Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Wisata ke Makam Panjang dan Melihat Benda Bersejarah di Pulau Bawean

17 Oktober 2017   21:07 Diperbarui: 19 Oktober 2017   19:53 3380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keris Jambia yang juga menjadi salah satu benda bersejarah di Pulau Bawean, diperlihatkan oleh Raden Hozaimi salah seorang tokoh masyarakat sekaligus tokoh Muhammadiyah Kabupaten Gresik. (Foto: Dony Anggono)

Manuskrip berhuruf Arab tapi berbahasa Melayu yang menjelaskan sejarah Bawean. (Foto: Gapey Sandy)
Manuskrip berhuruf Arab tapi berbahasa Melayu yang menjelaskan sejarah Bawean. (Foto: Gapey Sandy)
Sejauh ini, terdapat ketidaksepahaman terhadap penyebutan tahun kedatangan Syekh Maulana Shiddiq di Bawean. Ada yang menyebut tahun 1501 M, juga 1601 M. Sedangkan penulis asal Belanda yaitu Jacob Vredenbregt, dalam bukunya 'Bawean dan Islam' menyebutkan, bahwa Syekh Maulana Shiddiq datang ke Bawean pada 1511 M.

Raden Hozaimi menuturkan, seluruh benda-benda bersejarah termasuk manuskrip tulisan tangan Raden Abdul Mukmin tidak terpromosikan ke publik. Baru pada sekitar tahun 1976, benda-benda kuno ini masuk untuk diteliti di museum Keraton Yogyakarta.

"Kemudian, kami pernah juga mendapat undangan karena ternyata benda-benda ini terdaftar di Dinas Kepurbakalaan Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Undangan yang dimaksud adalah untuk menjadi peserta pameran benda-benda kepurbakalaan, sebelum tahun 1980," ujarnya.

Sesudah itu, mulailah benda-benda kuno ini diketahui publik Bawean. Akibatnya, banyak warga Bawean kaget mengetahui adanya naskah tertua dan benda-benda kuno peninggalan masa lalu ini. "Banyak yang heran bahwa ternyata manuskrip berikut benda-benda kuno bersejarah Bawean ada di kediaman kami berdua. Karena sementara ini, masyarakat hanya mengetahui sejarah Bawean berdasarkan dari satu pihak saja," ujar Hozaimi yang menegaskan bahwa ia bersama sang kakak tidak yakin terhadap mistik.

Silsilah Syekh Maulana Shiddiq dan generasi penerusnya yang diperlihatkan dan dijelaskan oleh Raden Ismail. (Foto: Gapey Sandy)
Silsilah Syekh Maulana Shiddiq dan generasi penerusnya yang diperlihatkan dan dijelaskan oleh Raden Ismail. (Foto: Gapey Sandy)
Mungkin kalau ditempat lain, katanya lagi, benda-benda pusaka ini karena dimistikkan, maka dianggap memiliki kekuatan yang lebih dari manusia sehingga membuat banyak orang tertarik. "Tetapi disini, kami hanya menghargai sejarah, menghargai peninggalan. Hanya sebatas itu," tukasnya.

Berkunjung ke Makam Panjang

Salah satu obyek wisata yang ada di Pulau Bawean adalah Makam Panjang. Bahasa setempat menyebutnya dengan Jherat Lanjheng. Jherat artinya makam, dan lanjheng sama dengan panjang.

Bersama dengan sebagian rombongan peserta WriteVenture, penulis sampai di Makam Panjang yang terletak di Dusun Tanjung Anyar (Tinggen), Desa Lebak, Kecamatan Sangkapura. Bisa digambarkan, makam yang hanya terdiri dari satu makam ini memang panjang. Bukan lagi berupa gundukan tanah, tapi sudah dibangun permanen dengan tembok setinggi kira-kira 1 meter, berbentuk persegi panjang. Lengkap dengan empat undakan tangga yang diantaranya berisi split atau batuan kecil. Sementara pada tangga paling atas, bidangnya cukup lebar dan lantainya dilapisi keramik.

Makam Panjang juga diberi atap genting yang dibawahnya berdiri tegak 10 tiang untuk sisi luar kiri dan kanan, serta 10 tiang lagi tepat pada sisi-sisi sekeliling pusara makam.

Inilah lokasi wisata Makam Panjang atau Jherat Lanjheng di Kecamatan Sangkapura, Pulau Bawean. (Foto: Gapey Sandy)
Inilah lokasi wisata Makam Panjang atau Jherat Lanjheng di Kecamatan Sangkapura, Pulau Bawean. (Foto: Gapey Sandy)
Tak ada nisan yang bertuliskan keterangan apapun. Hanya patok kayu ini saja dijadikan sebagai papan nisan. (Foto: Gapey Sandy)
Tak ada nisan yang bertuliskan keterangan apapun. Hanya patok kayu ini saja dijadikan sebagai papan nisan. (Foto: Gapey Sandy)
Jherat Lanjheng berada persis di bibir pantai. Makanya, angin pantai akan kencang menerpa rambut dan wajah pengunjung, apalagi kalau menyempatkan diri untuk duduk-duduk maupun berdiri di tepian bangunan makam yang menghadap ke perairan pantai.

Menurut Raden Hozaimi, tokoh Muhammadiyah yang tinggal di Kecamatan Sangkapura, cerita rakyat yang beredar di Pulau Bawean, lokasi makam panjang ini sebenarnya adalah makam Doro, pembantu setia dari Pangeran Aji Saka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun