Konon, Pangeran Aji Saka ini adalah penganut agama Hindu yang datang untuk menyebarkan agama Hindu di Bawean. Pangeran Aji Saka berasal dari Kerajaan Asoka di India.
Suatu ketika, Pangeran Aji Saka hendak pergi ke Pulau Jawa (JawaDwipa), ditemani pembantunya, Sembodo. Sebelum pergi berlayar, Pangeran Aji Saka menitipkan sebilah senjata pusaka kepada Doro yang akan tetap tinggal di Bawean. Ketika menyerahkan senjata pusaka ini, Pangeran Aji Saka berwasiat kepada Doro agar jangan pernah menyerahkan senjata pusaka ini kepada siapa pun, kecuali hanya kepada dirinya. Sesudah itu, berangkatlah Pangeran Aji Saka bersama Sembodo.
Tapi rupanya, Doro, yang merasa memegang amanat Pangeran Aji Saka supaya jangan memberikan senjata pusaka tersebut selain kepada Pangeran, berusaha mati-matian mempertahankan senjata pusaka. Sedangkan Sembodo, juga bersikeras menunaikan titah Pangeran Aji Saka untuk menjemput kembali senjata pusaka. Saling bersitegang, keduanya kemudian bertikai dan melakukan perang tanding.Â
Pertarungan berlangsung hebat. Sayang, keduanya sama-sama menemui ajal dengan sama-sama bersimbah darah. Nah, menurut cerita rakyat, makam panjang ini sebenarnya adalah lokasi bekas ceceran darah dari Doro, yang akhirnya juga dikubur di makam panjang berikut keris pusaka milik Pangeran Aji Saka. Sementara makam Sembodo ada di area lain, meski sama-sama di Desa Tinggen.
Versi senada disampaikan Dhelah, warga Desa Lebak yang penulis temui tengah bersantai di sebuah pondok kayu dekat perahu-perahu nelayan tertambat, tak jauh dari Makam Panjang. "Ya benar, menurut cerita yang ada, Makam Panjang ini adalah makamnya Doro yang berkelahi dengan Sembodo. Keduanya meninggal dunia. Doro dimakamkan di Makam Panjang beserta keris pusaka milik tuannya yang ia pertahankan mati-matian. Sedangkan Sembodo, yang ingin mengambil dan menyerahkan keris pusaka tersebut untuk diserahkan sesuai perintah tuannya, dimakamkan sebelah sana," ujar Dhelah sembari menunjuk ke arah jalan desa.
Dhelah juga mengatakan, banyak rombongan peziarah yang datang ke Makam Panjang. "Mereka berziarah sambil berwisata dan beristirahat di sini, sekaligus bersyukur sudah tiba dengan selamat di Pulau Bawean," ujarnya.
- Fasilitas toilet dan air bersih yang kurang memadai.
- Genting mulai rusak, copot sehingga atapnya bolong pada sisi makam yang mengarah ke pantai.
- Papan informasi hancur dan tergeletak saja di atas pusara makam.
- Sejumlah keramik tampak copot dan diletakkan begitu saja di atas pusara makam.
- Kurangnya jumlah tempat sampah, sehingga cukup banyak sampah bertebaran di sekeliling makam.
- Perlu lahan khusus untuk parkir kendaraan bermotor, agar jangan terlalu mendekat ke posisi makam.
Penasaran, penulis pun mencoba mengukur dengan melangkahkan kaki. Dari posisi kepala makam hingga ke ujung kaki yang mengarah ke pantai. Terhitung dengan pasti, ada 23 kali langkah kaki. Tapi, begitu rekan penulis yang juga sesama rombongan WriteVenture yakni Fevian dan Edelia menghitung dari sisi sebelah kanan, jumlahnya malah menjadi 33 kali langkah kaki. Haddeeuuuhhh...