Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Segera Hadir, Perpustakaan Apung Pertama di Indonesia

10 Agustus 2016   23:15 Diperbarui: 11 Agustus 2016   07:53 901
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desain grafis Jembatan Apung di Cilacap. (Sumber: Balitbang Kementerian PUPR)

Grafis balai warga dan perpustakaan apung di Tambak Lorok, Semarang. (Sumber: Balitbang Kementerian PUPR)
Grafis balai warga dan perpustakaan apung di Tambak Lorok, Semarang. (Sumber: Balitbang Kementerian PUPR)
Bagaimana awal mula gagasan Bangunan Apung ini?

“Awalnya, PusPKPT melakukan social engineering dan sekaligus membidani lahirnya masukan dari warga masyarakat sekitar di Tambak Lorok bahwa mereka membutuhkan Balai Warga dan Perpustakaan. Masukan berharga ini kemudian diimplementasikan menjadi sebuah gagasan oleh rekan-rekan peneliti dari Puskim, dalam hal ini arsiteknya adalah Bapak Mahatma Sindu. Lahirlah konsep Bangunan Apung, dimana lantai satu dikhususkan untuk balai pertemuan warga, dan lantai dua difungsikan sebagai perpustakaan atau taman baca. Kenapa perpustakaan? Karena kami menemukan fakta bahwa sangat minim sekali edukasi literasi di kawasan Tambak Lorok ini,” jelas Nazib Faizal dari Pusjatan.

Setelah konsepnya rampung, para peneliti masih belum menemukan solusi bagaimana cara mendirikan bangunannya, terutama pada masalah pondasinya. Karena seperti diketahui, ujar Nazib, kondisi geografi alam di Semarang tercatat memiliki angka penurunan permukaan tanah yang cukup tinggi.

“Atas dasar itu, tim Balitbang Kementerian PUPR akhirnya sepakat untuk membuat pondasi bangunan dalam bentuk mengapung, yang artinya tidak usah menimbun apalagi memasang tiang pancang di perairan. Bangunan Apung ini akan mengapung, sekitar 400 meter dari bibir daratan tambak, dengan mengandalkan foam dari B-foam yang dilapisi beton sebagai pelindung sekaligus dek atau tapak bangunannya dengan ketebalan sekitar 7 hingga 8 cm. Begitu juga di sisi pinggir yang dilapisi beton tipis. Insya Allah, Bangunan Apung ini aman, tidak akan mudah rusak,” jelasnya.

Pengerjaan bangunan apung di Tambak Lorok, Semarang. (Sumber: Balitbang Kementerian PUPR)
Pengerjaan bangunan apung di Tambak Lorok, Semarang. (Sumber: Balitbang Kementerian PUPR)
Bangunan Apung ini jelas akan bergerak terombang-ambing sesuai riak air gelombang. Untuk mengatasi hal ini, tim peneliti memasang teknologi muring atau semacam besi besar yang menghujam atau menambat dari dek ke perairan. Teknologi muring ini seolah-olah bekerja seperti fungsi jangkar pada perahu, sehingga membuat perahu tetap stabil meski di permukaan air.

“Seluruh teknologi yang dipergunakan pada Bangunan Apung ini mempergunakan teknologi inovasi Balitbang Kementerian PUPR. Misalnya, teknologi panel surya untuk memenuhi kebutuhan listrik, dimana panelnya akan dipasang di atap bangunan. Juga, teknologi filter air, dan septictank biority pada toiletnya. Boleh dibilang Bangunan Apung ini adalah smarthouse. Bahkan, untuk arah datangnya sinar matahari yang membantu pencahayaan, juga arah angin sudah diperhitungkan matang-matang oleh arsitektnya,” tutur Nazib bangga.

Struktur Bangunan Apung memang cukup sederhana namun memiliki nilai dan fungsi yang tidak bisa dipandang remeh-temeh. “Struktur bangunannya diawali dengan tapak bangunan yang dibentuk dari paduan teknologi beton dan foam dari B-foam. Ini dikenal dengan nama teknologi ‘fonton’ alias paduan foam dan beton. Lalu, mulailah dibuat rangka bangunannya menggunakan baja, karena bangunan ini harus kokoh mengingat terdapat dua lantai. Setelah rangka bajanya dibuat, struktur dindingnya menyusul kemudian, dan dibuat dari bambu yang sudah diawetkan. Jadi bukan sembarang bambu yang dipergunakan. Kemudian barulah atapnya yang menggunakan sirap, lengkap dengan pemasangan panel surya. Setelah atap selesai, barulah pemenuhan utilities lainnya,” urai Nazib seraya mengundang penulis secara khusus untuk bisa hadir ketika peresmian Bangunan Apung pada 6 September mendatang.

Nazib Faizal dari Balitbang Kementerian PUPR. (Foto: Gapey Sandy)
Nazib Faizal dari Balitbang Kementerian PUPR. (Foto: Gapey Sandy)
Selesai diresmikan, Bangunan Apung ini akan diserahkan kepada Pemerintah Kota Semarang, melalui pihak kelurahan setempat. “Meski begitu, dalam satu – dua tahun pengoperasian, Bangunan Apung ini akan terus mendapat pemantauan dari Balitbang Kementerian PUPR. Karena, Bangunan Apung ini menjadi yang pertama di Indonesia, sekaligus akan menjadi proyek percontohan berskala nasional, lantaran pekerjaan social engineeringnya bagus, arsitekturnya bagus, dan semaksimal mungkin inovasinya bermanfaat bagi warga masyarakat banyak,” urai Nazib kepada penulis ketika diwawancarai di stand Puskim.

Apakah salinitas (tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air) dapat mengkhawatirkan struktur bangunan? “Yang namanya infrastruktur adalah seperti tubuh manusia. Kalau tidak kita rawat dan jaga, maka pasti kinerjanya akan menurun. Misalnya saja cat pada rangka baja yang mudah mengalami korosif akibat salinitas. Karena itulah bangunan ini harus dioperasikan dengan pemeliharaan yang rapi dan jelas agar terawat serta terus berguna,” jelasnya lagi seraya mengingatkan bahwa inilah wujud semangat ‘Hadirkan Solusi Seiring Inovasi’.

(Lihat video liputannya)

Fly Over Antapani, Bandung yang Berteknologi MCB

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun