Sedangkan Fejuli menulis komentar: "Mungkin reportenya mesti nanya dia ketimpa beton terbuat dari batu bata, batako apa semen, kasihan juga sama korban"
Hal senada disampaikan Nilmawati Thamrin. Ia berkomentar: "Sekalian aja nanya begini: gimana perasaan Mbak terjun bebas dari ketinggian sekian meter???"
Beda dengan Didit Widiyanto yang malah balik meledek pertanyaan kurang empati itu. Ahli Ilmu Komputer dan Robotika ini bilang: "Kalau saya tanyanya berapa kecepatan tubuh Mbak ketika membentur lantai dasar? Hahahaa..."
Jawaban yang rada positif ditulis Gita Siwi. Mentor public speaking ini menulis, "Antara mata melihat, otak berpikir (mengolah) dan mulut menyampaikan memang dibutuhkan ketepatan, kecepatan yang enggak bisa dibilang mudah. #JamTerbang".
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan empati sebagai keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain. Itu artinya, kalau jurnalisme empati berarti pekerjaan jurnalistik yang mewakili perasaan atau pikiran seperti yang orang lain rasakan maupun pikirkan. Sederhana yak!
Mantan wartawati senior Kompas, Maria Hartiningsih pernah menjelaskan apa dan bagaimana jurnalisme empati. Dalam Festival Budaya Humanis Tzu Chi (2016), ia mengatakan, metode jurnalisme ini mengajarkan kita untuk melihat, mendengar, merasakan dari sisi narasumber. Bukan mencari dan memberikan berita sesuai dengan keinginan dari para pembaca maupun jurnalis sendiri, tapi bagaimana, apa yang narasumber ingin sampaikan dan nara sumber lihatkan tentang hal yang dia rasakan.
Praktiknya, jurnalisme empati dalam kemasan tayangan live show lebih sulit kalau dibandingkan dengan bentuk rekaman ataupun tulisan. Ya seperti itu tadi, sedikit melakukan kesalahan saja jurnalis televisi dalam mengajukan pertanyaan kepada "mereka yang tersingkirkan" maupun para korban bencana atau musibah, maka pemirsa akan lantas menilai bahwa hal itu sebagai bentuk kurang berempati.
Dalam komentar di status Facebook saya tadi misalnya, Diah Woro Susanti juga memberi contoh satu pertanyaan jurnalis televisi kepada salah seorang korban banjir: "Banjir ini, kira-kira apa penyebabnya ya?" Pertanyaan tersebut membuat Diah Woro Susanti gusar. Sedikit ngomel dalam hati ia menjawab, "Ya penyebabnya air, Mas."
Hihihihiiiii ... si Diah sampe geregetan!