Penataan rumah ke rumah di kampung ini sengaja dibentuk melingkar mengitari Tubu Kanga atau pelataran atau altar paling tinggi yang biasa dipakai sebagai tempat ritual adat. Bangunan rumah punya panjang sekitar 7 meter dengan lebar 5 meter, dengan tinggi banguan rumah sekitar 4 meter sementara atapnya mungkin bisa sampai 3 meter.
Sesudah hampir mengitari sekeliling perkampungan, sampailah kami di rumah Bapak Tua. Sesuai sebutannya, ia memang sudah tua meski belum terlalu renta. Dengan ramah, sosok berkaos kerah warna abu-abu kehitaman ini keluar rumah dengan senyum yang hangat dari balik pintu kayu rumah. Rambutnya sudah beruban. Kulitnya legam. Tapi perawakannya kekar.
"Nama saya Aloysius Leta. Usia saya 64 tahun. Istri saya bernama Maria. Anak saya ada tujuh orang, dan cucu saya sepuluh orang dan semuanya laki-laki," ujar Bapak Tua memperkenalkan diri.
Ia melanjutkan, jumlah rumah-rumah adat yang ada di Kampung Tradisional Wologai berjumlah 22 bangunan. Terdiri dari 6 bangunan rumah upacara adat, 4 buah bangunan lain, dan 12 bangunan lainnya merupakan rumah hunian masyarakat adat. "Rumah yang saya huni ini namanya Sa'o Soko Ria. Semua rumah bentuknya sama, tapi namanya beda-beda," ujarnya.
Di Wologai Tengah ini, ujar Aloysius, rumah sangatlah bermakna. "Rumah adalah mama, benar-benar mama. Karena itu, pada setiap kiri dan kanan pintu yang ada di bangunan rumah adat sini, selalu terpajang patung kayu maupun ukiran yang (maaf) berwujud buah dada mama. Jadi, rumah itu adalah mama, menurut kepercayaan adat Suku Lio di sini," ujarnya seraya menambahkan bahwa suasana perkampungan saat ini sunyi karena ini adalah Hari Minggu dan hampir semua orang pergi beribadah ke gereja.
"Karena begitu berharganya mama, maka kami warga Suku Lio mengangkat mama ke permukaan. Tanpa mama mungkin sunyi. Mama sangat mulia dalam ciptaan Tuhan, maka kita sangat menghormati mama. Dari mama, oleh mama, untuk mama. Jadi kita sebagai laki-laki tidak boleh kesana--kesini, harus setia. Dari rahim, oleh rahim, untuk rahim, tanpa Mama sunyi," jelasnya.
Ditambahkan Aloysius, kedudukan mama sangat tinggi dibandingkan dari semua yang ada di kehidupan manusia. "Mama sangat berharga, sangat mulia dalam ciptaan Tuhan," jelasnya sambil menyebutkan bahwa di Kampung Tradisional Wologai Tengah ini tercatat ada 33 kepala keluarga. "Sedangkan jumlah warganya mencapai 230-an jiwa."
Sedangkan upacara lainnya dalam skala kecil (Keti Uta), dilaksanakan setiap bulan. Misalnya, pasca panen pucuk daun bunga buah yang pertama. Acaranya kami laksanakan selama satu minggu. Pelaksanaan upacara-upacara adat ini dilakukan di rumah-rumah adat yang memang dikhususkan untuk upacara adat," urainya.
Khusus pada setiap tanggal 14 Agustus, Suku Lio melakukan upacara adat Pati Ka Du'a Bapu Ata Mata di Danau Kelimutu. "Tidak semua warga hadir ke Kelimutu, paling tidak hanya tetua adat atau mosalaki saja," jelasnya.Â
Apa saja larangan para tamu dan wisatawan selama berkunjung di kampung ini?
Aloysius menjelaskan, jangan masuk ke area tengah perkampungan. "Ada larangan yang berlaku di sini dan harus dipatuhi. Khususnya areal yang ada di bagian tengah perkampungan ini. Bagi para pengunjung atau wisatawan yang hadir, belum diizinkan masuk ke areal tengah perkampungan untuk sementara, sampai upacara adat dilangsungkan. Artinya, ketika upacara adat besar tadi dilaksanakan, maka kami membuka izin seluas-luasnya kepada pengunjung atau wisatawan yang hadir untuk bisa masuk ke area pertengahan kampung," urainya.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!