Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menjajal Bandung "Offroad"

14 Agustus 2016   13:47 Diperbarui: 16 Agustus 2016   00:10 901
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Land rover offroad menjemput langsung ke hotel. (Foto: Gapey Sandy)

Jalan menyempit dan pepohonan serta semak yang lebat. (Foto: Gapey Sandy)
Jalan menyempit dan pepohonan serta semak yang lebat. (Foto: Gapey Sandy)
Bagaikan dihempas-hempas dengan track yang dalam, sempit, miring, dan bergelombang. (Foto: Gapey Sandy)
Bagaikan dihempas-hempas dengan track yang dalam, sempit, miring, dan bergelombang. (Foto: Gapey Sandy)
Di tempat ngopiini, ada Land Rover merah yang disulap menjadi semacam “food truck”. Kopi yang ditawarkan sangat beragam. Mulai dari Kopi Aceh Gayo, Mandailing Toba, Sipirok, Lintong, Bali Kintamani, Toraja Sapan, Flores Bajawa, dan Kopi Papua Wamena. Wuuuiiihhhh … negeriku Indonesia yang menjadi surganya kopi lengkap dengan para penikmatnya. Seorang barista di kabin dalam Land Rover siap menyajikan kopi pesanan pengunjung. Bukan dengan gelas biasa penyajiannya, tapi lebih sexy lagi cara minumnya, dengan menggunakan alat minum teh yang seperti timer tetes demi tetes. Artinya, sensasi rasa, aroma dan “meledak”-nya kopi lebih ditonjolkan di lidah daripada hanya sekadar nyeruputkopinya itu sendiri.

Eh iya, buat yang enggak berkarib dengan kopi, ada teh yang segar juga kok. Pokoknya minum kopi di persinggahan ini menjadi bahagian tersendiri dari perjalanan offroad. Meja kursi kayu ditata apik berpadu dengan pepohonan pinus yang menjulang menantang langit. Di sisi atas, ada live music. Seorang gitaris memainkan lagu-lagu ciamik sesuai selera, mulai dari genjrengan lagu-lagu Slank, Dewa 19, Peter Pan dan masih banyak lagi. Semua bisa ikut interaksi bernyanyi. Asal nyanyinya yang bagus ya suaranya, karena saya melihat ada dua hammock yang menggantung diantara dua pohon pinus. Didalam hammock ada yang lagi tidur. Jadi kalau ada yang mau nyanyi terus suaranya ‘sember’ saya khawatir membangunkan yang lagi tidur nyaman di hammock … hahahahaaa (Eits, jangan lupa nyawer sukarela buat yang nyanyi … hihihihiiiii)

Puas ngopi, bernyanyi dan berfoto di Perkebunan Teh dan Hutan Pinus Sukawana. Rombongan bergerak kembali. Kali ini perjalanan offroad semakin menanjak dengan track yang semakin ekstrim! Kiri kanan jalan tidak hanya sekadar hutan pinus nan lebat, tapi juga cekungan, jalan berlumpur pekat yang dalam, serta terkadang menyempit yang hanya muat pas satu body mobil saja. Kiri kanannya langsung menyentuh tanah tebing, maupun semak belukar. Hebatnya, Land Rover ini seperti semakin menemukan tajinya, karena tebing tanah terus “digesrek” begitu juga dengan semak belukar. Disinilah offroader semua musti hati-hati, jangan sampai mengeluarkan anggota badan. Bisa berabe akibatnya.

Hempasan kendaraan makin membuat tidak nyaman penumpang. Tapi justru disitulah seninya. Semua penumpang merasakan adrenalin tinggi yang luar biasa. Tertawa, mengaduh, berteriak dan sebagainya, maklum berasa di-roller coaster pakai Land Rover, wakakakakkkk …

Memasuki track berlumpur pekat yang semakin menantang. (Foto: Gapey Sandy)
Memasuki track berlumpur pekat yang semakin menantang. (Foto: Gapey Sandy)
Track berlumpur tebal yang lumayan dalam. (Foto: Gapey Sandy)
Track berlumpur tebal yang lumayan dalam. (Foto: Gapey Sandy)
Saya sendiri sempat beberapa kali mengambil video dari kaca samping bagian kanan mobil. Hasilnya? Terkagum-kagum melihat keandalan ban Land Rover yang melindas dan menjejaki lintasan offroad yang super hancur! Sampai-sampai saya bisa melihat betapa di tebing tanah track ada bekas putaran roda Land Rover, pertanda mobil bikinan “England” ini benar-benar menggesrek tebing tanpa ampun.(Ini mobil apa tank sih, hahahaaaa ...)

