Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Sandiwara Radio Siaga Bencana, Dari Telinga Jadi Sikap dan Budaya (#2)

26 Agustus 2016   10:43 Diperbarui: 7 Juli 2019   12:39 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sutopo Purwo Nugroho, Kapusdatin dan Humas BNPB. Sandiwara radio menjadi salah satu upaya sosialisasi siaga bencana dengan cara informal dan efektif. (Foto: Gapey Sandy)


Sandiwara radio Asmara di Tengah Bencana (ADB) produksi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mendapat sambutan luar biasa, utamanya dari segenap pengelola dan pendengar stasiun radio di lokasi-lokasi rawan bencana. Hal ini bisa dipahami karena ADB memang sengaja dikemas untuk menjadi salah satu upaya BNPB dalam melakukan sosialisasi pendidikan kebencanaan sekaligus meningkatkan kesiap-siagaan masyarakat terhadap bencana.

- - [Tonton VLOG, dan baca juga Tulisan Sebelumnya] - -

 

Sandiwara radio ADB diputarkan sejak Kamis, 18 Agustus 2016 kemarin dan akan selesai pada 50 hari mendatang. Ya benar, ADB diproduksi ‘hanya’ 50 episode yang masing-masing berdurasi 30 menit. Ada 20 stasiun radio yang mengudarakannya, dan berlokasi di Pulau Jawa, tepatnya di lokasi-lokasi rawan bencana. Tak hanya sandiwara radio saja yang diputar secara serentak pada jam 19.00 – 19.30 wib, tetapi ada juga sisipan Iklan Layanan Masyarakat atau Public Service Announcement (PSA) dari BNPB, dan diakhiri pula dengan kuis yang semakin menabalkan respon masyarakat melalui pesan layanan singkat (SMS) ke penyiar yang bertugas di studio.

Ke-20 radio itu tersebar mulai dari Jawa Timur dengan empat radio (GE FM - Madiun, Senaputra FM - Malang, Gema Surya FM - Ponorogo, dan Soka FM - Jember), Jawa Tengah (SPS FM - Salatiga, Studio 99 FM - Purbalingga, CJDW FM - Boyolali, Radio H FM - Karanganyar, dan Merapi Indah FM - Magelang), Yogyakarta (EMC FM - Yogyakarta, dan Persatuan FM - Bantul), Jawa Barat dan Banten (Gamma FM - Majalengka, Fortuna FM - Sukabumi, Aditya FM - Subang, Thomson FM - Bandung, Elpass FM - Bogor, HOT FM - Serang, dan GeNJ FM - Rangkasbitung). Menariknya, tidak semua stasiun yang memutarkan ADB adalah radio siaran swasta nasional, tetapi ada juga dua radio komunitas, yaitu di Klaten (Radio Komunitas Lintas Merapi FM), dan Kediri (Radio Komunitas Kelud FM).

Erupsi Gunung Merapi. (Foto: news.okezone.com)
Erupsi Gunung Merapi. (Foto: news.okezone.com)
Peta sebaran 8 radio komunitas yang berada di sekitar Gunung Merbabu dan Gunung Merapi. Semuanya tergabung dalam JALIN MERAPI. (Foto: Jalin Merapi via Google Maps)
Peta sebaran 8 radio komunitas yang berada di sekitar Gunung Merbabu dan Gunung Merapi. Semuanya tergabung dalam JALIN MERAPI. (Foto: Jalin Merapi via Google Maps)
Pilihan BNPB untuk memutarkan sandiwara radio ADB di dua radio komunitas ini memang tepat. Maklum, kedua stasiun radio ini boleh dibilang berada di “jantung” lokasi rawan bencana. Radio Komunitas Kelud FM misalnya, berlokasi di Desa Sugih Waras, Kecamatan Ngancar yang hanya berjarak sekitar 9 km dari puncak Gunung Kelud. Sedangkan Radio Komunitas Lintas Merapi FM berada di Deles, Sidorejo, Kemalang, hanya berjarak 4 km dari puncak Gunung Merapi yang artinya tepat berada di ring 1 sekaligus Kawasan Rawan Bencana (KRB) 3.

Ada tiga alasan mengapa sandiwara radio ADB --- yang naskahnya ditulis oleh S Tidjab --- memperoleh sambutan hangat. Pertama, hampir semua stasiun radio di lokasi rawan bencana sebenarnya sudah memiliki program siaran yang menginformasikan perkembangan aktual tentang segala hal terkait kewaspadaan bencana dan upaya mitigasi bencana.

Sebut saja misalnya, Radio Merapi Indah FM 104.9 MHz di Magelang yang memiliki acara Sekilas Merapi yang berisikan aneka informasi terkini seputar Magelang yang didalamnya termasuk info aktual Gunung Merapi serta hal-hal yang berkaitan dengan waspada kebencanaan. Sekilas Merapi diudarakan pada jam 06.10 – 06.20 wib dan 19.00 – 19.10 wib. Selain itu, ada juga siaran berita bertajuk Suara Jateng pada 13.00 – 13.10 wib.

Sedangkan Radio GE FM 93.8 MHz di Madiun, juga punya acara Lintas Berita yakni pada jam 08.00 – 09.00 wib. Begitu pula dengan Radio Soka FM 102.1 MHz di Jember yang senantiasa mengudarakan berita dan informasi aktual melalui Jurnal Soka pada 15.30 – 16.00 wib.

Radio Persatuan FM 107.2 MHz di Bantul menyajikan acara Info yang bermaterikan berita aktual seputar Bantul dan sekitarnya pada jam 07.00 wib dan 17.00 wib. Adapun Radio Thomson FM 99.6 MHz di Bandung juga giat menyiarkan berita --- secara serempak bersama 16 radio jaringannya --- melalui acara Seputar Jawa Barat pada setiap jam 09.00, 11.00, 13.00 dan 16.00 wib.

Dampak erupsi Gunung Kelud. (Foto: tribunnews.com)
Dampak erupsi Gunung Kelud. (Foto: tribunnews.com)
Kedua, program siaran sandiwara radio ADB yang bertujuan meningkatkan kesiagaan masyarakat terhadap bencana, justru semakin memperkuat kredibilitas sekaligus meningkatkan kualitas program siaran dari setiap stasiun radio yang berada di lokasi rawan bencana. Kesamaan tema untuk siaga bencana menjadi titik temu antara program siaran radio lokal dengan sosialisasi BNPB.

Ketiga, selain hal-hal yang melulu terkait bencana, siaran sandiwara radio ADB juga mendapat animo dan antusiasme masyarakat karena terbukti mampu membangkitkan aura nostalgia kepada masa-masa sekitar tiga dasawarsa silam, persisnya ketika sandiwara radio selalu ditunggu-tunggu siarannya.

Fakta lapangan ini membuktikan apa yang disampaikan Kapusdatin dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho pada acara Kompasiana Nangkring Bareng BNPB bertajuk Siaga Bencana Melalui Siaran Sandiwara Radio ADB, pada 18 Agustus kemarin di Hotel Dafam Teraskita, Cawang, Jakarta Timur. Menurutnya, sosialisasi kebencanaan dan mitigasi bencana dapat lebih mudah dipahami masyarakat melalui pendekatan informal. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan sandiwara radio.

“Tapi, untuk sandiwara radio, ini baru pertama kali kita coba, dan BNPB optimis bahwa ini akan banyak pendengar yang mendengarkan sandiwara radio berseri sebanyak 50 episode yang diputar melalui 20 stasiun radio yang ada di seputar Pulau Jawa ini. Durasinya adalah 30 menit setiap episode. Apalagi cerita yang diangkat adalah tentang kisah heroisme dan asmara yang seluruhnya berada didalam konteks bencana. Sehingga, kita bisa masukkan pendidikan kebencanaan dalam rangkaian cerita yang menarik ini,” optimis Sutopo.

Faktor Penyebab Bencana antara lain lemahnya penegakan hukum. (Sumber: BNPB)
Faktor Penyebab Bencana antara lain lemahnya penegakan hukum. (Sumber: BNPB)
Faktor penyebab bencana antara lain lemahnya penataan ruang. (Sumber: BNPB)
Faktor penyebab bencana antara lain lemahnya penataan ruang. (Sumber: BNPB)
Adapun target yang hendak dicapai BNPB, kata Sutopo, adalah mewujudkan masyarakat yang benar-benar paham tentang rawan bencana. Dari pesan pendidikan kebencanaan dan informasi yang disampaikan melalui sandiwara radio dapat menjadi pengetahuan, untuk kemudian menjadi sikap dan perilaku, serta berujung menjadi budaya. ”Ini merupakan proses panjang dimana sosialisasi siaga bencana harus terus disampaikan kepada segenap masyarakat,” ujarnya.

Sandiwara Radio Menambah Kesiagaan Bencana

Para pendengar sekalian / sore ini, dari lokasi rest area bawah / tampak asap mengepul ke atas // Status Gunung Kelud masih waspada / dan zona steril adalah / tiga kilometer dari kawah Kelud // (Materi siaran dan status facebook Radio Komunitas Kelud FM pada 11 Maret 2014)

Untuk para pendengar sekalian / kami sampaikan / bahwa saat ini / di kawasan puncak Gunung Kelud mulai turun hujan // Ayoooo … tingkatkan kewaspadaan / terutama untuk warga masyarakat / yang tinggal di sungai-sungai berhulu dengan puncak Kelud // (Materi siaran dan status facebook Radio Komunitas Kelud FM pada 21 Maret 2014)

Begitulah dua contoh informasi yang disampaikan kru Radio Komunitas Kelud FM, pada dua tahun silam. Tidak hanya disiarkan melalui siaran radio yang daya jangkau siarnya mencapai 5 km bahkan lebih, tapi juga diunggah secara konvergensi media melalui akun facebookRadio Kelud Fm.

Kepada penulis yang mewawancarai via telepon, Suprapto selaku pendiri Radio Komunitas Kelud FM mengatakan, stasiun radio komunitas yang dikelolanya sejak berdiri pada 11 Desember 2010 memang sangat peduli dengan masalah bencana. Khususnya yang berkaitan dengan Gunung Kelud. Maka dari itu, ketika BNPB menjalin kerjasama dengan memutarkan sandiwara radio ADB untuk sosialisasi siaga bencana, jelas hal ini menjadi sesuatu yang selaras dengan maksud dan tujuan kehadiran Radio Komunitas Kelud FM.

Suprapto pendiri Radio Kelud FM di studio siaran yang juga mengudarakan Sandiwara Radio ADB. (Foto: Dokpri. Suprapto)
Suprapto pendiri Radio Kelud FM di studio siaran yang juga mengudarakan Sandiwara Radio ADB. (Foto: Dokpri. Suprapto)
Ketika terjadi letusan sekunder Gunung Kelud pada Maret 2014, langsung disiarkan melalui siaran radio kepada pendengar. (Foto: Radio Kelud FM)
Ketika terjadi letusan sekunder Gunung Kelud pada Maret 2014, langsung disiarkan melalui siaran radio kepada pendengar. (Foto: Radio Kelud FM)
“Kita ini radio komunitas yang concern dengan masalah bencana. Terkait dengan sandiwara radio ‘Asmara di Tengah Bencana’ produksi BNPB yang juga diudarakan melalui radio kami, fakta membuktikan bahwa respon dari masyarakat adalah cukup bagus. Termasuk ada juga yang menilai sebagai layaknya nostalgia mendengarkan format siaran sandiwara radio ini. Dalam sandiwara radio produksi BNPB ini diselipkan juga beberapa sisipan Iklan Layanan Masyarakat agar masyarakat selalu waspada dan siap siaga menghadapi bencana,” tuturnya di ujung telepon.

Sejak sandiwara radio ADB diudarakan, pada 18 Agustus 2016, respon dari pendengar cukup banyak. Meskipun jangkauan siar radio kami terbatas, tapi masyarakat sangat senang mendengarnya. “Buktinya begini. Setiap selesai pengudaraan sandiwara radio, akan disampaikan pertanyaan atau kuis dari penyiar radio. Nah, para pendengar boleh mengirimkan jawabannya melalui pesan singkat atau SMS ke nomor hotline studio kami. Kemarin itu, ada pendengar yang berhasil menang kuis, dan berasal dari luar desa kami seperti dari Desa Babadan, Desa Pandan Toyo, bahkan dari luar Kecamatan Ngancar. Adapun Radio Kelud FM sendiri berada di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri,” terangnya bangga.

Suprapto menambahkan, siaga bencana yang disisipkan melalui sandiwara radio ADB, pada prinsipnya adalah supaya masyarakat siap siaga menghadapi bencana, dalam kondisi apa dan bagaimana pun. “Sebenarnya, kita sendiri sudah punya program sosialisasi waspada bencana kepada masyarakat, tetapi dengan adanya program sosialisasi juga dari BNPB maka semakin menambah kuat program yang punya tujuan sama ini. Apalagi, kualitas rekaman sandiwara radio dan Iklan Layanan Masyarakat dari BNPB ini sangat baik. Sedangkan inti materinya yaitu seruan agar masyaraat senantiasa siaga menghadapi bencana. Apabila sudah siaga, maka akan dapat menyelamatkan diri sendiri, keluarga dan orang-orang terdekat,” ujarnya.

Kru Radio Komunitas Kelud FM di puncak Gunung Kelud. (Foto: Radio Kelud FM)
Kru Radio Komunitas Kelud FM di puncak Gunung Kelud. (Foto: Radio Kelud FM)
Radio Komunitas Kelud FM tengah melakukan talkshow bersama pejabat daerah setempat. (Foto: Radio Kelud FM)
Radio Komunitas Kelud FM tengah melakukan talkshow bersama pejabat daerah setempat. (Foto: Radio Kelud FM)
Jangkauan siaran radio komunitas itu sesuai aturan adalah 5 km. Tetapi, kata Suprapto, karena posisi studio siaran Radio Komunitas Kelud FM berada di ketinggian atau di bawah kaki Gunung Kelud, maka jangkauan siaran dapat lebih jauh lagi, hingga 15-an km. “Paling jauh, siaran kami bisa disimak di ring 2 lokasi rawan bencana seperti di Kecamatan Wates juga Klaten. Artinya, kami bersyukur bahwa lokasi daerah yang paling rawan bencana dapat terjangkau oleh siaran radio kami,” paparnya.

Sewaktu erupsi Gunung Kelud pada 2014 lalu, imbuh Suprapto, pihaknya terus menyiarkan perkembangan aktual dari waktu ke waktu terkait kondisi bencana. “Informasi yang kami sampaikan berasal dari para kru yang berada di lapangan, juga dari aparat Kecamatan Ngancar, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Pos Pengamatan Gunung Kelud milik Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) dan sumber-sumber resmi lainnya. Disinilah, stasiun radio kami memainkan fungsi sebagai pihak yang menjalin informasi dari berbagai sumber-sumber resmi tadi untuk segera dan langsung disiarkan kepada masyarakat,” urainya.

Tower Radio Tetap Berdiri tapi Kabel Terbakar

Hingga 25 Agustus 2016 ini, pemutaran ADB sudah mencapai episode ketujuh. Pada awal masa pemutarannya, respon pendengar dirasa masih belum memuaskan. Tetapi ketika sudah memasuki episode ketiga dan seterusnya, semakin banyak respon positif yang muncul dari masyarakat pendengar. Demikian disampaikan Sukiman, pendiri Radio Komunitas Lintas Merapi FM yang berlokasi di Dusun Deles, Desa Sidorejo Kecamatan Kemalang Kota Klaten, atau hanya berjarak 4 km saja dari kawah Gunung Merapi. Selain itu, lokasi radio ini hanya kurang dari 2 km saja dari kediaman juru kunci Gunung Merapi yakni almarhum Mbah Marijan di Dusun Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sukiman, pendiri Radio Komunitas Lintas Merapi FM. (Foto: Dokpri. Sukiman)
Sukiman, pendiri Radio Komunitas Lintas Merapi FM. (Foto: Dokpri. Sukiman)
Ya, karena di Lintas Merapi kaitannya dengan kebencanaan banyak didengar masyarakat. Sandiwara radio ADB yang disisipkan pesan pendidikan kebencanaan, menurut saya sudah cukup bagus. Ini juga yang sering kami lakukan dalam siaran untuk masyarakat, yakni menyisipkan pesan secara tidak nyata tetapi mengena kepada masyarakat. Sekilas memang nampaknya seperti hiburan tetapi terkandung pesan-pesan penting seputar kebencanaan. Respon pendengar sandiwara radio yang menjawab kuis, paling jauh berasal dari warga yang bermukim di perbatasan Klaten dan Sleman,” jelas Sukiman yang juga Koordinator JALIN MERAPI alias Jaringan Informasi Lingkar Merapi.

Pendek kata, JALIN MERAPI adalah kumpulan relawan yang peduli dan tanggap akan mitigasi bencana di area Gunung Merapi dan sekitarnya. Berdiri pada 2006, komunitas jejaring masyarakat pegiat media komunitas ini beranggotakan 8 radio siaran komunitas dengan dukungan banyak pihak, seperti Combine Resource Institution (CRI), Merapi Recovery Response UNDP, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) serta berbagai lembaga dan kelompok relawan yang bergiat di Merapi. Sejak 2012 lalu, dukungan penguatan kapasitas pengetahuan dan manajemen radio komunitas juga diberikan oleh tim Radio Komunitas FMYY dari Kobe, Jepang.

Sukiman menjelaskan, Radio Komunitas Lintas Merapi FM --- yang pada 2011 pernah meraih juara II reportase lingkungan dari RRI --- sudah banyak memproduksi dan memutarkan Iklan Layanan Masyarakat yang bertemakan bencana Gunung Merapi. “Misalnya, bagaimana cara masyarakat menghindarkan diri dari wedhus gembel atau awan panas, penjelasan awan panas, karakter gunung, mengapa bencana sampai terjadi, kesiap-siagaan seperti apa yang harus dilakukan masyarakat, bagaimana menghadapi abu vulkanik, apa yang harus dilakukan warga sebelum dan sesudah terjadi letusan Gunung Merapi, penjelasan mengenai Kawasan Rawan Bencana dan lain-lain,” urainya seraya menyarankan agar BNPB juga membuat Iklan Layanan Masyarakat yang lebih spesifik dan beragam varian.

Radio Komunitas Lintas Merapi yang sangat dekat jaraknya dengan Gunung Merapi. (Foto: astralife.co.id)
Radio Komunitas Lintas Merapi yang sangat dekat jaraknya dengan Gunung Merapi. (Foto: astralife.co.id)
Tower antena radio milik Radio Komunitas Lintas Merapi FM yang hanya berjarak 4 km dari puncak Gunung Merapi. (Foto: Dokpri. Sukiman)
Tower antena radio milik Radio Komunitas Lintas Merapi FM yang hanya berjarak 4 km dari puncak Gunung Merapi. (Foto: Dokpri. Sukiman)
Meski aturan formal menyatakan bahwa radio komunitas hanya boleh menjangkau siaran sejauh 5 km, tetapi karena studio radio kami berlokasi pada ketinggian 1.200 mdpl, maka jangkauan siarannya bisa dipastikan sanggup mencapai 10 km. “Tetapi, kalau untuk arah ke belakang studio yang berhadapan dengan Gunung Merapi, jangkauan siarnya tidak lebih dari 2 km. Sedangkan kalau turun ke bawah, jangkauan siarnya bisa mencapai ke dekat kota, seperti daerah Kalasan, Prambanan sampai ke Cangkringan,” ungkap Sukiman yang juga tinggal di Dusun Deles, Sidorejo, Kemalang, Klaten, Jawa Tengah ini.

Bagaimana menjelaskan fakta di lapangan bahwa Radio Komunitas Lintas Merapi FM ini benar-benar didengar dan digemari warga masyarakat sekitar?

Pertama, kami meyakini bahwa apabila hiburannya bagus maka banyak warga yang akan mendengarkan siaran radio kami. Makanya, kami banyak memenuhi permintaan dari masyarakat yang meminta untuk diliput, direkam dan diudarakan acara hiburan yang mereka selenggarakan. Artinya, apabila ada warga yang hajatan dan mempergelarkan acara hiburan maka itu yang kami rekam, dan kemudian rekamannya kami udarakan di studio. Permintaan seperti ini banyak sekali.

Sehingga tak aneh apabila banyak juga program siaran radio kami yang isinya adalah bentuk rekaman demi rekaman dari pergelaran hiburan seperti pergelaran Wayang, Karawitan, Dangdutan dan sebagainya yang diselenggarakan oleh warga. Kedua, ketika  terjadi aktivitas yang tidak normal dari Gunung Merapi dan banyak diberitakan oleh media massa mainstream seperti koran maupun televisi, maka warga masyarakat akan beramai-ramai menanyakan kondisi aktual dan faktual yang sesungguhnya terkait aktivitas Gunung Merapi kepada kru radio kami,” tutur Sukiman.

Studio siaran Radio Komunitas Lintas Merapi FM. (Foto: Dokpri. Sukiman)
Studio siaran Radio Komunitas Lintas Merapi FM. (Foto: Dokpri. Sukiman)
Sukiman (duduk) bersama anak-anak muda yang aktif mengelola Radio Komunitas Lintas Merapi FM. (Foto: astralife.co.id)
Sukiman (duduk) bersama anak-anak muda yang aktif mengelola Radio Komunitas Lintas Merapi FM. (Foto: astralife.co.id)
Untuk sumber informasi yang resmi dan valid, Sukiman melanjutkan, pihaknya memiliki dua CCTV milik sendiri yang dipasang di atas tower menara radio setinggi 20 meter. “Pantauan CCTV ini sengaja dipasang sebagai sumber informasi visual yang menyorot dan memantau bagaimana kondisi Gunung Merapi. Pantauan CCTV ini bisa disaksikan pada beberapa titik free hotspot di desa-desa yang memiliki fasilitas koneksi internet. Dengan begitu, masyarakat bisa menyaksikan sendiri bagaimana kondisi Gunung Merapi terkini.

Selain itu, kami juga sudah memiliki kontak person petugas pos pemantauan Gunung Merapi dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) yang setiap saat bisa dihubungi. Kami juga melakukan konvergensi media dengan cara menerapkan siaran radio streaming menggunakan koneksi internet, mengunggah informasi melalui facebook juga twitter,” terangnya.

Ketika terjadi erupsi Merapi pada 2010 lalu, Sukiman mengakui studio siaran radionya hancur berantakan diterjang awan panas, abu vulkanik, bara lahar dan gempa tektonik. “Rumah dan studio siaran radio kami tinggal mengungsi selama 42 hari. Ketika kami sudah diperbolehkan kembali, yang kami saksikan adalah tower antera radio kami masih tetap berdiri tetapi kabel dan infrastruktur yang mudah terbakar hancur semua. Satu perangkat siaran berupa komputer juga rusak.

Kerugian yang diderita stasiun radio kami ini mencapai sekitar Rp 20 juta,” kenangnya seraya menceritakan bagaimana Radio Komunitas Lintas Merapi FM ini tetap “siaran” di lokasi pengungsian dengan cara menggunakan sound system sederhana yang dipancarluaskan menggunakan speaker besar yang biasa disebut “TOA”.

Sandiwara Radio Siaga Bencana Sangat Efektif

Sementara itu, Ircham selaku Direktur Radio Merapi Indah FM kepada penulis melalui sambungan telepon menyatakan, efektivitas sandiwara radio ADB produksi BNPB cukup efektif menambah kesiap-siagaan bencana.

“Efektivitasnya menurut saya sangat bagus sekali. Karena sandiwara radio dengan pesan-pesan siaga bencana dari BNPB ini sifatnya selalu terus mengingatkan kewaspadaan masyarakat. Sosialisasi siaga bencana menggunakan media sandiwara radio adalah sesuatu yang lain dari biasanya, sehingga akan sangat mudah untuk diterima dan dipahami oleh masyarakat, khususnya para pendengar radio.

Bagi masyarakat yang tinggal di lereng Merapi dan sekitarnya, media radio masih menjadi primadona. Bahkan, tidak sedikit ada petani yang membawa perangkat radionya ke sawah, hanya demi untuk menikmati siaran informasi terbaru dan mendengarkan hiburan lagu-lagu kesukaannya. Pemandangan seperti ini mungkin sudah teramat klasik, tapi memang begitulah adanya,” tutur Ircham.  

Ircham, Direktur Radio Merapi Indah. (Foto: Dokpri. Ircham)
Ircham, Direktur Radio Merapi Indah. (Foto: Dokpri. Ircham)
Kuis sandiwara radio 'Asmara di Tengah Bencana' yang diudarakan Radio Fortuna FM Sukabumi dan dikonvergensi media juga melalui menggunakan twitter. (Foto: twitter radio fortuna)
Kuis sandiwara radio 'Asmara di Tengah Bencana' yang diudarakan Radio Fortuna FM Sukabumi dan dikonvergensi media juga melalui menggunakan twitter. (Foto: twitter radio fortuna)
Kebetulan pula, tambah Ircham, stasiun Radio Merapi Indah --- berlokasi di Jalan Raya Gulon Salam, Muntilan --- ini sangat akrab sekali dengan informasi mengenai bencana, malah boleh dibilang sudah merupakan “lingkungannya”. Apalagi kalau dikaitkan dengan bencana menyangkut Gunung Merapi, yang secara periodik pada beberapa tahun sekali, laharnya selalu memgalir turun.

“Ketika bencana erupsi Merapi terjadi, seluruh staf stasiun radio kami akan selalu siap siaga dan stand by mencari dan menerima informasi dari sumber yang dapat dipercaya, baik dari otoritas yang ada di Yogyakarta, Semarang dan lainnya untuk kemudian kami teruskan kepada pendengar,” tuturnya.

Pasca aktivitas seismik dan erupsi Gunung Merapi yang terakhir kali terjadi pada 2010, kesiap-siagaan kru stasiun radio ini semakin bertambah, karena Kali Putih kini sudah menjadi sasaran amuk Merapi dengan banjir lahar yang melimpah dan meluap hingga ke jalan-jalan raya. Kali Putih ini sebenarnya berukuran kecil, tetapi menjadi efektif untuk mengalirkan banjir lahar dari lereng Gunung Merapi.

Ircham juga menjelaskan tentang lokasi stasiun Radio Merapi Indah yang memang berada pada posisi perbatasan yang selalu terlarang untuk dihuni sementara apabila terjadi erupsi Merapi. “Kami berada pada jarak sekitar 20 km dari Gunung Merapi. Istilahnya, kalau masyarakat di lereng Gunung Merapi dievakuasi maka jaraknya minimal akan menjauh hingga 20 km dari Merapi. Kalau hunian yang jaraknya mencapai 10 – 15 km dari Gunung Merapi, jelas menjadi sangat terlarang untuk dihuni lantaran ancaman lahar panas, meskipun tetap saja ada yang enggan untuk melakukan evakuasi.

Pernah, dampak erupsi Merapi yang menimpa stasiun radio kami adalah dalam bentuk tertutup abu tebal sehingga membuat atap pecah dan bocor, meskipun tidak berdampak pada operasionalisasi siaran radio kami. Kami terus siaran dengan menginformasikan berbagai perkembangan dan pandangan mata secara langsung terkait situasi bencana erupsi Merapi, misalnya siaran langsung dari sekitar kawasan atas dan bawah Kali Putih,” kisahnya.

Kru siaran Radio Merapi Indah FM yang berlokasi di Muntilan. (Foto: merapiindahfm.com)
Kru siaran Radio Merapi Indah FM yang berlokasi di Muntilan. (Foto: merapiindahfm.com)
Peranan radio di lokasi rawan bencana jelas sangat vital, ujar Ircham, sehingga setiap hari sejumlah kru radio selalu bergantian menyiarkan beragam informasi mengenai kondisi Gunung Merapi, dan hal-hal yang terkait mitigasi bencana. “Artinya, segala hal yang berkaitan dengan Gunung Merapi dan kesiap-siagaan bencana selalu kami liput dan udarakan informasinya untuk pendengar. Apalagi, masyarakat yang tinggal di Gunung Merbabu atau di sekitar lereng Merapi, banyak yang menjadi pendengar setia siaran radio kami.

