Sosok Mbak Ani, sudah tidak canggung menghadapi para otoritas keuangan internasional, utamanya Dana Moneter Internasional (IMF) dan juga World Bank (Bank Dunia).
Ini yang terus dibidik Pemerintahan Jokowi. Tanpa basa-basi, Indonesia terus menyuarakan reformasi keuangan global. Kerahasiaan bank yang selama 'gelap' dan justru dimanfaatkan tikus-tikus negara atau koruptor untuk menyembunyikan uang, didobrak. Jokowi tidak sendiri, ia berjuang dalam barisan negara-negara yang memang sudah emoh dipecundangi para koruptor. Saatnya terus buru aset koruptor. Jangan kasih kendor.
Mari belajar dari yang sudah ada. Kasus mega korupsi 1MDB Malaysia - yang berhasil meruntuhkan rezim penguasa PM Malaysia Najib Razak - membuktikan, bahwa uang haram praktik kerja penguasa jahat bisa enak-enakan ngetem di Swiss. 1MDB alias 1Malaysia Development Berhad merupakan sebuah perusahaan pembangunan strategis yang dikuasai sepenuhnya oleh Pemerintah Malaysia.Â
Tujuannya untuk mendorong inisiatif strategis pembangunan ekonomi jangka panjang dengan menjalin kemitraan global dan promosi investasi asing langsung. Sejumlah proyek berprofit tinggi dikerjakan 1MDB seperti The Razak Exchange yang tak lain adalah proyek kembar Bandar Malaysia dan akuisisi tiga Pembangkit Listrik Independen.
Sayangnya, praktik korup sudah membatu. Keuangan 1MDB malah jadi bancakan pejabat. Selain itu, sejak 2015 lalu disebut-sebut, 1MDB justru menjadi pipa saluran keuangan dari banyak sumber untuk dialirkan ke rekening milik PM Najib Razak dan orang-orang terkait lainnya. Bahkan, otoritas hukum Swiss sendiri sampai sempat berujar, ada uang sebanyak US$ 4 miliar atau setara dengan Rp 54,7 triliun, diduga kuat telah dicuri dari 1MDB.Â
Dan, jreng-jreng ... Sejumlah dana yang diduga dicuri itu, kemudian ditransfer ke beberapa rekening bank di Swiss, yang notabene masih dipegang beberapa mantan pejabat publik Malaysia, dan mantan serta pejabat aktif dari Uni Emirat Arab.
Luar biasa, kongkalikong antar tikus-tikus negara yang melibatkan perbankan di Swiss sebagai tax heaven countries, "surganya dompet" para koruptor.
Lain di Malaysia, lain pula di Nigeria. Belum lama ini, Pemerintah Swiss akhirnya mengembalikan uang senilai US$ 321 juta atau setara Rp 4,3 triliun ke Nigeria. Uang ini bersumber dari rekening keluarga bekas Presiden Sani Abacha. Abacha berkuasa pada 1993 hingga 1998, dan meninggal dunia dengan kondisi penuh kecurigaan yang ditudingkan kepada dirinya, termasuk ketika masih berkuasa. Awalnya, Abacha menyimpan uang korupsinya itu di Luxemburg.
Pemerintah Nigeria jelas menyatakan terima kasih atas bantuan Pemerintah Swiss ini. Karena memang, para penyidik Nigeria yakin betul, bahwa Abacha melakukan korupsi senilai lebih dari US$ 4 miliar Rp 54,1 triliun sepanjang masa jabatannya.