebut. Salah satu perusahaan diantaranya adalah, Tirtamas Majutama, dengan dua nama pemilik modal yaitu Hashim Djojohadikusumo (adik kandung Prabowo Subianto) dan Titiek Prabowo. Perusahaan yang dimiliki Hashim dan Titiek ini melakukan kontrak jual beli Tatun dan Bontang Return Condensate.
Nah, dalam hal-hal seperti ini, sebaiknya Prabowo Subianto bicara berkoar-koar, mendetil dan buka-bukaan. Mana-mana saja perusahaan dan bisnis "Keluarga Cendana" yang diperoleh secara menyimpang (ingat ada 13 penyimpangan bisnis). Lalu, syukur-syukur Prabowo juga bisa bertutur tegas, kemana saja larinya uang "Keluarga Cendana" selama yang dirinya sempat ketahui? Wah, kalau itu dilakukan Prabowo, ia bakal mendulang banyak simpati dari publik. Menjadi "pahlawan pengungkap kebenaran" yang ikut memburu harta dan aset pemimpin Orde Baru berikut keluarga dan kroninya hingga ke luar negeri.
Eh, dalam buku "Monopoli Bisnis Keluarga Cendana" ini juga sedikit diceritakan dugaan keterlibatan Titiek Prabowo dalam memanfaatkan lahan gelora Senayan yang semula mustinya untuk membangun taman kota dan sarana olahraga, tapi justru diperuntukkan bagi pusat komersial Plaza Senayan. Hingga kini!
Jokowi sudah bekerja dan menunjukkan kinerja ciamiknya dalam memburu aset koruptor dan penghindar pajak di luar negeri. Tinggal Prabowo Subianto nih, kalau mau main buka-bukaan soal bisnis Keluarga Cendana, dan kemana saja larinya uang-uang bisnis ketika itu, atau tidak? Ayolah, terbitkan buku lagi, jangan berjudul "Paradoks Indonesia" lagi, tapi buatlah "Paradoks Cendana". Saya yakin, pasti best seller!