Apa buktinya bahwa masyarakat yang tinggal di lereng Gunung Merapi kebanyakan adalah pendengar setia stasiun radio kami? Begini, pernah suatu ketika, ada LSM dari Yogyakarta yang melakukan survei tentang penebangan hutan dikaitkan dengan bahaya banjir bandang terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar Merbabu. Ketika para anggota LSM ini melakukan wawancara dan survei di lapangan, faktanya mereka memperoleh jawaban bahwa mayoritas masyarakat di sana adalah merupakan pendengar setia stasiun radio kami,” ungkapnya bangga.

Waspada Bencana dari Lereng Pegunungan

Sandiwara radio ADB juga diputarkan di Radio GE FM yang bermarkas di Taman Kota Madiun, Jawa Timur. Menurut Olivia, salah seorang penyiarnya, respon para pendengar atas pemutaran ADB cukup bagus. “Terbukti dengan cukup banyak dari pendengar yang mengirimkan SMS berisi jawaban kuis. Kuis ini memang selalu disampaikan oleh penyiar radio kita setiap kali sandiwara radio selesai diudarakan,” katanya kepada penulis juga dalam interview via telepon.

Hal senada disampaikan Hendri Sukmana selaku staf marketing Radio GE FM. Katanya, respon pendengar sangat mengapresiasi siaran sandiwara radio ADB. “Bahkan ada yang mengatakan seperti dibawa kembali ke era ‘80-an dimana sandiwara radio tengah booming. Banyak pendengar yang melepas rindu akan suasana seperti masa lalu itu. Sekalipun terdapat sisipan kesiap-siagaan bencana yang memang menjadi tema pelengkap dari ADB. Ini bisa dimaklumi karena memang pada setiap pengudaraan ADB, selalu ada pesan-pesan dari BNPB untuk mengajak masyarakat sadar atau tanggap bencanam” kata Hendri yang juga mengakui bahwa dari segi content, artistik, sound effect dan kualitas rekaman ADB sangat bagus.

Radio GE FM Madiun dalam satu format siaran talkshow. (Foto: Dokpri. GE FM)
Radio GE FM Madiun dalam satu format siaran talkshow. (Foto: Dokpri. GE FM)
Olivia dan Hendri Sukmana, staf Radio GE FM di Madiun yang juga menyiarkan sandiwara radio 'Asmara di Tengah Bencana'. (Foto: Dokpri. Hendri Sukmana)
Olivia dan Hendri Sukmana, staf Radio GE FM di Madiun yang juga menyiarkan sandiwara radio 'Asmara di Tengah Bencana'. (Foto: Dokpri. Hendri Sukmana)
Menurut Hendri, coverage area siaran Radio GE FM cukup luas, selain kota juga kabupaten hingga ke Magetan, Ngawi, Ponorogo, Pacitan dan sekitarnya. “Jangkauan siaran radio kami boleh dibilang menyasar juga ke lokasi-lokasi rawan bencana. Misalnya, Magetan dan Pacitan yang banyak terdapat lereng-lereng gunung. Di Pacitan juga ada pantai. Selain Madiun sendiri yang kini juga rawan bencana banjir akibat sering meluapnya Sungai Bengawan Madiun terutama ketika musim penghujan,” jelasnya.

Begitulah gegap-gempita para praktisi radio di daerah yang menanggapi secaa apresiatif pemutaran sandiwara radio ADB untuk siaga bencana produksi BNPB. Semoga program dan format sosialisasi dalam bentuk sandiwara radio, Iklan Layanan Masyarakat tidak berhenti sekali ini saja. Harapanya, program sosialisasi informal yang tepat sasaran dan tepat guna ini terus dilaksanakan dengan segenap inovasi dan variasi tema yang disesuaikan dengan nilai-nilai budaya lokal.

Halo … pendengar sekalian / kini saatnya / kita simak / Sandiwara Radio / ‘Asmara di Tengah Bencana’ // Jreng-jreng …!

o o o O o o o

Tonton VLOG-nya:
Tonton teaser Sandiwara Radio Asmara di Tengah Bencana:


Baca tulisan sebelumnya:

Sandiwara Radio Siaga Bencana, Dari Telinga Menjadi Sikap dan Budaya (#1)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun