Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Hari Radio: Dari Selebriti Siaran Sampai Demokrasi

11 September 2016   08:32 Diperbarui: 11 September 2016   11:25 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desta & Gina in the morning di Radio Prambors. (Sumber: website PramborsFM)

“Sayangnya, hasil riset ini tidak menyebut bagaimana pertumbuhan belanja iklan untuk radio. Apakah anjlok atau ikut terkerek menikmati pertumbuhan 18 persen ini?” ujarnya.

Asri Welas dan Steny Agustaf, duet penyiar Radio DeltaFM. (Sumber: website DeltaFM)
Asri Welas dan Steny Agustaf, duet penyiar Radio DeltaFM. (Sumber: website DeltaFM)
Novita Angie dan Lembu Wiworo Jati yang siaran di Radio Cosmopolitan FM. (Sumber: website Radio Cosmopolitan FM)
Novita Angie dan Lembu Wiworo Jati yang siaran di Radio Cosmopolitan FM. (Sumber: website Radio Cosmopolitan FM)
Ia juga mengutip pendapat Ketua Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) Bali, Komang Agus Satuhedi yang menyampaikan, data belanja iklan radio (radio advertising expenditure) menunjukkan alokasi belanja iklan untuk radio rata-rata hanya 0,7 persen dari total belanja iklan di media secara keseluruhan (advertising expenditure)dan pertumbuhannya rata-rata hanya 7 persen.

“Artinya, belanja iklan radio masih bertumbuh. Namun, apakah dinikmati oleh sebagian besar radio siaran yang ada, atau hanya dinikmati segelintir radio saja? Radio sebenarnya tidak perlu bersaing dengan media lain dalam mendapatkan jatah belanja iklan, karena radio memiliki karakteristik yang berbeda dengan media lainnya. Kekuatan radio adalah suara (audio), bisa dinikmati dimana saja (apalagi dengan adanya era digital), murah, fleksibel dan tidak ribet, serta personal dan akrab. Iklannya rata-rata juga relatif lebih murah jika dibandingkan dengan TV atau suratkabar, bahkan media online. Hanya radio-radio tertentu saja yang berkategori tarif iklannya mahal,” tutur Zaini.

Sebagai gambaran, tengoklah Radio DaktaFM Bekasi yang tidak pernah sepi terima order iklan komersial. “Iklannya variatif, mulai dari produk, pendidikan, kesehatan, iklan layanan masyarakat dari Pemerintah dan sebagainya. Dalam satu hari, kami siarkan iklan sebanyak 140 sampai 150 iklan dalam bentuk spot, ekspose maupun adlip (iklan yang naskahnya dibacakan oleh penyiar),” ungkap Syifa Faradila, produser dan penyiar senior DaktaFM.

Dengan kuantitas iklan yang (masih) gemuk ini, aku Syifa, tak berlebihan kalau DaktaFM mematok target perolehan iklan sekitar Rp 7 miliar sepanjang 2016 ini. Wowwww … fantastis!

Berpose dengan studio mobile siaran luar atau Outdoor Broadcasting Van milik RRI di Kupang, NTT. (Foto: Gapey Sandy)
Berpose dengan studio mobile siaran luar atau Outdoor Broadcasting Van milik RRI di Kupang, NTT. (Foto: Gapey Sandy)
Keempat, radio harus terus jadi mesin dengar yang menggerakkan sekaligus memantau tegaknya iklim demokrasi. Sayangnya, fungsi ini yang kelihatannya masih kurang. Umumnya materi siaran radio, masih banyak yang enggan apabila harus menyiarkan hal-hal aktual dalam bingkai opini publik. Padahal, memberi ruang interaksi bagi publik untuk bersuara dan berpendapat sangatlah penting guna menciptakan kedaulatan di tangan rakyat. Kekhawatirannya memang berlebihan, karena apabila pendengar diberi kesempatan menyampaikan opini, takut malah menyuarakan ujaran kebencian (hate speech). Ya, ini risiko perjuangan. Bukan berarti karena risikonya tinggi, maka kanal-kanal bagi publik untuk berpendapat melalui siaran radio malah ditutup. Tetaplah dibuka dengan cara elegan, kreatif dan mencerdaskan.

Akhirnya, Selamat Hari Radio Republik Indonesia, dan Hari Radio Nasional! Itu saja

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun