Ketika saya wawancarai di ruang tamu sekolah pada Kamis (24/8), Suhendi menjelaskan, pihak sekolah mengucurkan dana stimulus sebesar Rp 6 juta sebagai modal awal pengoperasian Kantin Kejujuran ini. "Sebagai modal awal, kami diberi dana stimulus dari pihak sekolah sebesar Rp 6 juta. Selama seminggu pengoperasian, barang-barang yang akan diperdagangkan kami beli sendiri. Tetapi kedepannya, bisa tinggal pesan dari distributor pemasaran lalu barang pesanan akan diantar ke sekolah," ujar Suhendi sambil menambahkan bahwa ide pembuatan Kantin Kejujuran sudah muncul sejak tahun lalu.
Dana stimulus sebagai modal awal ini, katanya lagi, pada saatnya nanti akan dievaluasi, seberapa mampu bertahan, bahkan kalau mungkin seberapa mampu berkembangnya. "Karena, kami juga sambil belajar bisnis, selain berlatih kejujuran itu sendiri. Misalnya, barang yang kami beli harus ditetapkan berapa harga jualnya setelah dikalkulasi dengan ongkos dan seterusnya. Sehingga diharapkan bisa memperoleh profit atau keuntungan," harapnya.
Uang Penerimaan Sempat Berkurang Â
Lokasi Kantin Kejujuran terpisah dengan kantin sekolah yang ada. Kantin Kejujuran yang men-display barang dagangannya melalui etalase kaca ini berada persis di tengah-tengah area gedung sekolah. Dekat anak tangga dan menghadap ke lapangan olahraga. "Sengaja dipilih lokasi yang strategis, biar supaya dari berbagai penjuru sekolah, bisa kelihatan," kata Suhendi memberi alasan.
Bagi para pengurus dan anggota Ekskul ROHIS, mereka akan melakukan pengecekan stok barang dan uang yang diperoleh pada jam-jam tertentu. "Utamanya, melakukan pengecekan display barang-barang yang diperdagangkan dengan jumlah uang yang ada. Artinya, dilakukan konfirmasi tentang berapa barang yang habis terjual dan uang yang ada secara riil," ujarnya.
"Alhamdulillah, hasilnya, kalau melihat dari indikasi jumlah uang yang ada dengan barang yang keluar, kami konfirmasi memang cenderung sama. Meskipun, kemarin ada kekurangan uang sebesar belasan ribu rupiah. Kekurangan uang yang seharusnya tidak terjadi ini, kami berbaik sangka saja, bahwa mereka yang berbelanja di Kantin Kejujuran ini tidak memasukkan uangnya ke kotak penerimaan uang yang tersedia, karena merasa kesulitan mendapat uang kembalian. Sehingga, mungkin ada yang menunda pembayarannya menjadi keesokan hari," ungkap Suhendi.
Selain terjadi hasil penerimaan uang yang kurang dari seharusnya, lanjut Suhendi, sempat juga malah ada saatnya kelebihan uang yang diterima. "Pada hari sebelumnya lagi, malah terjadi kelebihan uang yang kami terima dibandingkan dengan stok barang yang keluar atau terbeli. Mungkin saja, hal ini terjadi karena yang berbelanja di Kantin Kejujuran kesulitan mengambil sendiri uang kembaliannya. Sehingga ada yang "melepas" saja jumlah kelebihan uang belanjanya, atau tanpa memperoleh uang kembalian," tuturnya seraya mengatakan, bahwa memang agak sulit bila harus menyamakan secara persis, antara jumlah stok barang yang terjual dengan uang yang seharusnya diterima.
Dari hasil pengoperasian Kantin Kejujuran selama seminggu ini, katanya lagi, bisa simpulkan bahwa, antara tingkat teori pemahaman kejujuran para siswa dengan pelaksanaan kejujuran melalui Kantin Kejujuran itu berbanding lurus. "Meskipun ada selisih sedikit antara barang yang keluar dengan uang yang diperoleh, tapi kami husnudzon atau prasangka baik saja bahwa ada penundaan pembayaran di hari berikutnya, karena memang tidak ada pengembalian. Maklum, secara teknis, uang kembalian itu agak sulit karena Kantin Kejujuran tidak ada petugas yang menunggu," ujar Suhendi
"Kalau "temuan" ini jumlahnya sama, antara uang yang ada dengan stok barang yang keluar dan masih tersisa, maka otomatis maka Kantin Kejujuran sukses mengajarkan kejujuran. Begitu juga kalau uang yang ada kelebihan dari yang mustinya diterima, maka itu berarti tingkat kejujurannya menjadi lebih tinggi lagi. Nah, sedangkan kalau dalam evaluasi bulanan itu uang yang seharusnya diterima agak berkurang dari yang seharusnya diterima, maka boleh jadi masih ada "kecurangan" yang dilakukan dalam konteks praktik Kantin Kejujuran," urainya seraya menyimpulkan bahwa seminggu pengoperasian Kantin Kejujuran, nilai kejujuran para siswa SMAN 2 Tangsel sudah terindikasi positif.
Apa enggak lebih baik dipasang teknologi CCTV untuk memantau Kantin Kejujuran ini?
Suhendi menjawab secara elegan. Menurutnya, tidak perlu pasang CCTV. Sebab, kalau dikondisikan menggunakan CCTV, akhirnya malah tidak murni nilai kejujurannya. Lebih baik dibuatkan saja tulisan kalimat-kalimat yang mengajak dan memotivasi munculnya kejujuran. Karena, kejujuran itu harus muncul dari dalam hati, bukan datang karena ada pengawasan. "Makanya, kami sengaja tidak menugaskan adanya petugas untuk selalu menjaga Kantin Kejujuran, kami hanya mengecek jangan sampai ada kehilangan barang yang terlalu berlebih," ujarnya mantap.