Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Peluncuran Buku 'Batik Pekalongan - Dari Masa ke Masa'

26 Mei 2017   08:24 Diperbarui: 26 Mei 2017   09:38 2706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poppy Savitri, Direktur Edukasi Ekonomi Kreatif BEKRAF. (Foto: Gapey Sandy)

General Manager CSR BCA, Inge Setiawati dan Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja menekan tombol pertanda peluncuran buku ‘Batik Pekalongan – Dari Masa ke Masa’ karya Budi Mulyawan yang didukung penuh BCA. (Foto: Gapey Sandy)
General Manager CSR BCA, Inge Setiawati dan Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja menekan tombol pertanda peluncuran buku ‘Batik Pekalongan – Dari Masa ke Masa’ karya Budi Mulyawan yang didukung penuh BCA. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Indonesia Kian Mendunia

Sementara itu, Poppy Savitri selaku Direktur Edukasi Ekonomi Kreatif BEKRAF (Badan Ekonomi Kreatif Indonesia) mengatakan, BEKRAF mempunyai visi membangun Indonesia menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia dalam ekonomi kreatif pada 2030 mendatang. Untuk mencapai visi tersebut, BEKRAF merancang enam misi besar, yaitu:

  • Menyatukan seluruh aset dan potensi kreatif Indonesia untuk mencapai ekonomi kreatif yang mandiri.
  • Menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan industri kreatif.
  • Mendorong inovasi di bidang kreatif yang memiliki nilai tambah dan daya saing di dunia internasional.
  • Membuka wawasan dan apresiasi masyarakat terhadap segala aspek yang berhubungan dengan ekonomi kreatif.
  • Membangun kesadaran dan apresiasi terhadap hak kekayaan intelektual, termasuk perlindungan hukum terhadap hak cipta.
  • Merancang dan melaksanakan strategi yang spesifik untuk menempatkan Indonesia dalam peta ekonomi kreatif dunia.

Adapun sasaran edukasi ekonomi kreatif, menurut Poppy, adalah meningkatkan jumlah pelaku kreatif, meningkatkan kualitas pelaku kreatif, dan memperluas lapangan kerja di Bidang Ekonomi Kreatif.

Poppy Savitri, Direktur Edukasi Ekonomi Kreatif BEKRAF. (Foto: Gapey Sandy)
Poppy Savitri, Direktur Edukasi Ekonomi Kreatif BEKRAF. (Foto: Gapey Sandy)
“Program Direktorat Edukasi Ekonomi Kreatif terkait suksektor Desain, Fashion, dan Kriya terdiri dari keberlanjutan program yang diawali dengan ORBIT sebagai seleksi desainer Indonesia, lalu “disalurkan” ke IKKON atau Inovatif dan Kreatif melalui Kolaborasi Nusantara, kemudian bergabung dalam KOPIKKON yaitu Koperasi Inovatif dan Kreatif melalui Kolaborasi Nusantara, dan turut aktif mengembangkan program CREATE atau Creative, Training & Education,” tuturnya.

Penerapan pola pikir kreatif pada produk lokal, kata Poppy lagi, dapat menghasilkan kemungkinan-kemungkinan baru yang dapat meningkatkan nilai ekonomis maupun estetis produk tersebut, serta dapat memunculkan identitas bangsa bahkan ikon-ikon baru dari Indonesia di mata internasional.

“Salah satu karya nyata yang membanggakan adalah Batik Tulis dari Brebes yang sudah dikembangkan oleh IKKON Brebes. Batiknya tidak lagi hanya dimanfaatkan sebatas untuk fesyen busana saja, tapi juga untuk kepentingan lain, seperti asesoris meja makan dan tempat tidur. Bahkan, salah satu hotel di Brebes sudah mempergunakan Batik Tulis dari wilayah setempat sebagai asesoris maupun desain interior ruang demi ruangnya. Selain itu, Batik Tulis Brebes yang diproduksi Sylvie Romi dan Tarkinah asal Desa Bentas, Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes pernah meraih sukses di Kota Milan, Italia,” urainya.

Contoh motif Batik Pekalongan. (Foto: Gapey Sandy)
Contoh motif Batik Pekalongan. (Foto: Gapey Sandy)
Lestarikan Kekuatan Batik Indonesia

Di sisi lain, Ketua Yayasan Batik Indonesia, Nita Kenzo menerangkan, Batik Indonesia yang diakui sebagai Budaya Tak Benda Warisan Manusia oleh UNESCO karena merupakan tradisi budaya yang sudah turun temurun.

“Inilah salah satu wujud pelestarian dan pengembangannya. Sehingga pola batik Indigo bukan sekadar sesuatu yang kuno saja, tetapi kita sanggup menjawabnya dengan kekunoan itu menjadi kekinian, sehingga bisa menjadi pakaian jadi, produk interior dan sebagainya. Indonesia mempunyai kekuatan untuk bertanggung-jawab terhadap pengakuan UNESCO bahwa tradisi itu akan terus berjalan pada masa kini dan di masa mendatang. Selain tradisi, yang juga menjadi pertimbangan adalah kebiasaan sosial, dan kegiatan membatik yang masih berlanjut sampai saat ini. Apabila kelak kegiatan membatik tidak berlanjut lagi, maka akan sulit bagi kita untuk mempertahankan pengakuan UNESCO itu,” tutur Nita penuh semangat.

Nita juga mengisahkan tentang perjuangan Kota Yogyakarta yang sukses meraih pengakuan global sebagai Kota Batik Dunia.

“Kekuatan Batik Indonesia, selain karena memperoleh pengakuan UNESCO, juga karena pada tahun 2014 lalu, Yogyakarta diakui pula sebagai Kota Batik Dunia. Pemilihan ini melalui seleksi ketat karena bersaing dengan kota-kota di negara lain sedunia, diantaranya Kota Batik Dunia harus punya nilai budaya, pelestarian budaya, green value dengan menghindari penggunaan pewarnaan sintetis yang belum ramah lingkungan juga zat karsinogen yang bisa memicu kanker, menyangkut nilai ekonomi global dan kekinian yang berkesinambungan, Membicarakan batik tidak lepas dari nilai budaya. Kalau hanya semata bicara nilai ekonomi saja, maka “jatuhnya” akan menjurus kepada Batik Printing saja,” tegas Nita yang memang lahir dan bermukim di Yogyakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun