Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Lomba Fotografi Angkat Potensi Lokal Tangsel

8 Desember 2017   06:48 Diperbarui: 8 Desember 2017   10:20 2210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah seorang peserta Lomba Fotografi diantara pepohonan mencari posisi bidikan tepat. (Foto: Gapey Sandy)

"Komunitas" ibu-ibu pembuat Opak Singkong ini boleh jadi enggak ada matinya, karena bahan dasar Singkong termasuk yang masih gampang dicari. Meskipun, kadang-kadang ya rada seret juga menemukan "si ketela pohon" ini.

Salah seorang peserta Lomba Fotografi diantara pepohonan mencari posisi bidikan tepat. (Foto: Gapey Sandy)
Salah seorang peserta Lomba Fotografi diantara pepohonan mencari posisi bidikan tepat. (Foto: Gapey Sandy)
Sebagian ibu-ibu pembuat Opak Singkong di Kel Keranggan, Kec Setu, Tangsel. (Foto: Gapey Sandy)
Sebagian ibu-ibu pembuat Opak Singkong di Kel Keranggan, Kec Setu, Tangsel. (Foto: Gapey Sandy)
Setelah memotret di Sungai Cisadane dan sentra produksi Opak Singkong, panitia meminta para peserta kembali ke pos semula, Saung Cisadane. Karena, ada 1 bus yang sudah menunggu untuk mengangkut semua peserta menuju ke plotting lokasi hunting foto berikutnya. Hmmm, apa itu?

Ya, tidak salah lagi. Inilah yang sekaligus menjadi primadona Keranggan, apalagi kalau bukan sentra produksi Kacang Sangrai!

Bus mulai bergerak. Di atas bus, para peserta yang sebagian besar merupakan mahasiswa dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Summarecon, Serpong ini, mulai sibuk mempersiapkan kembali "senjata"-nya: kamera. Termasuk Shania, mahasiswi UMN Fakultas Teknik & Informatika semester I. Sungguh, melihat Shania, saya seperti melihat tampilan member AKB48, heheheheee ... Mungil, unyu-unyu dengan rambutnya yang pirang dan diikat ekor kuda.

"Seru banget deh lomba fotografi ini. Selain membangkitkan minat, bakat dan passion kita-kita, juga melatih praktik hunting foto. Apalagi, aku sendiri punya tugas kuliah untuk menyerahkan hasil hunting foto berupa story telling yang harus di-upload ke Instagram. Jadinya, ya memang harus sering-sering pergi kemana 'gitu, untuk hunting foto," ujarnya didampingi Ricky Yantho, juga mahasiswa UMN.

Ricky dan Shania, peserta Lomba Fotografi. (Foto: Gapey Sandy)
Ricky dan Shania, peserta Lomba Fotografi. (Foto: Gapey Sandy)
Spanduk Lomba Fotografi di Ecowisata Keranggan, Setu, Tangsel. (Foto: Gapey Sandy)
Spanduk Lomba Fotografi di Ecowisata Keranggan, Setu, Tangsel. (Foto: Gapey Sandy)
Shania tak menampik bahwa lomba fotografi ini muatan untuk mengangkat potensi lokal kedaerahan begitu kental sekali. Artinya, memang sesuai tema yang digancang panitia. "Lomba fotografi ini bisa membantu mengembangkan potensi Kelurahan Keranggan. Bagus 'kan. Positif untuk mengangkat Keranggan berikut potensinya yang ada," kata Shania yang kepada saya juga mengaku bahwa baru-baru ini saja tertarik fotografi. "Palingan awalnya ya untuk foto Instagrammable."

Kacang Sangrai Keranggan

Jarak lokasi sentra produksi Kacang Sangrai dengan Saung Cisadane tidak begitu jauh, ya sekitar 1 -- 2 km. Di lokasi ini, para peserta langsung menuju "dapur" produksi penyangraian. Secara bergiliran mereka masuk ke "dapur" dan melihat sendiri ada seorang pekerja yang sedang menyangrai. Media sangrainya seperti wajan yang mirip kuali. Bahan bakarnya pakai kayu bakar lho. Jadi, ya bisa dibayangkan, para peserta langsung terpapar hawa cukup panas selama di area "dapur".

Tapi, meski bercucuran keringat dan menahan hawa panas, kamera-kamera terus bekerja mengambil gambar. Maklum, berasa epic banget deh bisa melihat langsung proses penyangraian yang mungkin selama ini belum pernah mereka bayangkan gimana praktiknya. Wkwkwkkkk ... maklum 'kids jaman now'.

Salah satu foto terbaik karya peserta Lomba Fotografi. yang dijepret di daour penyangraian kacang. (Foto: Dok. Panitia Lomba Fotografi)
Salah satu foto terbaik karya peserta Lomba Fotografi. yang dijepret di daour penyangraian kacang. (Foto: Dok. Panitia Lomba Fotografi)
Peserta sibuk memotret di daour penyangraian kacang. (Foto: Gapey Sandy)
Peserta sibuk memotret di daour penyangraian kacang. (Foto: Gapey Sandy)
Di luar "dapur" penyangraian, para peserta masih bisa memfoto pasangan suami istri, Na'ih (65) dan Mamnu'ah (60) yang sedang memilah-milih kacang hasil penyangraian untuk siap dikemas.

Ketika saya tanya, berapa banyak kacang kulit yang biasa diproses, Na'ih menjawab dengan jawaban yang bikin saya kaget. "Biasanya, selama 1 sampai 2 minggu, kita proses 6 ton kacang kulit. Sekarang, kacang sudah makin sulit diperoleh dari lokasi di sekitar kawasan sini. Jadi, kita pesan kacang dari Cilegon, Jonggol, Sumedang dan lain-lain. Untuk setiap 6 ton kacang kulit ini, kita biasa beli seharga Rp 90 juta," ujarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun