“Persepsi yang terbentuk selama ini adalah dunia perbankan itu kaku dan formal, tetapi karena trend sudah berubah, maka kini persepsi tersebut harus diubah. Istilahnya, kalau dulu kita meyakini bahwa dunia itu bulat, maka kini tidak lagi, karena dunia saat ini sudah datar atau flat. Maknanya adalah, secara digital bila ada kejadian sesuatu di belahan bumi mana pun, maka seluruh orang akan dengan cepat mengetahuinya. Contoh, peristiwa penembakan warga sipil di Paris, Perancis, yang berubah menjadi isu dunia hanya dalam hitungan detik. Semua moment adalah milik dunia berkat perkembangan teknologi digital dan media sosial yang begitu cepat,” papar Gandhy.
Di antara upaya melakukan perubahan konstruktif dan adaptif adalah bank harus banyak mendengar apa yang menjadi kebutuhan para (calon) nasabahnya. “Sekarang saatnya bank itu mendengar. Danamon masuk ke media sosialnya bertujuan untuk mendengar teman-teman semua sehingga kami bisa memahami lebih baik, apa yang diinginkan oleh teman-teman. Dulu, bank yang merasa paling tahu bahwa produk yang cocok untuk A adalah 'ini', dan tabungan yang tepat untuk si B adalah 'itu'. Sehingga produk bank yang ada menjadi terbatas. Kini, semua itu harus diubah. Bank yang justru harus lebih banyak mendengar dan memenuhi kebutuhan sesuai harapan nasabahnya. Misalnya, akun media sosial @HelloDanamon yang merupakan layanan service dan product. Laporkan, semudah nge-tweet di Twitter, selama 24 jam seminggu penuh. Sehingga bank itu sekarang sudah tidak boleh 'tidur'. Kami siap untuk mendampingi teman-teman semua. Selain itu, kami sadar bahwa masalah kecepatan layanan, begitu dibutuhkan untuk saat ini,” jelas Gandhy.
Setelah wajib mendengar, imbuhnya lagi, bank juga harus bersama-sama membangun sebuah cerita bersama, dalam hal ini antara Bank Danamon dengan komunitas. “Netizen itu seperti layaknya citizen, pasti mereka akan berkumpul. Nah, bagaimana cara kami bisa masuk dan bersosialisasi lebih cepat adalah melalui komunitas. Strategi masuk ke komunitas adalah blueprint yang tengah saya bangun dengan divisi Digital & Online Communication. Yang menjadi sasaran adalah interest daripada komunitas tersebut. Karena, komunitas itu berkumpul akibat interest yang sama. Nah, untuk itu kami akan jajaki mana layanan dan produk yang bisa kami berikan sesuai dengan interest dari komunitas tersebut,” tutur Gandhy dalam wawancara eksklusif bersama penulis.
Enam akun media sosial Danamon yang sudah terstruktur itu adalah:
- @Danamon yang difokuskan untuk masyarakat yang ingin mendapatkan kabar terbaru mengenai akses informasi seputar korporasi, edukasi perbankan, kegiatan sosial dan lowongan pekerjaan.
- @myDanamon yang menyediakan layanan khusus bagi siapa saja yang ingin selalu up to date dengan memperoleh referensi tentang gaya hidup terkini bersama Danamon, juga kiat cerdas mengelola keuangan personal.
- @HelloDanamon merupakan layanan customer service 24 jam untuk menyuguhkan informasi, solusi atas produk maupun layanan Danamon.
- @KartuDanamon adalah untuk mereka yang membutuhkan informasi kartu debit dan kartu kredit Danamon Visa, Mastercard, dan Amex.
- Adapun dua akun media sosial lagi yaitu business banking, yakni @DanamonBiz dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang membutuhkan solusi, informasi cerdas dan wawasan dunia bisnis.
- Dan, @DanamonDSP yang dikelola secara profesional untuk menjawab kebutuhan masyarakat akan inspirasi dan tips dalam memulai serta mengelola usaha mikro.
Menurut Gandhy, berinteraksi dengan komunitas tidak saja dilakukan melalui enam akun Danamon di media sosial itu, tapi juga tetap perlu interaksi tatap muka dan temu secara fisik dengan segenap komunitas. “Ini ‘kan manusiawi. Misalnya, dengan cara melakukan gelar acara Nangkring Bareng seperti yang dilakukan bersama Kompasiana. Selain itu, kami tak perlu khawatir untuk melayani beragam komunitas dengan beraneka strata. Karena, Danamon sudah memiliki semua produk yang kiranya dapat memenuhi kebutuhan segenap komunitas,” terangnya.
Masyarakat, ujar Gandhy, pasti punya strata berbeda-beda. Sama juga dengan komunitas. Nah, Danamon memiliki semua produk yang dapat memenuhi kebutuhan mereka semua, mulai dari produk mikro sampai korporasi. “Makanya, aneka ragam strata masyarakat ini tidak menjadi masalah bagi Danamon karena memang sudah memiliki produk sesuai dengan banyak strata, tinggal masalahnya kami melakukan komunikasi bersama komunitas,” tuturnya sambil menegaskan tekad untuk menjadikan Danamon sebagai the most preferred bank untuk nasabah. “Kami ingin terpilih bukan karena nasabah terpaksa, atau kondisi yang mengakibatkan pilihan itu, tetapi nasabah secara sadar memilih kami, dengan alasan ingin menjadikan Danamon sebagai bagian dari cerita sang nasabah.”
Mengomentari strategi pemasaran Danamon yang di usia 60 tahun mengincar pasar komunitas, Iskandar Zulkarnaen selaku Assistant Manager Kompasiana berpesan, jangan terlalu "terburu-buru" acapkali Danamon menjangkau komunitas melalui media sosial.
“Pilihan strategi marketing yang diambil Danamon dengan menjangkau komunitas merupakan pilihan yang berani bagi sebuah bank mendeklarasikan diri masuk ke komunitas. Meskipun pilihan ini sudah didahului dengan mengidentifikasi dunia komunitas sekaligus mengantisipasi berbagai kemungkinan yang bisa saja terjadi, sehingga malah menganggap hal demikian sebagai tantangan. Jangan terlalu ingin cepat-cepat, harus pelan-pelan dan sabar ketika masuk di komunitas. Saya juga ingatkan agar jangan terlalu memasang target yang “sadis”, harus melihat dulu apa yang sebetulnya bisa dan tidak bisa dilakukan oleh komunitas. Karena, tidak semua komunitas bisa dimasuki oleh Danamon,” pesan Isjet, sapaan akrabnya.