Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kantin Kejujuran Ini Diawasi CCTV Tuhan

25 Agustus 2017   00:27 Diperbarui: 27 Agustus 2017   08:11 4378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang siswa tengah memasukkan uang pembayaran ke kotak uang di Kantin Kejujuran setelah mengambil sendiri barang belanjaannya. (Foto: Gapey Sandy)

Ketika saya wawancarai di ruang tamu sekolah pada Kamis (24/8), Suhendi menjelaskan, pihak sekolah mengucurkan dana stimulus sebesar Rp 6 juta sebagai modal awal pengoperasian Kantin Kejujuran ini. "Sebagai modal awal, kami diberi dana stimulus dari pihak sekolah sebesar Rp 6 juta. Selama seminggu pengoperasian, barang-barang yang akan diperdagangkan kami beli sendiri. Tetapi kedepannya, bisa tinggal pesan dari distributor pemasaran lalu barang pesanan akan diantar ke sekolah," ujar Suhendi sambil menambahkan bahwa ide pembuatan Kantin Kejujuran sudah muncul sejak tahun lalu.

Dana stimulus sebagai modal awal ini, katanya lagi, pada saatnya nanti akan dievaluasi, seberapa mampu bertahan, bahkan kalau mungkin seberapa mampu berkembangnya. "Karena, kami juga sambil belajar bisnis, selain berlatih kejujuran itu sendiri. Misalnya, barang yang kami beli harus ditetapkan berapa harga jualnya setelah dikalkulasi dengan ongkos dan seterusnya. Sehingga diharapkan bisa memperoleh profit atau keuntungan," harapnya.

E. Suhendi, Guru Agama Islam di SMAN 2 Tangsel. (Foto: Gapey Sandy)
E. Suhendi, Guru Agama Islam di SMAN 2 Tangsel. (Foto: Gapey Sandy)
Biarpun begitu, bukan profit semata yang diburu oleh pengelola Kantin Kejujuran. "Yang pertama, kami ingin mengukur sejauhmana antara pemahaman teori tentang kejujuran yang menjadi kerisauan masyarakat kita, bahwa masyarakat kita cenderung diasumsikan tidak jujur. Kemudian ada hipotesa awal bahwa kejujuran itu juga sangat terkait dengan intelektualitas pemahaman yang tinggi, kemakmuran masyarakat, maka kita ingin langsung terlibat mengukur sejauhmana antara pemahaman agama, sosial, norma-norma, tingkat kemakmuran dengan realitas kejujuran. Kedua, memberikan pembelajaran bahwa kejujuran itu musti diimplementasikan meskipun harus berkaitan maupun tidak dengan "urusan perut". Ini yang ingin kita buktikan sambil melakukan pembelajaran," urai Suhendi.

Uang Penerimaan Sempat Berkurang  

Lokasi Kantin Kejujuran terpisah dengan kantin sekolah yang ada. Kantin Kejujuran yang men-display barang dagangannya melalui etalase kaca ini berada persis di tengah-tengah area gedung sekolah. Dekat anak tangga dan menghadap ke lapangan olahraga. "Sengaja dipilih lokasi yang strategis, biar supaya dari berbagai penjuru sekolah, bisa kelihatan," kata Suhendi memberi alasan.

Bagi para pengurus dan anggota Ekskul ROHIS, mereka akan melakukan pengecekan stok barang dan uang yang diperoleh pada jam-jam tertentu. "Utamanya, melakukan pengecekan display barang-barang yang diperdagangkan dengan jumlah uang yang ada. Artinya, dilakukan konfirmasi tentang berapa barang yang habis terjual dan uang yang ada secara riil," ujarnya.

E. Suhendi bersama siswanya, Dibar dan Ilham di Kantin Kejujuran. (Foto: Gapey Sandy)
E. Suhendi bersama siswanya, Dibar dan Ilham di Kantin Kejujuran. (Foto: Gapey Sandy)
Lantas, sesudah satu pekan beroperasi, bagaimana indikasi kejujuran yang dihasilkan?

"Alhamdulillah, hasilnya, kalau melihat dari indikasi jumlah uang yang ada dengan barang yang keluar, kami konfirmasi memang cenderung sama. Meskipun, kemarin ada kekurangan uang sebesar belasan ribu rupiah. Kekurangan uang yang seharusnya tidak terjadi ini, kami berbaik sangka saja, bahwa mereka yang berbelanja di Kantin Kejujuran ini tidak memasukkan uangnya ke kotak penerimaan uang yang tersedia, karena merasa kesulitan mendapat uang kembalian. Sehingga, mungkin ada yang menunda pembayarannya menjadi keesokan hari," ungkap Suhendi.

Selain terjadi hasil penerimaan uang yang kurang dari seharusnya, lanjut Suhendi, sempat juga malah ada saatnya kelebihan uang yang diterima. "Pada hari sebelumnya lagi, malah terjadi kelebihan uang yang kami terima dibandingkan dengan stok barang yang keluar atau terbeli. Mungkin saja, hal ini terjadi karena yang berbelanja di Kantin Kejujuran kesulitan mengambil sendiri uang kembaliannya. Sehingga ada yang "melepas" saja jumlah kelebihan uang belanjanya, atau tanpa memperoleh uang kembalian," tuturnya seraya mengatakan, bahwa memang agak sulit bila harus menyamakan secara persis, antara jumlah stok barang yang terjual dengan uang yang seharusnya diterima.

Dari hasil pengoperasian Kantin Kejujuran selama seminggu ini, katanya lagi, bisa simpulkan bahwa, antara tingkat teori pemahaman kejujuran para siswa dengan pelaksanaan kejujuran melalui Kantin Kejujuran itu berbanding lurus. "Meskipun ada selisih sedikit antara barang yang keluar dengan uang yang diperoleh, tapi kami husnudzon atau prasangka baik saja bahwa ada penundaan pembayaran di hari berikutnya, karena memang tidak ada pengembalian. Maklum, secara teknis, uang kembalian itu agak sulit karena Kantin Kejujuran tidak ada petugas yang menunggu," ujar Suhendi

Frista, anggota Ekskul ROHIS. (Foto: Gapey Sandy)
Frista, anggota Ekskul ROHIS. (Foto: Gapey Sandy)
Untuk itu, Suhendi berencana untuk melakukan evaluasi setiap bulan. Misalnya, menghitung berapa dana yang sudah dikeluarkan untuk membeli stok barang dagangan atau modal, dan berapa pula jumlah uang yang diterima. Kemudian akan juga dihitung berapa sisa aset barang yang masih ada, sehingga akan "ketemu" kira-kira berapa uang yang seharusnya ada.

"Kalau "temuan" ini jumlahnya sama, antara uang yang ada dengan stok barang yang keluar dan masih tersisa, maka otomatis maka Kantin Kejujuran sukses mengajarkan kejujuran. Begitu juga kalau uang yang ada kelebihan dari yang mustinya diterima, maka itu berarti tingkat kejujurannya menjadi lebih tinggi lagi. Nah, sedangkan kalau dalam evaluasi bulanan itu uang yang seharusnya diterima agak berkurang dari yang seharusnya diterima, maka boleh jadi masih ada "kecurangan" yang dilakukan dalam konteks praktik Kantin Kejujuran," urainya seraya menyimpulkan bahwa seminggu pengoperasian Kantin Kejujuran, nilai kejujuran para siswa SMAN 2 Tangsel sudah terindikasi positif.

Apa enggak lebih baik dipasang teknologi CCTV untuk memantau Kantin Kejujuran ini?

Suhendi menjawab secara elegan. Menurutnya, tidak perlu pasang CCTV. Sebab, kalau dikondisikan menggunakan CCTV, akhirnya malah tidak murni nilai kejujurannya. Lebih baik dibuatkan saja tulisan kalimat-kalimat yang mengajak dan memotivasi munculnya kejujuran. Karena, kejujuran itu harus muncul dari dalam hati, bukan datang karena ada pengawasan. "Makanya, kami sengaja tidak menugaskan adanya petugas untuk selalu menjaga Kantin Kejujuran, kami hanya mengecek jangan sampai ada kehilangan barang yang terlalu berlebih," ujarnya mantap.

Kanita dan Sarah senang berlatih jujur di Kantin Kejujuran. (Foto: Gapey Sandy)
Kanita dan Sarah senang berlatih jujur di Kantin Kejujuran. (Foto: Gapey Sandy)
Mengomentari Kantin Kejujuran ini, Ilham, siswa SMAN 2 Tangsel mengatakan, kantin ini benar-benar melatih kejujuran. "Melatih kita jujur. Selain itu, Kantin Kejujurannya juga dekat dengan kelas, sehingga tidak perlu jauh-jauh kalau mau ke kantin," ujarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun