Tahukah Anda, ternyata ketahanan air bersih di Jakarta itu sangat mengkhawatirkan?
Studi yang dilakukan PAM Jaya menguraikan, bila lebih dari 10 juta penduduk yang tinggal di ibu kota membutuhkan 100 liter air per hari per orang. Itu artinya Jakarta butuh air sebanyak 26.100 liter per detik (litre per second/lps). Tapi apa daya, kebutuhan air bersih yang dapat dipenuhi oleh dua operator (PALYJA dan AETRA) hanya sebanyak 17.000 liter per detik. Angka yang jauh dari seimbang ini mengartikan bahwa ketahanan air bersih di Jakarta rawan banget atau hanya 3%. Telak-telak studi itu menyimpulkan, ibu kota masih kekurangan air bersih 9.100 liter per detik.
Parahnya lagi, kedua operator tadi pun bukannya meningkatkan kapasitas produksi untuk menciutkan jumlah defisit air bersih Jakarta, mereka malah 'memencet tanda bahaya' pasokan air baku. Waduuhhh… cilaka!
Sebagai operator yang mengolah air baku di atas permukaan tanah menjadi air bersih, wajarlah keduanya kelimpungan. Alasannya, dari 13 sungai yang ada di Jakarta, ternyata hanya 2 sungai saja yang airnya layak dijadikan air baku. Keduanya adalah Kali Krukut dan sungai Cengkareng drain, yang menyokong hanya 5,7% saja dari total operasional pengolahan air bersih. Ironisnya, semakin hari kualitas air di dua sungai ini malah terus merosot.
Lalu dari mana kedua operator memperoleh pasokan air baku? Mau enggak mau ya dari luar kota! PALYJA misalnya, mendatangkan pasokan air baku dari Waduk Jatiluhur sebanyak 62,5%. Sedangkan 31,8% lagi dibeli dari PDAM Tangerang (IPA Serpong 31% dan Cikokol 0,8%).
Jeleknya lagi, angka pasokan air baku dari dalam dan luar kota tadi jumlahnya tidak pernah bertambah sejak 1998 lalu. Jangankan bertambah, malah pasokan air baku itu justru sering error. Misalnya, Kanal Tarum Barat (Kalimalang) yang selama ini menjadi saluran distribusi air baku Waduk Jatiluhur merupakan saluran terbuka yang rentan gangguan, mulai dari kebiasaan masyarakat membuang limbah seenaknya, dan faktor bencana alam seperti tanggul longsor.
![Kompasiana Visit Palya di lokasi IPA 1 Pejompongan, Jakarta Pusat. (Foto: Gapey Sandy)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/11/07/vita-11-581fe442d292733b29905941.jpg?t=o&v=770)
Peserta juga melihat langsung Stasiun Pompa di RW 04 Kembangan Utara milik Sudin Pekerjaan Umum Tata Air Kota Administrasi Jakarta Barat, yang lokasinya persis di bibir sungai Cengkareng drain.
Menurut Meyritha Maryanie selaku Corporate Communicatuins and Social Responsibility Division Head PALYJA, pihaknya memiliki 7 IPA dengan beraneka kapasitas produksi. IPA 1 Pejompongan berkapasitas 2.000 lps, IPA 2 Pejompongan (3.600 lps), IPA Cilandak (400 lps), dan IPA Taman Kota (150 lps).
![Pengolahan air bersih di Palyja tepatnya di IPA 1 Pejompongan. (Foto: Gapey Sandy)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/11/07/vita-9-581fe7a15397733c125f3818.jpg?t=o&v=770)
IPA yang dimiliki Jakarta, saat ini usianya sudah tidak muda lagi. Makanya, untuk menjaga efektivitas dan efisiensi produksi diperlukan investasi dan inovasi teknologi. Kalau hanya mengandalkan sistem pengolahan air konvensional niscaya operasional produksi tidak bisa berjalan baik. Karena, kualitas air baku di IPA semakin menurun dari tahun ke tahun,” ujar Meyritha.
Beberapa teknologi tersebut misalnya, pertama, biofiltrasi. Seperti yang disaksikan sendiri oleh para Kompasianer, IPA Taman Kota termasuk yang sukses menerapkan teknologi dengan memanfaatkan penggunaan mikroorganisme alami yang hidup di air ini. Padahal, sejak 2007 lalu, IPA Taman Kota sempat mangkrak tak beroperasi lantaran kualitas air baku yang bersumber dari sungai Cengkareng drain begitu buruk dengan tingginya kandungan amonium. Lima tahun kemudian, tepatnya Juli 2012, berkat teknologi biofiltrasi yang dikembangkan PALYJA dengan supervisi dari SUEZ selaku induk perusahaan dan BPPT, maka mesin-mesin di IPA Taman Kota pun kembali beroperasi.
Akan tetapi, teknologi biofiltrasi di IPA Taman Kota ini rentan sekali tersusupi air laut yang efeknya bakal mematikan mikroorganisme karena mereka hanya bisa hidup di air tawar. Ironisnya, bila musim kemarau, air laut justru seringkali masuk ke daratan (intrusi).
Untuk memberi sinyal alert sewaktu-waktu air laut mulai menyusup dan mencegah jangan sampai masuk ke bak penampungan yang berisi mikroorganisme alami, maka pada tahun lalu, PALYJA mengembangkan teknologi pendeteksi air laut di pintu air (intake). Teknologi ini disebut Total Dissolve Solid (TDS) Online Analyzer. Fungsinya memberi sinyal informasi manakala air laut mulai menyentuh intake sehingga petugas dapat segera lakukan shut down operasi pengolahan air.
![Meyritha Maryanie, Corporate Communications and Social Responsibility Division Head Palyja. (Foto: Gapey Sandy)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/11/07/meyritha-2-581fe7c4dd22bdc7098b4567.jpg?t=o&v=770)
Efektivitas MBBR yang diterapkan di instalasi pengambilan air baku Kanal Banjir Barat ini berhasil mereduksi 87% kadar polutan amonium, sekaligus mampu mendorong produksi air baku sebanyak 550 lps yang kemudian dialirkan menuju IPA 2 Pejompongan.
“Bulan Mei 2015, operasional teknologi MBBR ini diresmikan langsung oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan mendapat apresiasi ditengah keterbatasan sumber air baku yang berasal dari sungai di Jakarta. Asal tahu saja, MBBR ini menjadi teknologi pertama pengolahan air dengan menggunakan mikroorganisme di Asia Tenggara dan Indonesia,” jelas Meyritha sambil menegaskan dampak positif MBBBR yakni meningkatkan kapasitas produksi IPA Pejompongan dari 8.800 lps menjadi 9.200 lps. “Area suplainya menyasar Jakarta Barat dan Utara.”
Teknologi MBBR juga dipraktikkan di IPA Cilandak. Efektivitasnya mampu mereduksi kadar polutan amonium pada air baku yang berasal dari Kali Krukut. Tingginya polutan ini sendiri disebabkan kepadatan rumah penduduk di sekitar kali sehingga otomatis menyebabkan tingginya limbah domestik berupa amonium. “Hasilnya, sesudah melewati uji coba, penerapan MBBR di IPA Cilandak bisa menurunkan kadar amonia hingga 70%,” bangga Meyritha.
![Ruangan DMCC Palyja di IPA 1 Pejompongan. (Foto: Gapey Sandy)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/11/07/vita-7-581fe7f4959373ea11876cc3.jpg?t=o&v=770)
“Teknologi DMCC ini merupakan yang pertama di Indonesia, dan mampu me-monitoring hasil produksi sampai kepada jaringan distribusi termasuk pipa juga booster-booster yang ada di area PALYJA. Monitoring-nya dilakukan seminggu tiada henti, selama 24 jam, dan kontinyu meng-update data setiap 15 detik,” ujar Emma Nedi, Production Manager PALYJA.
Layar DMCC juga menayangkan sistem Analyzer Water Treatment dan terhubung langsung dengan TDS-TDS Online Analyzer yang terpasang di lapangan. “Sehingga kita bisa mengetahui misalnya, kadar kekeruhan, pH air dan sebagainya pada setiap proses pengolahan air, misalnya ketika proses koagulasi dan flokulasi,” jelasnya.
DMCC juga sanggup memantau berapa air terpompakan pada masing-masing pompa yang tersebar di berbagai wilayah. “Jadi, dengan mudah kita dapat mengetahui secara real time, berapa kapasitas produksi air bersih yang sudah didistribusikan dari IPA 1 Pejompongan ini. Sedangkan untuk jaringan, DMCC juga mampu melakukan pemantauan secara rinci dan up to date sehingga berapa kapasitas air baku yang masuk ke masing-masing IPA dapat diketahui secara mudah juga pasti,” urai Emma sambil memperlihatkan salah satu layar monitor DMCC.
Saking hebatnya teknologi DMCC, perhitungan jumlah air baku yang masuk dari berbagai sumber, lalu menjalani treatment di IPA, kemudian keluar sebagai air bersih yang dipasok ke seluruh pelanggan dapat terukur secara cermat. Ke depan, malah akan ada sistem yang lebih unggul dan advance lagi daripada DMCC.
Keempat, teknologi jaringan distribusi juga dilakukan PALYJA. Misalnya, meningkatkan kualitas air bersih di jaringan atau re-Klorinasi pada booster pump di kawasan Grogol, Gajah Mada dan Tubagus Angke. Juga, pemasangan keran atau motorized valve guna mengendalikan pasokan air ke pelanggan secara otomatis.
![Emma Nedi, Production Manager Palyja. (Foto: Gapey Sandy)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/11/07/emma-nedi-581fe81bdd22bd170a8b4567.jpg?t=o&v=770)
Deteksi kehilangan air juga dilakukan PALYJA menggunakan teknologi Kamera JD7, utamanya pada pipa primer yang tertanam didalam tanah dengan cara merekam segala bentuk audio dan visual sebagai indikatornya.
“Kamera JD7 bisa ‘berjalan’ sepanjang 1 kilometer di dalam pipa primer itu. Kami satu-satunya operator air bersih pengguna kamera canggih ini,” tutur Meyritha seraya menambahkan bahwa pihaknya juga melakukan penggantian meter air dan bekerjasama dengan Kepolisian untuk menangani kasus hukum kepada pelaku pencurian air.
Khusus soal kehilangan air ini, Meyritha membeberkan, prosentasenya pada 1998 mencapai 59,4%, dan saat ini semakin baik karena mencapai 39,3%. “Lagi-lagi, hal ini memang bukan hal mudah untuk mengatasinya. Seandainya pun angka pencurian air bisa dihilangkan sama sekali atau 0%, maka tidak akan dapat secara drastis mengurangi prosentase kehilangan air yang mencapai 39,3%. Karena pencurian air hanya menyumbang sekitar 9% dari total 39,3% prosentase kehilangan air. Adapun yang paling ampuh menurunkan kehilangan air adalah dengan mengganti jaringan pipa. Karena, pipa yang khususnya berada di area jaringan PALYJA bahkan sudah beroperasi sejak tahun 1922. Penggantian pipa ini jelas perlu investasi. Sementara investasi, di antara variabelnya adalah memerlukan kenaikan tarif, water charge dan sebagainya,” jelas Meyritha.
Hingga kini, PALYJA sudah memperbaiki kebocoran sebanyak 28.067. Adapun jaringan yang sudah diinvestigasi mencapai 4.906 kilometer, dengan berhasil menyelamatkan air bersih sebanyak 3 juta m3.
Keenam, inovasi teknologi layanan pelanggan tak ketinggalan untuk dimodernisasi. Seperti misalnya, mengoperasikan PALYJA Care yang buka 24 jam, dengan 23 partner yang memiliki ribuan loket untuk mempermudah pembayaran tagihan air. Selain itu, layanan pelanggan juga dipercanggih dengan Online Meter Reading dan Bill on Spot.
![IPA Taman Kota. (Foto: Gapey Sandy)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/11/07/vita-10-581fe8482623bd3b2a0729a9.jpg?t=o&v=770)
![Kompasianer ketika visit ke IPA Taman Kota. (Foto: Gapey Sandy)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/11/07/vita-3-581fe885147b61ea33a7b2db.jpg?t=o&v=770)
Jangan bayangkan luas area IPA Taman Kota sama seperti di IPA 1 Pejompongan, karena memang lebih kecil malah terkesan sempit. Lokasinya pun berada di tengah pemukiman warga. Tapi biar begitu, IPA Taman Kota yang sudah berdiri dan beroperasi sejak 1982 ini sanggup menghasilkan air bersih dengan kapasitas 150 lps untuk 'mengairi' wilayah Cengkareng Barat dan Kalideres.
Lokasi IPA Taman Kota yang berjarak sekitar 5 Km dari laut memang menimbulkan risiko tersendiri. Maklum, mikroorganisme alami pada teknologi biofiltrasi hanya sanggup mengolah air baku tawar saja. Artinya, begitu kena asinnya air laut mikroorganisme ini justru klepek-klepek, mati.
Dijumpai penulis di ruang kerjanya, Vita Chandra Dewi, Kepala IPA Taman Kota menguraikan tahapan proses pengolahan air di instalasi yang sudah berdiri dan beroperasi sejak 1982 ini. “Berawal dari proses pengambilan air baku atau intake yang jaraknya sekitar 1,5 kilometer dari IPA Taman Kota ini. Setelah kami ambil air bakunya, kemudian masuk ke pipa air baku untuk kami injeksi koagulan suapaya turbidity-nya mengendap dan berdampak pada kekeruhan air yang semakin jernih. Lalu kami berikan juga karbon aktif untuk mereduksi kandungan deterjen. Dari situ kemudian air masuk ke unit koagulasi (proses pengadukan cepat dengan menggunakan koagulan) dan flokulasi (pengadukan lambat yang bertujuan memperbesar ukuran flok atau gumpalan sehingga dapat mudah mengendap), dan berlanjut ke sedimentasi untuk mengendapkan kekeruhan,” tuturnya seraya menambahkan bahwa air baku atau proses intake IPA Taman Kota bersumber dari sungai Cengkareng drain yang merupakan anak sungai dari Kali Pesanggrahan.
![Vita Chandra Dewi selaku Kepala IPA Taman Kota. (Foto: Gapey Sandy)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/11/07/vita-581fe8bf53977347125f3818.jpg?t=o&v=770)
![Teknologi Biofiltrasi di IPA Taman Kota. (Foto: Gapey Sandy)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/11/07/vita-2-581fe8ddf17a61c40c369a2f.jpg?t=o&v=770)
“Dari unit biofiltrasi yang menggunakan media crosspack ini, air kemudian dipompa ke unit reservoir biofiltrasi untuk selanjutnya dialirkan lagi menuju unit filter berikutnya. Ini adalah proses penyaringan sisa partikel padat yang kemungkinan masih terbawa dalam air bersih keluaran dari biofiltrasi dengan menggunakan media penyaring pasir silika. Demi menjaga fungsi pasir silika selalu dalam kondisi prima sebagai media penyaringannya, maka dilakukan proses backwash setiap 24 jam sekali,” urai Vita.
Proses pengolahan air bersih masih berlanjut. Sesudah dilakukan penyaringan menggunakan media penyaring pasir silika, kata Vita, air kemudian dialirkan menuju reservoir air bersih untuk diinjeksi desinfektan berupa zat kimia Chlorine dengan durasi waktu 1 jam.
“Ini untuk membunuh bakteri. Memang tidak semua Chlorine hilang dalam proses desinfektan, tetapi disisakan prosentasenya sesuai peraturan yang berlaku agar dalam distribusi air bersih ke pelanggan proses removal bakteri terus berlangsung. Alhasil, air bersih yang sampai ke pelanggan aman untuk dikonsumsi. Selesai proses pemberian desinfektan zat kimia Chlorine, air kemudian dipompakan melalui pipa distribusi,” tutur wanita berjilbab dan berkacamata ini.
![Kompasianer juga berkunjung ke Stasiun Pompa RW 04 Kembangan Utara ini. (Foto: Gapey Sandy)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/11/07/vita-12-581fe932147b61fb33a7b2dc.jpg?t=o&v=770)
![Intake dari sungai Cengkareng drain inilah pasokan air baku untuk diolah menjadi air bersih di IPA Taman Kota. (Foto: Gapey Sandy)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/11/07/vita-4-581fe9676823bd680ad25610.jpg?t=o&v=770)
PALYJA adalah kependekan dari PAM Lyonnaise Jaya. Ini merupakan perusahaan swasta yang pemegang saham mayoritasnya (51%) dikuasai Suez yang bermarkas di Paris, Perancis dan Astratel Nusantara (49%).
Pada Juni 1997, tercapai kesepakatan kerjasama antara PAM Jaya (operator air bersih Jakarta) dengan SUEZ Environment (area pelayanan Barat Jakarta), dan Thames Water (area pelayanan Timur Jakarta).
Bentuk kerjasamanya berupa pendelegasian pengelolaan air bersih dari PAM Jaya kepada swasta dalam bentuk kerjasama selama 25 tahun. Segala aset utilitas akan dikembalikan kepada PAM Jaya ketika kontrak berakhir. Lingkup kerjasamanya meliputi produksi dan distribusi, layanan pelanggan, perawatan dan rehabilitasi, serta investasi.
Hingga akhir 2015, sambungan air bersih (jumlah pelanggan) meningkat menjadi 404.769 sambungan dibandingkan 1998 dengan sebanyak 201.000 sambungan. Volume akhir air terjual mencapai 160,3 juta m3 dibandingkan 89 juta m3 pada 1998. Akses air bersih juga meningkat drastis menjadi 73,23% dari hanya 32% pada 1998.
![Seorang warga mendapat ikan dari memancing jelang sore di sebelah Stasiun Pompa RW 04 Kembangan Utara. (Foto: Gapey Sandy)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/11/07/vita-8-581fe9a6137b61ff088b4568.jpg?t=o&v=770)
* * * *
Klik VLOG Kompasiana Visit ke PALYJA ini di sini dan di sini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI