Nana: "Tapi jawab dulu, ini bapak mau ngeles, membandingkan dulu dong, presiden dulu dengan presiden sekarang. Karena sudah lama lho jadi politisi, sesungguhnya sudah enam presiden, saya tahu."Â Â Â
Syahrul: "Najwa ini kan 'mancing'nya agak berbahaya memang kalau jawabnya salah."
[Heheheee ... bahkan seorang gubernur pun dituding ingin ngeles oleh Nana. Ckckckckkk ... 'sopan' sekali]
Kelima, Nana sering berasumsi dan menarik kesimpulan sendiri. Hal seperti ini sebenarnya tabu. Alasannya, sebagai pewawancara seharusnya Nana mewakili audience. Artinya, apa-apa yang ditanyakan Nana haruslah mewakili pertanyaan yang muncul di benak audience. Bukan malah berasumsi apalagi menegaskan kesimpulannya sendiri. Meskipun, tak jarang juga sih, justru kelakuan Nana ini yang jadi nilai lebih talkshow MataNajwa.
Ambil contoh, kesimpulan Nana bahwa 'kita' sudah sering dikecewakan oleh politisi yang tak jelas sikapnya pada episode 'Angket Serang KPK'[videonya ada persis di atas ini kan].
"Karena kemudian, bukannya mau sukzhon, tapi sudah berkali-kali kita dikecewakan oleh politisi yang bermain banyak kaki. PKB biar jelas nih sikapnya, main berapa kaki?" tanya Nana kepada Daniel Johan, anggota DPR dari Fraksi PKB.
o o o O o o o
Di episode lain yang berjudul 'Jurus Ahok - Djarot'[videonya persis di atas ini], Nana juga pernah mengucapkan asumsinya sendiri, bahwa Ahok mengalami stress.
"Kalau Pak Jarot tetap, tidak banyak berubah fisiknya. Pak Ahok yang agak kelihatan berubah. Dan saya sempat merasa, itu berubah karena stress Pak Ahok. Karena harus diakui, Anda berkampanye, di saat yang sama, Anda bersidang di pengadilan, kemarin sidang keenam. Saya ingin tahu seberapa jauh itu mempengaruhi Anda. Sidang yang harus Anda lalu sebagai terdakwa?" tanya Nana kepada Ahok.Â
Keenam, menunggu dan menyambungkan jawaban narasumber untuk dibenturkan opininya dengan narasumber lain, atau dikonfrontasi dengan rekam jejaknya. Soal membenturkan opini ini, kita masih ingat jelas, betapa Nana - melalui 3 tayangan rekaman video - sengaja membenturkan pendapat Anies Baswedan soal rumah DP Rp 0 dengan Gembong Warsono, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI. Sedangkan soal reklamasi Pantura Jakarta, Anies juga dikonfrontasikan dengan Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan. Untuk masalah becak, Anies 'diadu' dengan mantan Gubernur DKI Sutiyoso.
Theo Stokkink dalam bukunya Penyiar Radio Profesional (Kanisius, 1997) menyebutkan, berkonfrontasi adalah memperjelas ketidaktegasan jawaban narasumber. Seringkali efek konfrontasi adalah membuat narasumber benar-benar menjadi waspada. Sama seperto pertanyaan mengarahkan, konfrontasi menaikkan ketegangan. Terutama dalam wawancara-wawancara politis, konfrontasi digunakan untuk memaksa narasumber agar memberi informasi yang jelas dan untuk membangkitkan reaksi.(hal. 60)