“Ini sedang tidak musim hujan. Jadi track-nya lumayan ringan. Akan semakin sulit apabila musim hujan tiba. Jalanan penuh air, licin, dan lumpur yang dalam,” ujar Kang Dedi usai menekuk kaca spion kanan dan kiri kendaraannya. Gokil ‘kan? Spion aja ditekuk, karena memang track yang dilalui sangat dalam tebing tanah kiri dan kanannya, dan pas-pasan dengan ukuran mobil. Bayanginnya begini aja, mobil kita masuk di selokan atau parit tanah yang dalam lagi sempit. Nah, gitu aja simple-nya!

Akhirnya, setelah sekitar 1 – 1,5 jam perjalanan, sampailah kami di persinggahan kedua. Namanya persinggahan tempat dimana terdapat Benteng Belanda. Kalau tidak salah, lokasinya ada di Cikahuripan. Udara di sini sejuk. Tersedia toilet sederhana yang terbuat dari bilik kayu. Di seberangnya ada warung penduduk setempat. Jalan menuju ke Benteng Belanda disediakan anak tangga yang menanjak. “Kalau mau ke Benteng Belanda, jalan kaki sekitar 20 menit,” kata Aceh Gunawan, sang penyelenggara Bandung Offroad kepada saya.

Aceh Gunawan, salah seorang pemandu dan penyelenggara Bandung Offroad dan Hani Setiyaji, salah seorang pemilik Land Rover untuk Bandung Offroad. (Foto: Gapey Sandy)
Aceh Gunawan, salah seorang pemandu dan penyelenggara Bandung Offroad dan Hani Setiyaji, salah seorang pemilik Land Rover untuk Bandung Offroad. (Foto: Gapey Sandy)
Menurut Kang Aceh, wisata Bandung Offroad sebenarnya sudah dimulai sejak tahun ’90-an. “Sebenarnya, track yang kita lintasi tadi pada awalnya adalah merupakan jalan perkebunan. Tapi, lama kelamaan rusak dan terus semakin rusak karena lalu-lintas beban berat kendaraan pengangkut hasil perkebunan. Nah, jalan yang semakin rusak ini akhirnya dijadikan sebagai track wisata Bandung Offroad. Awalnya hanya track wisata offroad sebenarnya, tapi karena jalan semakin rusak, ya sudah berubah menjadi track adventure offroad,” jelas orang asli Jawa Barat dan bukan Aceh ini.

Di track offroad dengan rute Bandung - Sukawana – Cikole - Lembang ini, lanjut Kang Aceh, termasuk yang paling bagus lintasannya. “Jalur offroad melintasi Sukawana ini kami menyebutnya sebagai long trip dan memang dari segi adventure-nya cukup ekstrim. Rute lainnya, kami sebut sebagai short trip yang menuju ke Gunung Putri dengan melewati Cikole. Adapun dari sisi durasi waktu, kalau berangkat dari Bandung lalu menuju Sukawana dan ke arah Cikole untuk kemudian ke Lembang atau sebelum Tangkuban Parahu, apabila dalam kondisi musim hujan, bisa memakan waktu sekitar 5 sampai 6 jam,” ungkapnya seraya menyebutkan bahwa persinggahan Benteng Belanda ini baru merupakan rute pertengahan dari Sukawana menuju ke Lembang. “Kalau diperkirakan, rutenya berjarak sekitar 20 sampai 30 kilometer”.

Kang Aceh menambahkan, wisata offroad ini bukan menitikberatkan pada masalah kecepatan perjalanannya, tapi aspek fun atau kegembiraan para offroader-nya. “Yang penting adalah semua peserta offroad itu menjadi happy. Fun. Karena memang ada track yang sangat dalam, kemiringan hingga 60 derajat, melintasi parit dengan dinding tebing yang tinggi, semak belukar yang menghantam body kendaraan, lumpur yang dalam lagi pekat dan sebagainya. Dengan kondisi Land Rover yang tahun produksinya ada yang 1965, juga 1972, tapi meskipun dengan kemiringan track offroad mencapai 60 derajat, tetap dapat safety bagi supir dan penumpangnya,” urainya.

Persinggahan kedua di Benteng Belanda. (Foto: Gapey Sandy)
Persinggahan kedua di Benteng Belanda. (Foto: Gapey Sandy)
Dua jempol untuk Land Rover di track Bandung Offroad ini. (Foto: Gapey Sandy)
Dua jempol untuk Land Rover di track Bandung Offroad ini. (Foto: Gapey Sandy)
Eh … ada satu yang lumayan bikin bergidik dari penuturan Kang Aceh. Karena ternyata, menurut si Akang, warga setempat menyebut kawasan persinggahan kedua di Benteng Belanda ini sebagai “leuweng kunti”. Apa itu? “Artinya, hutan kunti, maksudnya kuntilanak. Mungkin karena dulu, sejarahnya ada penampakan kunti-kunti atau apalah gitu. Di sini ada bunker peninggalan Belanda, luasnya sekitar dua hektar. Kita tinggal berjalan kaki menuju ke arah atas sana, sekitar 40 menit pulang-pergi,” jelasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun