Eh, jangan tanya soal bagaimana hawa di sini. Ibaratnya, kalau AC mobil dimatikan pun, tidak akan panaslah dalam mobil. Pokoknya, cukup dingin, sejuk dan nyaman. Apalagi sambil menyeruput segelas kopi lokal produksi Solok tadi.
Untunglah semua kondisi yang mengenaskan ini terbayar dengan pemandangan menakjubkan ke sekeliling alam. Langit membiru, awan menggumpal putih, bukit nan subur, perkebunan yang luas dan rapi, serta sudah tentu view Danau Di Atas dan Danau Di Bawah yang bisa terlihat begitu indah perairan maupun pemandangan di sekitarnya.
Puas menikmati segelas kopi khas Solok dan memanjakan mata dengan keindahan alam sekitar Danau Kembar, perjalanan menuju Muara Labuh, Solok Selatan lanjut lagi.
Sekitar 18-19 Km dari lokasi Danau Di Atas, atau sekitar 40-an menit perjalanan naik mobil dengan lintasan yang terus berkelok, menanjak, juga menurun, sampailah kami di kawasan Lubuak Batu Gajah, Jorong Cubadak, Nagari Aie Dingin, Kecamatan Lembah Gumanti, masih di Kabupaten Solok. Tepatnya di Rumah Makan Vina.
Di sini, dijual kuliner khas Sumatera Barat yang namanya sudah disebut sejak awal tulisan ini, apalagi kalau bukan "Ampiang Dadiah". Rumah makan ini sederhana saja. Lokasinya pinggir jalan dan berada di lembah. Ya pastilah, namanya juga di Kecamatan Lembah Gumanti, bukan?
Di halaman depan rumah makan, saya melihat berjejer potongan ruas bambu hijau berukuran besar, dengan diameter sebesar paha orang dewasa. Ruasnya panjang, sekitar 1 meteran, dan pada pangkal atasnya ditutup dengan plastik kresek warna-warni. Rapat dan rapi sekali.
Dadiah adalah susu kerbau. Ruas bambu hijau tadi adalah wadah untuk menyimpan susu kerbau. Dalam tempo 2 hari 2 malam, susu kerbau cair yang semula segar berubah wujud menjadi beku atau cenderung kenyal seperti agar-agar, ya jelas akibat proses pengendapan (di dalam ruas bambu). Warnanya tetap putih, tetapi tidak seputih seperti sebelumnya. Sudah agak sedikit mengeruh meski tetap putih.
Saya pun mewawancarai bapak pengelola rumah makan yang menjajakan ampiang dadiah ini. Waktu saya tanya siapa namanya, lelaki separuh baya dengan kumis cukup lebat ini hanya menyebut bahwa namanya, "Al".
[Catatan saja, ya memang begitulah barangkali "orang Minang" dalam menyebutkan namanya. Kakak ipar lelaki saya, di rumahnya pun biasa dipanggil dengan "Al" atau "Lalal". Padahal, nama lengkapnya "Aldeman"]