Dalam pandangan Anda, pembatik Tangsel itu harus yang membatik di sini, atau bisa pesan dari luar Tangsel?
Di mana saja. Batik Keris itu 'kan di Solo, yang membatik orang Pekalongan, yang membatik Orang Madura. Enggak apa-apa. Dia 'kan jualan.
Tapi, motifnya harus motif Tangsel. Kalau yang membuatnya, ya siapa saja. Bisa juga nanti di Cina, di Korea bikin motif (batik - red) Tangsel. Namanya, Tangsel. Kita enggak usah protes. Itu adalah semacam kayak menyebarnya karisma dari Tangsel sampai ke sana. Sekarang bagaimana masalah dapat duit? Nah, tangan kiri kita harus bekerjasama dengan tenaga hukum. Semakin banyak yang nyontek, semakin banyak uang masuk untuk Tangsel. Hukum itu maksudnya dari hak kekayaan intelektual yang dikeluarkan oleh Departemen Kehakiman. Itu nanti yang bisa dijadikan jerat. Jerat pasalnya.
Tapi perlu juga ya mengembangkan kampung atau kecamatan di Tangsel ini yang khusus menjadi sentra batik? Â
Oh, harus! (Suara Harry Darsono meninggi). Itu wajib. 'Kan tadi ada salah satu unsur yaitu mengenal makna-makna simbolik, mengangkat dan memperbaruinya. Dari desa, yang sudah lupa. Kayak kita orang Jakarta, apa itu "Cinbeng", Cina Benteng. Orang melihatnya masih setengah mata, padahal orang Malaysia sama Singapura berkeliling di situ mencari "Cinbeng", disekolahkan di sana dan pintar, dikasih jadi warganegara mereka. Kecolongan kita. Padahal itu sudah ada bibit unggul. Itu sudah kecolongan. Ini jangan sampai kecolongan.
Untuk mengembangkan Batik "Neo Tangsel" butuh berapa lama?
Didalam penataan, paling cepat 9 sampai 10 tahun. Paling cepat. Dan itu terus berkembang, tidak akan berhenti. Selama Anda bernafas, jangan pernah berhenti, hidup sama dengan  perubahan. Perubahannya harus ke arah maju, tapi ya jatuh bangun, tapi itu bagus, itu hidup namanya.
Anda mungkin masih abstrak 'kan,kayak apa Batik "Neo Tangsel" itu. Saya sendiri masih mikir. Yang saya tuangkan baru sekian belas (motif - red), itu bisa berkembang lagi, enggak ada habisnya sampai saya kehabisan kata-kata. Tapi, batik akan menjawab sendiri. Naratif. (*)
Sementara itu, menanggapi pernyataan Harry Darsono yang menganggap bahwa, warna Batik Tangsel yang ada selama ini miskin, dan motifnya pun naf, Nelty Fariza Kusmilianti, pembatik Tangsel mengatakan, "Orang bisa memandangnya dengan istilah the right man on the right job. Pak Harry itu tukang batik atau bukan? Kalau desainer atau ilmuwan, ya mungkin. Kalau menurut saya, motif batik itu menjadi benar-benar cantik, atas dasar ekspresi dari jiwa pembatiknya. Dalam membatik, roh pembatik harus masuk dalam perwujudan karya-karya batiknya." Â Â