Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Hangatnya Adat Sambut dan Lepas Tamu di Kabupaten Sikka

6 Juli 2018   14:46 Diperbarui: 6 Juli 2018   22:24 3258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KIRI: Nasi jagung dicampur kacang ijo dan ubi kayu. KANAN: Nasi beras merah. (Foto: Gapey Sandy)

Saya pun mengisapnya, lagi ... dan, lagi ... Enggak mau kalahlah saya dengan Ibu Eet, Ibu Lis, Ibu Ridha dan Ibu Ayu, para perempuan dalam rombongan yang semuanya terlihat asyik merokok tembakau pakai daun lontar sebagai "papir". Semua tamu merokok, semua tamu happy ... begitu juga dengan mama-mama dan para bapak yang melayani sebagai tuan rumah.

Adapun para pengladen atau pelayan yang bolak-balik ke dalam rumah dan lokasi penyambutan tamu  adalah anak-anak muda. Mereka ini bolak-balik mengambil dan membawa suguhan untuk para tamu. Mulai dari pinang, sirih dan kapur, juga rokok. Semua diwadahi dengan keranjang anyaman daun lontar berukuran kecil.

Tiga diantara mama-mama yang menyambut dan menemani perjamuan kehadiran tamu rombongan. (Foto: Gapey Sandy)
Tiga diantara mama-mama yang menyambut dan menemani perjamuan kehadiran tamu rombongan. (Foto: Gapey Sandy)
Daniel David (baju putih) mewakili kata sambutan menerima kehadiran rombongan di Dusun Botang, Desa Munerana, Kec Hewokloang, Kab Sikka, NTT. (Foto: Gapey Sandy)
Daniel David (baju putih) mewakili kata sambutan menerima kehadiran rombongan di Dusun Botang, Desa Munerana, Kec Hewokloang, Kab Sikka, NTT. (Foto: Gapey Sandy)
Semua tuan rumah mengenakan pakaian adat tradisional, semua pakai sarung dari tenun ikat. Mama-mama berbusana blouse warna pink cenderung maroon, lengkap dengan sarung tenun ikat warna merah tua kecoklatan juga kebiruan. Ada juga di motifnya warna hitam dan putih.

Rambut mereka digelung ke atas belakang tapi tidak seperti sanggul. Mereka mengenakan gelang, kalung dan anting. Beberapa di antaranya memakai kerincingan (seperti alat musik perkusi) di pergelangan kaki. Sehingga kalau berjalan, bunyinya jadi kemrincing, rame.

Sedangkan para bapak, mengenakan beberapa asesori janur kelapa di kepala dan kedua lengan di atas siku. Mereka bertelanjang dada. Ada yang mengenakan kalung manik-manik panjang, dengan mata kalung seperti kuku atau taring binatang yang bentuknya sabit dan meruncing. Tapi ada juga yang berkalung biji-bijian, dan tetap dengan mata kalung berbentuk kuku atau taring sabit nan runcing.

Oh ya, balik lagi ke awal sedikit. Bunyi kemrincing di pergelangan kaki ini terasa banget terdengar, apalagi ketika saya dan rombongan baru turun dari kendaraan, lalu disambut dengan upacara adat yang antara lain menyuguhkan tarian berikut musik tradisional. Musiknya sederhana saja. Dimainkan secara rancak oleh para bapak, pemuda dan anak-anak lelaki. Ada tetabuhan juga kenong atau gong kecil.

Sebelum musik dimainkan, tetua adat memberi sambutan dengan memercikkan air bening dengan sehelai daun ke kepala dan sedikit ke dahi. Cipratan airnya terasa dingin menyegarkan. Kemudian, dua orang perwakilan dari kami dianugerahkan pengalungan kain tenun ikat. Barulah kemudian musik dimainkan, sembari mengajak rombongan untuk terus berjalan menuju lokasi perjamuan tamu.

Perjamuan ini menggunakan meja dari bambu panjang - bertaplakan anyaman janur kelapa - dan kursi-kursi kayu serta plastik. Semua duduk rapi saling berhadapan. Akrab dan sangat menonjolkan keramah-tamahan.

Paling kiri dan kanan adalah pinang, sirih dan kapur untuk dikunyah bersama. Tengah atas adalah rokok yang dilinting daun lontar. Dan tengah bawah adalah tembakau untuk menginang. (Foto: Gapey Sandy)
Paling kiri dan kanan adalah pinang, sirih dan kapur untuk dikunyah bersama. Tengah atas adalah rokok yang dilinting daun lontar. Dan tengah bawah adalah tembakau untuk menginang. (Foto: Gapey Sandy)
Peragaan menyilangkan kedua tangan dan memegang telinga adalah trik untuk menghilangkan perasaan mabuk sesudah mengunyah pinang, sirih dan kapur. (Foto: Gapey Sandy)
Peragaan menyilangkan kedua tangan dan memegang telinga adalah trik untuk menghilangkan perasaan mabuk sesudah mengunyah pinang, sirih dan kapur. (Foto: Gapey Sandy)
Nah barulah kemudian perjamuan mengunyah pinang, sirih dan kapur disajikan. Rokok-rokok lintingan daun lontar pun tidak ketinggalan. Para pemuda dan pemudi bergantian membawa keranjang anyaman daun lontar. Isinya?Ya sajian itu semua.

"Kadang-kadang, ada yang terasa sedikit mabuk karena mengunyah pinang, sirih dan kapur. Kami di sini, punya cara untuk mengatasi rasa mabuk itu. Caranya? Menyilangkan kedua tangan di depan dada, lalu tangan kanan menarik kuping kiri, sedangkan tangan kiri menarik kuping kanan," jelas Daniel sembari disambut gelak tawa semua yang hadir.

Meski sambil tertawa, semua mencoba trik untuk mengilangkan rasa mabuk itu. Saya pun mencobanya seraya memperhatikan seorang mamak memeragakannya. Ampuh atau tidak trik ini, saya kurang bisa merasakan, lha wong saya enggak merasa mabuk ... heheheheee

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun