Kaca-kaca di depan ini juga berjajar dengan yang ada di sisi samping kiri dan kanan muka rumah. Tiap kaca diberi tirai penutup warna putih dibaliknya. Sebelah kiri pintu masuk ada jendela kamar yang terbuat dari kayu. Kondisinya tertutup, maklum hari sudah senja.
Rumah kelahiran H Agus Salim beratapkan seng yang warnanya sudah berkarat dari keperakan menjadi merah kehitaman. Atap seng ini sama seperti rumah dan atap bangunan lain pada umumnya di Sumatera Barat. Soal mengapa rumah memakai atap seng, ada banyak versi. Ada yang bilang karena tanah di Sumatera Barat ini gembur dan kurang cocok untuk dijadikan bahan baku pembuata genteng.Â
Ada juga yang menyebut karena Sumbar termasuk wilayah rawan gempa, maka atap rumah dipilih yang ringan yaitu seng. Sedangkan versi lain mengatakan, seng dipilih karena kalau menggunakan genteng yang terbuat dari tanah tidak cocok secara filosofis, dimana tanah dimaknakan untuk pemakaman. Sehingga tak elok kiranya kalau atap rumah menggunakan genteng tanah yang filosofi tanah adalah untuk pemakaman.
Di atas kursi panjang, tergantung lima bingkai foto yang menempel pada dinding kayu. Empat bingkai ukuran kecil, dan satu ukuran besar yang tak lain adalah lukisan wajah H Agus Salim. Semua foto yang dipajang hitam putih. Diantaranya adalah foto ketika H Agus Salim berbincang dengan Bung Karno, foto bersama H Agus Salim dengan istri tercinta Zainatun Nahar Almatsier, dan satu foto anak-anak H Agus Salim.
Di sisi kiri ruang tamu ini ada pintu kayu kamar yang tertutup rapat.
Dari ruang tamu, saya masuk lebih ke dalam. Ruang tengah ini terbuka, lapang. Di sisi kiri ada kamar. Pintu kayunya dicat warna putih atau krem. Sayang, pintunya tertutup. Di atas pintu ada lubang angin yang papan kayunya diukir kaligrafi bahasa Arab, bertuliskan "Bismillahirrohmaanirrahiim". Sama seperti pintu masuk utama, untuk pintu masuk kamar ini juga terdiri dari dua bilah pintu, yang kalau dibuka keduanya bisa menjadi lebar.
Ketika masuk ke ruang tengah yang lapang, di sisi kirinya almari pendek berwarna coklat tua kehitaman. Posisinya menempel pada dinding kayu. Di atas almari kayu pendek menggantung empat bingkai foto dan lukisan di dinding.Â
Tiga foto kecil, dan satu lukisan pas foto H Agus Salim yang mengenakan busana dan penutup kepala adat tradisional Minangkabau. Di dadanya tersemat dua medali penghargaan. Lukisan ini kelihatan agak beda, karena H Agus Salim tidak menampakkan janggut putih panjangnya.
Di sisi kanan almari pendek ada pintu kamar lagi, dengan pintu serta lubang angin di atas pintu yang bertuliskan kaligrafi sama. Lalu di sisi kanannya ada almari berwarna coklat tua kehitaman dan ada satu pintu kayu kamar lagi dengan warna desain dan kaligrafi yang sama. Jadi, pada sisi kiri rumah, saya sudah melihat ada tiga kamar yang saling berjajar: satu di area ruang tamu, dan dua lagi di sisi kiri ruang tengah.