Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Takjub Saat Masuk ke Masjid "Kurang Aso 60"

10 Maret 2018   23:45 Diperbarui: 12 Maret 2018   15:36 2353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Masjid Kurang Aso 60 di tahun 1900-an yang ada di Museum Tropenmusem, Belanda. (Foto: tropenmuseum)

Dengan kata lain, keunikan mengapa namanya "Kurang Aso 60" atau lebih mudah disebut "Anam Puluah Kurang Aso" (Enam Puluh Kurang Satu) yang artinya sama dengan 59 pun serta-merta terjawab. Konon, semula jumlah mereka itu 60 orang, tetapi kemudian ada seorang yang meninggal dunia.

Masjid Kurang Aso 60 di Pasir Talang, Solok Selatan. (Foto: Gapey Sandy)
Masjid Kurang Aso 60 di Pasir Talang, Solok Selatan. (Foto: Gapey Sandy)
Ketika saya melangkah masuk ke halaman depan masjid, pintu dan jendela-jendela kayu nampak tertutup rapat semuanya. Waduh ... terus 'gimana mau lihat suasana dalam masjidnya? Tidak ada seorang pun yang ada di Masjid Kurang Aso 60. Hanya ada beberapa lelaki yang sedang bekerja melakukan pengecoran gerbang masjid permanen yang ada persis bersebelahan dengan Masjid Kurang Aso 60. Masjid permanen ini bernama Masjid Raya Alam Surambi Sungai Pagu Pasir Talang. Masjid megah dengan kubah menguning  dan tower menara - di area depan - yang cukup tinggi ini punya 3 warna dominan: putih, hijau tua dan hijau muda.

Saya beruntung, seorang dari bapak-bapak yang sedang bekerja melakukan penyelesaian gerbang masjid menghampiri dan dengan ramah "mengizinkan" saya masuk ke Masjid Kurang Aso 60. Namanya Marjohan. Ia kemudian mulai membukakan 2 pintu utama -- yang posisinya tidak persis di tengah melainkan agak geser ke kiri -, dan jendela-jendela kayu pada sisi depan juga samping kanan. Sehingga begitu saya masuk ke Masjid Kurang Aso 60 kondisi pencahayaan yang temaram menjadi terang karena pancaran sinar matahari pagi.

"Sesuai namanya, Masjid Kurang Aso 60 ini punya 59 tiang. Tapi uniknya, tidak semua orang bisa menghitung jumlah tiang-tiang kayu yang ada di sini secara pas," ujarnya.

Nah, hal ini juga yang menjadi satu dari sekian banyak keunikan Masjid Kurang Aso 60. Tidak semua orang bisa menghitung secara pas jumlah tiang yang ada. Ada pengunjung yang pernah menghitung secara persis jumlahnya memang ada 59 tiang, dengan cara menghitung dari sisi depan ke arah belakang. Tapi begitu ia mengulangi lagi hitungannya dari arah belakang ke tiang-tiang kayu di sisi depan, jumlahnya malah cuma jadi 54. Hahahahaaa ... daripada mumet, saya sengaja tidak ingin menghitungnya. Pada salah satu tiang di sisi agak ke kanan saya melihat tiang kayu sempat ditandai dengan nomor dari kertas. Tulisannya, angka 37.

Oh ya, begitu mulai melangkahkan kaki kanan ke dalam masjid, masuk serta merasakan sensasi berada di lantai satu, suasananya terkesan amat klasik dengan suguhan keheningan. Lantai kayu. Dinding kayu. Beratapkan lantai 2 masjid yang juga serba kayu. Nah yang paling membuat terpana ya sudah pasti tiang-tiang kayu atau macu yang berbaris rapi seperti barisan atau shaf jamaah shalat.

Tiang atau tonggak-tonggak kayu ini masih sangat asli. Warnanya coklat tua. Bentuknya tidak bundar utuh, melainkan dibentuk segi delapan. Banyak dari bagian tonggak-tonggak kayu ini sudah terkelupas permukaannya. Tapi boleh dibilang masih sangat, sangat, sangat kokoh! Tuh, sampai 3 kali deh saya nyebutnya.

Foto Masjid Kurang Aso 60 di tahun 1900-an yang ada di Museum Tropenmusem, Belanda. (Foto: tropenmuseum)
Foto Masjid Kurang Aso 60 di tahun 1900-an yang ada di Museum Tropenmusem, Belanda. (Foto: tropenmuseum)
"Masjid Kurang Aso 60 ini hanya difungsikan pada saat Shalat Idul Fitri dan Idul Adha saja," ujar Marjohan. Tanpa bertanya lebih jauh alasannya, saya mencoba paham. Ya tentu saja karena semua adalah demi kebaikan kondisi Masjid Kurang Aso 60 ini sendiri, selain sudah ada masjid baru - Masjid Raya Alam Surambi Sungai Pagu  - yang permanen, megah dan lokasinya bersandingan.

Masih soal macu. Beredar omongan, bahwa barang siapa yang bisa memeluk macu paling tengah atau yang menjadi pusat Masjid Kurang Aso 60, lalu masing-masing jari dari kedua tangan saling bertemu, maka segala harapan yang diinginkan bakal terkabul. Omongan ini sudah viral. Bahkan pada plang informasi yang dipasang Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemkab Solok Selatan pun dituliskan. [Heheheheee ... maaf, saya pribadi enggak percaya yang kayak beginian, jadi enggak kepingin juga mempraktikkannya, apalagi ini di masjid, Bro']

Berada di lantai 1 masjid, seperti sudah saya bilang tadi, kita seperti berada di "bujur sangkar kayu". Lebih maju lagi ke arah posisi imam kalau shalat, ada sepetak ruang kayu yang lebih kecil dibanding ukuran utama masjid, tapi tetap cukup luas sebagai "ruang" mihrab dari seorang imam. Biasanya, di mihrab itu juga ada semacam panggung atau mimbar untuk sang khatib menyampaikan khutbah Shalat Jumat.

Di lantai 1 Masjid Kurang Aso 60. (Foto: Gapey Sandy)
Di lantai 1 Masjid Kurang Aso 60. (Foto: Gapey Sandy)
Kebetulan, waktu saya ada di sana, mimbar khatib tersebut sudah agak digeser ke posisi shaf jamaah terdepan. Artinya, di "ruang" mihrab sang imam, kosong melompong. Tiada karpet, apalagi sajadah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun