Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Tangsel dan Ancaman 800 Ton Sampah Per Hari

17 Oktober 2016   09:22 Diperbarui: 17 Oktober 2016   13:14 970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekspresi kekesalan warga terhadap pelaku pembuangan sampah sembarangan. (Foto: Gapey Sandy)

Dari volume sampah sebanyak itu, ada sekitar 250 ton yang dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir Sampah Cipeucang di Serpong. Selain itu, kami juga terbantu dengan adanya para pengepul barang-barang bekas yang memilah dan memilih sampah demi kepentingan bisnis, belum lagi aktivitas di TPS3R (Tempat Pengelolaan Sampah Reuse Reduce Recycle) dan komunitas bank-bank sampah, termasuk perumahan-perumahan besar di Tangsel yang sudah mengelola sampah secara mandiri.

Bagaimana teknis pengolahan sampah di TPA Cipeucang yang merupakan satu-satunya milik Tangsel?

Kita melakukan sanitary landfill. [Penelusuran referensi online mengartikan, metode ini adalah membuang dan menumpuk sampah ke suatu lokasi yang cekung, memadatkan sampah tersebut kemudian menutupnya dengan tanah. Metode ini dapat menghilangkan polusi udara.] Pada intinya, kami mengelola sampah dengan baik apalagi kami sudah mengetahui struktur sampah dan sebagainya.

Karena sampah organik di Tangsel ini dominan mengandung air, maka untuk menguranginya --- selain mengandalkan 3R --- maka harus dihilangkan kandungan airnya terlebih dahulu. Caranya bagaimana? Nah, sekarang kami mencoba untuk melakukannya dengan cara gampang yakni di-press. Penge-press-an ini dilakukan supaya air di sampah itu keluar, sehingga kandungan air di sampah menjadi berkurang. Air yang keluar dari sampah hasil penge-press-an ini belum termasuk yang beracun, belum menjadi air lindi. Metode ini dilakukan tidak hanya di TPA Cipeucang saja, tapi juga di depo-depo dan juga tempat-tempat pembuangan sampah sementara yang kami miliki.

Satu-satunya TPA di Cipeucang milik Tangsel yang semakin penuh. (Foto: FORKAS)
Satu-satunya TPA di Cipeucang milik Tangsel yang semakin penuh. (Foto: FORKAS)
TPA Cipeucang, Tangsel. (Foto: FORKAS)
TPA Cipeucang, Tangsel. (Foto: FORKAS)
Praktiknya di mana saja itu?

Kami memulai dari timbunan sampah yang banyak airnya yaitu yang berada di pasar-pasar. Dalam APBN Perubahan ini kami sudah mengajukan untuk pembelian alat penge-press-an sampah. Penge-press-an ini sangat berdayaguna. Karena, sampah yang sudah di-press, maka kandungan airnya akan berkurang drastis, barulah kemudian kita buang ke TPA Cipeucang. Pola ini sangat lumayan karena mampu mengurangi 30 – 40 persen dari total volume sampah yang dibuang ke TPA Cipeucang.

Contohnya, di Pasar Ciputat, yang setiap hari volume sampahnya mencapai enam truk, sesudah sampahnya dilakukan penge-press-an maka volumenya berkurang lantaran kandungan airnya sudah dikeluarkan. Otomatis juga, potenasi airnya tidak beracun  karena sampahnya sudah di-press sehingga kering.

Berapa pasar yang akan disediakan alat penge-press-an sampah itu?

Kami baru melihat alat press-nya itu. Mungkin segera akan dilaksanakan di Pasar Ciputat. Kemudian, pada 2017, giliran Pasar Jombang dan Pasar Cimanggis. Kenapa? Karena kami memantau bahwa volume sampah di tiga pasar ini terbilang besar. Tahun ini, kami beli satu unit alat press sampah. Insya Allah, tahun depan, kami beli alat press-nya sebanyak tiga unit. Harganya, sesuai e-catalogue, tergantung dari berapa volume sampah yang hendak dilakukan penge-press-an. Kisaran harganya sekitar Rp 1 miliar. Mahal memang, tapi manfaatnya besar.

Selain itu, dengan melakukan penge-press-an sampah, menghindari dampak polusi lingkungan karena sampah hasil press-nya sudah dalam kondisi kering.

Berdalih bukan membuang sampah sembarangan, tetapi menitipkan sampah di pinggir jalan. Alamak! (Foto: Gapey Sandy)
Berdalih bukan membuang sampah sembarangan, tetapi menitipkan sampah di pinggir jalan. Alamak! (Foto: Gapey Sandy)
Ekspresi kekesalan warga terhadap pelaku pembuangan sampah sembarangan. (Foto: Gapey Sandy)
Ekspresi kekesalan warga terhadap pelaku pembuangan sampah sembarangan. (Foto: Gapey Sandy)
Dari fakta-fakta itu, apa yang bisa ditarik menjadi kesimpulan terkait pengelolaan sampah di Tangsel?   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun