"Selama ini memang belum. Tapi ya tidak tahu selanjutnya nanti bagaimana. Dan kamu perlu tahu, selama masa pendudukan, Polisi Rahasia Belanda maupun Jepang selalu memata-mataiku. Seakan-akan menungguku salah langkah."Â Lalu bagaimana selama ini Pak Haji (Agus Salim - red) bisa lolos? (tanya mahasiswa lagi)"Dengan siasat. Aku mengkritik Pemerintah Kolonial itu dengan ceramah dan tulisan-tulisan. Semua yang ku lakukan sebisa mungkin jangan sampai melanggar Undang-Undang Kolonial. Ya, harus diperhitungkan. Seperti Pencak Silat, tidak hanya kekuatan saja yang ditonjolkan tapi juga dengan keindahannya. Menyerang dengan elegan. Merobohkan lawan tanpa harus menghancurkan martabatnya."Â Â
Paatje mengajarkan untuk cerdas dan bersiasat. Tetapi kecerdasan Paatje juga menonjol dalam film ini ketika staf Menlu Mesir menyodorkan media cetak berbahasa Belanda. Paatje dipersilakan membaca agar dapat mengetahui bagaimana kondisi di tanah air, Indonesia. Kontan Paatje membaca, sambil tertegun karena berita yang tertulis adalah tentang kedatangan tentara NICA yang semakin banyak ke Indonesia. Para siswa yang menonton film ini musti tahu, Paatje adalah seorang polyglot atau orang yang mampu berbicara hingga lebih dari lima bahasa asing secara baik. Anak-anak beliau pun sejak balita sudah diajarkan dan pandai berbahasa Belanda.
Sepanjang hidupnya, Paatje - yang juga dikenal sebagai wartawan yang tak mau kompromi dengan Pemerintah Kolonial - menghasilkan setidaknya 22 buku dan menerjemahkan 12 buku asing (termasuk dua buku karya William Shakespeare).
Dalam hidupnya yang serba pas-pasan cenderung kekurangan uang, Paatje pun pantang dicap sebagai "orang melarat". Ia menampik pernyataan Hisyam, mahasiswa Indonesia di Kairo yang menjadi pendamping selama di Mesir, bahwa dirinya hidup dalam kemelaratan. Dalam film ini, Paatje menyanggah, begini:
"Aku tidak melarat. Aku dan keluargaku sering kekurangan uang, pindah dari kontrakan yang sempit ke kontrakan yang tidak kalah kumuh. Makan seadanya. Tapi itu bukan berarti aku melarat. Kami bahagia. Kami kaya. Aku, istriku, anak-anakku saling membahagiakan. Kemelaratan itu hanya persoalan mental, bukan kepemilikan harta."
Lima, teguh pendirian dan selalu optimis. Paatje itu sosok yang selalu yakin akan keberhasilan segala sesuatu apabila ikhtiar diiringi dengan pasrah dan berdoa kepada Allah SWT. Ini ditampakkannya ketika Abdurrachman Baswedan sudah benar-benar putus asa, dan ngotot mengusulkan rencana agar tim delegasi pulang dulu ke tanah air meski harus tertunduk malu dan tangan hampa.
"Kalian memang benar, mempunyai hak yang sama untuk mengutarakan pendapat atau memilih tindakan. Aku tidak menghalangi kalau kalian semua mau pulang ke tanah air. Tapi aku akan tetap di sini. Aku tidak akan menghentikan apa yang sudah aku buat. Cuma takdir yang dapat menghentikanku."
Begitu juga dalam penghujung film ini. Optimisme Paatje muncul dengan kalimatnya yang selalu membangkitkan semangat:
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!