Saya pun mengisapnya, lagi ... dan, lagi ... Enggak mau kalahlah saya dengan Ibu Eet, Ibu Lis, Ibu Ridha dan Ibu Ayu, para perempuan dalam rombongan yang semuanya terlihat asyik merokok tembakau pakai daun lontar sebagai "papir". Semua tamu merokok, semua tamu happy ... begitu juga dengan mama-mama dan para bapak yang melayani sebagai tuan rumah.
Adapun para pengladen atau pelayan yang bolak-balik ke dalam rumah dan lokasi penyambutan tamu  adalah anak-anak muda. Mereka ini bolak-balik mengambil dan membawa suguhan untuk para tamu. Mulai dari pinang, sirih dan kapur, juga rokok. Semua diwadahi dengan keranjang anyaman daun lontar berukuran kecil.
Rambut mereka digelung ke atas belakang tapi tidak seperti sanggul. Mereka mengenakan gelang, kalung dan anting. Beberapa di antaranya memakai kerincingan (seperti alat musik perkusi) di pergelangan kaki. Sehingga kalau berjalan, bunyinya jadi kemrincing, rame.
Sedangkan para bapak, mengenakan beberapa asesori janur kelapa di kepala dan kedua lengan di atas siku. Mereka bertelanjang dada. Ada yang mengenakan kalung manik-manik panjang, dengan mata kalung seperti kuku atau taring binatang yang bentuknya sabit dan meruncing. Tapi ada juga yang berkalung biji-bijian, dan tetap dengan mata kalung berbentuk kuku atau taring sabit nan runcing.
Oh ya, balik lagi ke awal sedikit. Bunyi kemrincing di pergelangan kaki ini terasa banget terdengar, apalagi ketika saya dan rombongan baru turun dari kendaraan, lalu disambut dengan upacara adat yang antara lain menyuguhkan tarian berikut musik tradisional. Musiknya sederhana saja. Dimainkan secara rancak oleh para bapak, pemuda dan anak-anak lelaki. Ada tetabuhan juga kenong atau gong kecil.
Sebelum musik dimainkan, tetua adat memberi sambutan dengan memercikkan air bening dengan sehelai daun ke kepala dan sedikit ke dahi. Cipratan airnya terasa dingin menyegarkan. Kemudian, dua orang perwakilan dari kami dianugerahkan pengalungan kain tenun ikat. Barulah kemudian musik dimainkan, sembari mengajak rombongan untuk terus berjalan menuju lokasi perjamuan tamu.
Perjamuan ini menggunakan meja dari bambu panjang - bertaplakan anyaman janur kelapa - dan kursi-kursi kayu serta plastik. Semua duduk rapi saling berhadapan. Akrab dan sangat menonjolkan keramah-tamahan.
"Kadang-kadang, ada yang terasa sedikit mabuk karena mengunyah pinang, sirih dan kapur. Kami di sini, punya cara untuk mengatasi rasa mabuk itu. Caranya? Menyilangkan kedua tangan di depan dada, lalu tangan kanan menarik kuping kiri, sedangkan tangan kiri menarik kuping kanan," jelas Daniel sembari disambut gelak tawa semua yang hadir.
Meski sambil tertawa, semua mencoba trik untuk mengilangkan rasa mabuk itu. Saya pun mencobanya seraya memperhatikan seorang mamak memeragakannya. Ampuh atau tidak trik ini, saya kurang bisa merasakan, lha wong saya enggak merasa mabuk ... heheheheee