“Leiden is lijden!”, Memimpin adalah menderita!
Saya yakin, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) tahu benar pepatah Belanda itu. Dua periode memimpin negeri ini, ia tentu sangat mengenal, lika-liku, suka dan duka menjadi seorang pemimpin. Mulai dari disanjung puja-puji, sampai dikritisi, fitnah dan masih banyak lagi. Risiko pemimpin ya begitu, seperti pepatah barusan, karena pemimpin itu tak kurang dan tak lebih, sama dengan penderitaan.
Lima tahun lalu, ketika masih berkuasa, SBY mengaku mendengar kritikan dari banyak pihak, terkait kepemimpinannya yang dinilai tidak tegas. SBY pun menjawab kritik tersebut. Sekaligus mengomentari nyinyiran orang, yang katanya minta, agar supaya dirinya tak perlu banyak menyinggung perkara Hak Asasi Manusia dan Kemanusiaan.
Apa yang disampaikan orang dan ditujukan kepada SBY, itulah bentuk leiden is lijden. Tak selamanya memimpin itu enak dan tenang-tenang menikmati zona nyaman. Jauh panggang dari api. Tidak enak. Menderita!
Untunglah SBY tidak gagap teknologi komunikasi. Jenderal TNI purnawirawan ini cakap memainkan jemari. Mengunggah isi hati melalui media sosial. Kira-kira begini:
"Saya dengar komentar, 'SBY itu Jenderal, mestinya bisa lebih tegas dan tidak perlu bicara banyak tentang HAM dan kemanusiaan," kata Presiden SBY dalam akun Twitter-nya @SBYudhoyono.
SBY melanjutkan:
"Ketika Anda menjalani tugas operasi dan bertemu dengan penduduk sipil, Anda akan bisa membaca wajah, hati, dan pikiran mereka. Mereka takut, putus asa, bingung. Siang hari mereka takut pada TNI dan Polri. Malam hari mereka takut pada GAM/Fretelin/OPM."
"Rasa aman dan tentram, salah satu hak dasar yang paling asasi, telah dirampas dan dicabut oleh keadaan. Saya sangat memahami perasaan istri dan anak-anak yang kehilangan orang yang mereka cintai. Juga para orangtua prajurit yang gugur."
"Saya tidak akan obral dan girang untuk begitu saja menyatakan perang dengan bangsa lain. Saya menyenangi perdamaian."
By the way, saya mengapresiasi cara komunikasi SBY yang seperti ini. Dengar kritikan, dengar nyinyiran, lalu langsung membalas lewat kanal media sosialnya. Riuh rendah pastilah jagat maya. Tapi begitulah dinamika. Komunikasi masa kini tak harus man to man, atau man to many man. Cukup melalui "bahasa jemari", tweet!