Akan tetapi, teknologi biofiltrasi di IPA Taman Kota ini rentan sekali tersusupi air laut yang efeknya bakal mematikan mikroorganisme karena mereka hanya bisa hidup di air tawar. Ironisnya, bila musim kemarau, air laut justru seringkali masuk ke daratan (intrusi).
Untuk memberi sinyal alert sewaktu-waktu air laut mulai menyusup dan mencegah jangan sampai masuk ke bak penampungan yang berisi mikroorganisme alami, maka pada tahun lalu, PALYJA mengembangkan teknologi pendeteksi air laut di pintu air (intake). Teknologi ini disebut Total Dissolve Solid (TDS) Online Analyzer. Fungsinya memberi sinyal informasi manakala air laut mulai menyentuh intake sehingga petugas dapat segera lakukan shut down operasi pengolahan air.
Efektivitas MBBR yang diterapkan di instalasi pengambilan air baku Kanal Banjir Barat ini berhasil mereduksi 87% kadar polutan amonium, sekaligus mampu mendorong produksi air baku sebanyak 550 lps yang kemudian dialirkan menuju IPA 2 Pejompongan.
“Bulan Mei 2015, operasional teknologi MBBR ini diresmikan langsung oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan mendapat apresiasi ditengah keterbatasan sumber air baku yang berasal dari sungai di Jakarta. Asal tahu saja, MBBR ini menjadi teknologi pertama pengolahan air dengan menggunakan mikroorganisme di Asia Tenggara dan Indonesia,” jelas Meyritha sambil menegaskan dampak positif MBBBR yakni meningkatkan kapasitas produksi IPA Pejompongan dari 8.800 lps menjadi 9.200 lps. “Area suplainya menyasar Jakarta Barat dan Utara.”
Teknologi MBBR juga dipraktikkan di IPA Cilandak. Efektivitasnya mampu mereduksi kadar polutan amonium pada air baku yang berasal dari Kali Krukut. Tingginya polutan ini sendiri disebabkan kepadatan rumah penduduk di sekitar kali sehingga otomatis menyebabkan tingginya limbah domestik berupa amonium. “Hasilnya, sesudah melewati uji coba, penerapan MBBR di IPA Cilandak bisa menurunkan kadar amonia hingga 70%,” bangga Meyritha.
“Teknologi DMCC ini merupakan yang pertama di Indonesia, dan mampu me-monitoring hasil produksi sampai kepada jaringan distribusi termasuk pipa juga booster-booster yang ada di area PALYJA. Monitoring-nya dilakukan seminggu tiada henti, selama 24 jam, dan kontinyu meng-update data setiap 15 detik,” ujar Emma Nedi, Production Manager PALYJA.
Layar DMCC juga menayangkan sistem Analyzer Water Treatment dan terhubung langsung dengan TDS-TDS Online Analyzer yang terpasang di lapangan. “Sehingga kita bisa mengetahui misalnya, kadar kekeruhan, pH air dan sebagainya pada setiap proses pengolahan air, misalnya ketika proses koagulasi dan flokulasi,” jelasnya.
DMCC juga sanggup memantau berapa air terpompakan pada masing-masing pompa yang tersebar di berbagai wilayah. “Jadi, dengan mudah kita dapat mengetahui secara real time, berapa kapasitas produksi air bersih yang sudah didistribusikan dari IPA 1 Pejompongan ini. Sedangkan untuk jaringan, DMCC juga mampu melakukan pemantauan secara rinci dan up to date sehingga berapa kapasitas air baku yang masuk ke masing-masing IPA dapat diketahui secara mudah juga pasti,” urai Emma sambil memperlihatkan salah satu layar monitor DMCC.
Saking hebatnya teknologi DMCC, perhitungan jumlah air baku yang masuk dari berbagai sumber, lalu menjalani treatment di IPA, kemudian keluar sebagai air bersih yang dipasok ke seluruh pelanggan dapat terukur secara cermat. Ke depan, malah akan ada sistem yang lebih unggul dan advance lagi daripada DMCC.