Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama FEATURED

Serba-serbi Konferensi Asia-Afrika Pertama, Mulai dari Kamera "Jadul" hingga Bajigur

17 April 2018   21:32 Diperbarui: 18 April 2022   06:25 7824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu mesin tik manual yang digunakan wartawan peliput KAA 1955 masih tersimpan di Museum KAA Bandung. (Foto: Gapey Sandy)

Teman-temannya sesama pewarta foto pada masa itu, dr Koo Kian Giap (Antara), Lan Ke Tung (PAF/Antara), Johan Beng (Antara), dan James A.S. Adiwijaya sudah meninggal. "Momen KAA 1955 itu merupakan pertama kalinya saya memotret pada acara bertaraf internasional," kenang Oom Paul.

Diorama yang ada di Museum KAA, Bandung, menggambarkan ketika Presiden Soekarno sedang berpidato. (Foto: Gapey Sandy)
Diorama yang ada di Museum KAA, Bandung, menggambarkan ketika Presiden Soekarno sedang berpidato. (Foto: Gapey Sandy)
Oom Paul bilang, kamera yang dibawanya mencapai berat 1,5 kg. Yang paling bikin kerepotan adalah aksesoris lampu blitz yang beratnya mencapai 8 kg. Semua perlengkapan ini harus dibawa untuk mengabadikan momen saat konferensi. "Waktu itu untuk mendapat pencahayaan ada dua cara yaitu lampu blitz yang memakai lampu bohlam sekali pakai, dan yang bertenaga accu. Penggunaan lampu blitz dari bohlam dilarang waktu itu, karena menimbulkan efek suara ledakan. Makanya mesti pakai tenaga accu. Dan itu berat," ujar Oom Paul seperti dikutip beritasatu.com.

Di bulan April 2015, Oom Paul menerbitkan buku berjudul Bandung 1955: Moments of Asian African Conference. Isinya, sebanyak 63 foto karya Oom Paul sewaktu mengabadikan perhelatan KAA 1955 yang begitu bersejarah.

Sementara wartawan dari luar negeri, tercatat ada Arthur Conte asal Perancis, yang kemudian menulis buku Bandoung, Tournant de l'Histoire (Bandung, Titik Balik dalam Sejarah).

Juga, penulis kawakan Amerika, Richard Wright - yang berdarah Afro-Amerika dan diasingkan ke Paris. Pada 1956, Wright menerbitkan buku bertajuk The Color Curtain, A Report on The Bandung Conference.

Wartawan peliput KAA 1955 sibuk melakukan wawancara. (Foto: Repro Frino Bariarcianur)
Wartawan peliput KAA 1955 sibuk melakukan wawancara. (Foto: Repro Frino Bariarcianur)
Jurnalis bekerja di newsroom KAA 1955. (Foto: Repro Frino Bariarcianur)
Jurnalis bekerja di newsroom KAA 1955. (Foto: Repro Frino Bariarcianur)
Ada pula Homer A. Jack, jurnalis Amerika yang juga pengamat untuk League of the Rights of Man, yang pada 1956 menerbitkan reportase sekaligus cermatannya berjudul Bandung: An on the Spot Description of the Asian-African Conference, Bandung, Indonesia, April, 1955.

Pengamat politik dari Amerika, George McTurnan Kahin juga hadir dan menulis karya The Asian-African Conference pada 1956.

Seluruh wartawan peliput sengaja dikonsentrasikan di Hotel Swarha. Sedangkan para tamu delegasi menempati dua hotel, Savoy Homann dan Preanger. Ini ditulis oleh Rosihan Anwar dalam bukunya Sejarah Kecil "Petite Histoire" Indonesia, volume 2:

"Dari Andir (kini Bandar Udara Husein Sastranegara -- red), saya pergi ke penginapan, sebuah hotel baru, bertingkat, terletak depan kantor pos, bernama Swarha. Menginap di Hotel Savoy Homann dan Preanger tidak mungkin karena seluruh kamarnya sudah di-book untuk delegasi Konferensi AA dan tamu-tamu lain dari luar negeri. Hotel Swarha berada on walking distance dari gedung Konreferensi AA. Ini sangat memudahkan. Tak perlu mikir soal transpor."

"... Bahan masukan dan informasi dari pihak secretariat konferensi terasa sangat sedikit. Tidak ada data ikhtiar mengenai jalannya persidangan baik yang umum terbuka maupun yang tertutup. Sedikit sekali diperoleh keterangan tentang tingkat dan tahapan pembicaraan pada sesuatu saat. Karena jumlah tenaga wartawan terbatas yang bekerja sama dengan saya, beban pekerjaan dirasakan berat.

News reporting saja telah meminta banyak waktu dan perhatian. Untuk penulisan features dan human interest story sudah tidak tersisa lagi waktu dan energi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun