Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Refleksi Hardiknas, 795 Ribu Siswa SD Terancam Bangunan Sekolah Roboh di Banten

1 Mei 2018   20:08 Diperbarui: 2 Mei 2018   12:28 3215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tabel: Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Tipe Daerah dan Kelompok Umur di Provinsi Banten, 2015. (Sumber: BPS Provinsi Banten)

Begitu juga di Pandeglang, butuh waktu lebih dari dua puluh tahunan untuk menyelesaikan persoalan yang sama, jika alokasi anggarannya masih sama nilainya.

Ketiga, kontrol dari masyarakat juga hampir tidak ada. Sementara pihak stakeholder pendidikan, anggaplah pihak sekolah, juga tidak punya informasi untuk diketahui semua pihak. Misalnya, ketika ada program rehabilitasi sekolah pada tahun anggaran 2018, tidak bisa diakses oleh semua pihak. 

Harusnya program ini bisa diakses oleh semua pihak supaya ada feedback informasi. Sehingga tak aneh kalau kemudian muncul anggapan dari kalangan penyelenggara sekolah bahwa, program rehabilitasi bangunan sekolah rusak di Banten dilaksanakan lebih didasarkan pada persoalan kedekatan dengan pengambil kebijakan, dibandingkan dengan skala prioritas yang seharusnya.

Keluhan miring tersebut bisa dimaklumi, karena memang banyak diantara mereka yang bangunan sekolahnya hancur, lalu mengajukan perbaikan berkali-kali, tapi tak pernah kunjung ada rehab atau perbaikan. Sedangkan tak jauh dari sekolah mereka, ada sekolah yang justru masih lebih bagus tetapi malah memperoleh bantuan rehab bangunan.

Tabel: Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Menurut Kabupaten/Kota dan Kepandaian Membaca dan Menulis di Provinsi Banten, 2015. (Sumber: BPS Provinsi Banten)
Tabel: Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Menurut Kabupaten/Kota dan Kepandaian Membaca dan Menulis di Provinsi Banten, 2015. (Sumber: BPS Provinsi Banten)
Apa yang jadinya musti dilakukan?

Perlu ada tata kelola secara menyeluruh. Daerah harus punya peta jalan untuk perbaikan sekolah rusak yang kemudian anggaplah menjadi agenda Banten. Sehingga bisa didorong pada setiap kabupaten/kota. Semua persoalan yang sudah kita bahas tadi hendaknya bisa mereka sidik, diinformasikan, yang kemudian mereka harus memetakan bahwa sebetulnya kebijakan anggaran selama ini lebih berpusat untuk sektor apa? Apakah betul untuk sektor pendidikan? Anggaplah anggarannya kurang, atau tidak bisa menyelesaikan persoalan bangunan sekolah rusak, maka mereka harus bisa memetakan potensi anggaran lain yang bisa dikelola.

Kami misalnya, mengakses programnya perusahaan dengan skema CSR. Dari sini, kita bisa petakan, ada berapa jumlah perusahaan yang ada di kabupaten/kota, dan bagaimana potensi dasar yang bisa digali, kemudian bagaimana dana CSR tersebut dikelola dengan baik, sehingga dana CSR yang potensi besar ini didrive untuk menyelesaikan persoalan-persoalan pembangunan di daerah, entah itu pendidikan, kesehatan dan lainnya. 

Dengan begitu semua stakeholder bisa terlibat. Atau, anggaran lain misalnya dari Pusat, atau anggaran lain yang tidak besar tapi jadi potensi yang bisa dikembangkan di masing-masing daerah.

Selain itu, sepertinya di Banten ini belum ada yang punya pengalaman pengelolaan anggaran CSR dengan mekanisme yang sangat baik, sehingga perusahaan-perusahaan mau ikut terlibat dalam proses pembangunan di daerah.

Kita juga perlu keterlibatan masyarakat untuk mulai dari menyampaikan informasi dimana lokasi bangunan sekolah rusak, mengawal ketika mendapatkan alokasi anggaran, atau bahkan berpartisipasi dalam proses pembangunannya, sehingga masyarakat bisa mengontrol kualitas pembangunan yang ada. Selama ini justru masyarakat tidak terlibat dalam hal tersebut. Jangankan bicara perencanaan maupun evaluasi, bahkan masalah pelaksanaannya pun masyarakat tidak pernah terlibat.

Kondisi pada tahun 2016, SDN Sampang di Desa Susukan, Kec Tirtayasa, Kab Serang, Banten yang sedang dilakukan rehab. (Foto: Dok. Pattiro Banten)
Kondisi pada tahun 2016, SDN Sampang di Desa Susukan, Kec Tirtayasa, Kab Serang, Banten yang sedang dilakukan rehab. (Foto: Dok. Pattiro Banten)
Fokus advokasi awal Pattiro Banten adalah bangunan sekolah rusak di SDN Sampang di Desa Susukan, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang. Bagaimana pengalamannya itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun