Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Motif Batik Banten Tak Boleh Makhluk Hidup

17 Februari 2016   18:21 Diperbarui: 17 Februari 2016   19:34 2738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Baris bawah adalah aneka motif Pilin Berganda untuk Batik Keraton Banten. || Foto: Gapey Sandy."][/caption]Banten punya batik etnik yang keren dan ciamik. Pekan kemarin, tepatnya Kamis, 11 Februari 2016, saya bersama sejumlah blogger bersyukur bisa berkunjung ke dua lokasi galeri batik etnik Banten yang ada di Kota Serang.

Pertama, Galeri Batik Keraton Banten yang lokasinya tak jauh dari Masjid Agung Banten. Atau, persis di seberang rumah Sultan Banten Drs Tubagus Ismetullah Al’Abbas, yang merupakan keturunan generasi ke-12 dari Sultan Banten pertama yaitu Sultan Maulana Hasanuddin (1552 – 1570) yang bergelar Panembahan Surosowan.

Kedua, Griya Batik Banten di Jalan Bhayangkara Depan SDN 04 Kubil Kecamatan Cipocok Jaya, Kota Serang.

Meski sama-sama mengusung pamor Batik Banten, tapi kedua galeri yang berbeda pemilik ini menampilkan motif dasar yang berbeda. Galeri Batik Keraton Banten menonjolkan esksotisme luhur Pusat Kejayaan Pemerintahan Islam Kesultanan Banten Lama, berikut pernak-pernik yang tetap lestari di keraton, rumah ibadah juga kesultanan.

[caption caption="Sultan Banten Drs Tubagus Ismetullah Al’Abbas menunjukkan motif Pilin Berganda pada Batik Keraton Banten yang dikenakannya. || Foto: Gapey Sandy."]

[/caption]

[caption caption="Motif Pilin Berganda pada Batik Keraton Banten. || Foto: Gapey Sandy"]

[/caption]

Seperti misalnya busana batik yang dikenakan Sultan Banten, Tubagus Ismetullah Al’Abbas. Berwarna dasar hitam, motif Batik Keraton Banten yang dikenakannya benar-benar mencirikan ornamen yang biasa ada di keraton, kesultanan, bahkan di masjid agung. Tidak hanya pada busana kemejanya, bahkan peci atau kopiah yang dikenakan keturunan ke-12 Sultan Banten ini pun mencirikan Batik Keraton Banten yang serupa.

Tak hanya itu, ketika penulis sempat Sholat Dzuhur di Masjid Agung Banten, pada mimbar khutbah masjid juga terdapat ornamen yang sama.

Begitu juga, ketika penulis bersama rombongan berkesempatan memperoleh berkah luar biasa, dengan diizinkan masuk dan berziarah serta berdoa, di dalam ruang khusus tempat makam Sultan Banten pertama, Sultan Maulana Hasanuddin, terdapat ornamen desain Batik Keraton Banten yang sama dengan yang terdapat pada ukiran pagar pembatas makam.

“Ornamen pada motif Batik Keraton Banten ini biasa disebut Pilin Berganda atau Pilin Ganda. Pilin itu selalu ditempatkan di tempat yang terhormat. Misalnya, diambil dari desain mimbar khutbah yang ada di Masjid Agung Banten. Ada juga motif kipas yang diambil dari masjid kuno yang di Caringin, dan sebagainya. Ini kemauan dan greget saya saja. Karena memang khas Banten hampir tidak ada. Konon, ini mengadopsi ketika zaman Hindu, dimana simbolnya bermakna kemakmuran,” tutur Tubagus Ismetullah Al’Abbas pemilik Galeri Batik Keraton Banten.

[caption caption="PANAH MERAH: Motif Pilin Berganda pada Mimbar Khatib di Masjid Agung Banten. || Foto: Gapey Sandy"]

[/caption]

[caption caption="Motif Pilin Berganda pada Peci atau Kopiah yang dikenakan Sultan Banten Drs Tubagus Ismetullah Al’Abbas. || Foto: Gapey Sandy"]

[/caption]

Apa yang dilakukan Sultan Banten generasi ke-12 ini memang positif dalam mengangkat ciri khas budaya luhur dan warisan kearifan lokal keraton maupun Kesultanan Banten. “Ini greget dan semacam “protes” dari saya saja. Ketika Pemerintah belum bisa berbuat apa-apa untuk mengangkat seni budaya Keraton Banten. Ini juga tidak harus dipergunakan oleh Pemerintah, tapi setidaknya menandakan bahwa saya sudah bisa berbuat sesuatu. Makanya, saya juga mulai untuk mewajibkan pemakaian Batik Keraton Banten ketika dilaksanakan Forum Dhuriyat Kesultanan Banten,” jelas Tubagus Ismetullah yang menjadi salah satu Ketua pada Forum Keraton Nusantara, dan juga, pendiri sekaligus pembina Yayasan Raja Sultan Nusantara (Yarasutra).      

Tak Boleh Bermotif Makhluk Hidup

Sementara Griya Batik Banten, yang merupakan pionir dan pelopor Batik Etnik Banten, lebih memiliki variasi motif yang erat kaitannya dengan “kepurbakalaan”. Artinya, bersumber pada benda-benda bersejarah hasil ekskavasi (penggalian) sejak 1976 oleh para Arkeolog, yang kemudian disebut Artefak Terwengkal, dan kemudian diwujudkan menjadi ragam hias desain khas Batik Banten.

Pada Rabu siang, 17 Februari 2016, saya sempat melakukan kontak wawancara per telepon dengan Ir Uke Kurniawan SE, pemilik Griya Batik Banten. Boleh dibilang, antara Batik Banten dan sosok Uke Kurniawan sudah menjadi satu. Tak dapat dipisahkan.

[caption caption="Foto ketika Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah meresmikan Galeri Batik Keraton Banten. || Foto: Repro Galeri Batik Keraton Banten."]

[/caption]

Berkat kerja keras dan keuletan Uke, ia berhasil menemukan dan mengenali (sering diistilahkan olehnya sebagai “menemukenali”) ragam hias desain batik khas Banten. Jumlahnya “baru” mencapai ratusan. Mayoritas sudah dikukuhkan Pemerintah Provinsi pada 12 Maret 2003 melalui SK Gubernur Banten No.420/SK-RH/III/2003 yang sudah diaplikasikan kepada 54 desain batik sekaligus memperoleh legitimasi dari lembaga hak intelektual tertinggi di Indonesia pada 25 Mei 2004, atas desain karya ciptanya melalui Peraturan Menteri Kehakiman RI No.M.01-HC.03.01/1987, sesuai UU Hak Cipta Pasal 9.

Uke juga pernah menjabat Wakil Ketua dalam Panitia Peneliti dan Pengembang Batik Banten pada 2003. Pada tahun yang sama, ia memperoleh apresiasi dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI lantaran telah melakukan pengkajian motif Indonesia tingkat Internasional di Singapura dan Malaysia yang diikuti 62 negara, pada 14 - 19 Agustus 2003. Uke mengajukan Batik Banten waktu itu, dan mendapat sertifikasi Motif Batik Banten terbaik di dunia.

Tahun 2004, kemudian menjadi salah satu timeline paling berkesan bagi Uke. Pada 22 – 24 September tahun itu, dilaksanakan pengkajian dan evaluasi hasil rekonstruksi Arkeologi untuk menjadikan kreatifikasi bidang Ekonomi berbasis Budaya. Pesertanya kebanyakan para Arkeolog yang berasal dari 30 provinsi se-Indonesia, termasuk dihadiri juga oleh Mendagri dan Menbudpar. Pada event tersebut, Batik Banten didapuk menjadi obyek hasil evaluasi, dan meraih predikat “Satu-satunya Batik Sejarah di Indonesia”.

[caption caption="Inilah Galeri Batik Keraton Banten di dekat Masjid Agung Banten, Serang. || Foto: Gapey Sandy"]

[/caption]

Pada 2004 itu juga, mulailah diluncurkan Batik Banten. Ceritanya, pada 4 November 2004, terjalin program kemitraan dan bantuan perusahaan bersama PT Jamsostek dan PT Krakatau Steel. Yakni, dengan meluncurkan Batik Banten yang pengesahannya dilakukan oleh Mendagri, Gubernur Banten, dan para tokoh, termasuk tujuh Profesor: Prof DR H Hasanmuarif Ambari, Prof DR Uka Tjandrasasmita, Prof DR Herman Hairuman, Prof DR H A Wahab Afif, Prof DR H Imat Tihami, Prof DR H Hariri Hadi, Prof DR Tony Djubiantono selaku Direktur Arkenas) beserta stafnya.

Untuk melakukan sosialisasi Batik Banten kepada masyarakat Banten, ketika itu Uke sampai mengeluarkan berbagai slogan yang menarik. Misalnya:

“Wujudkan Batik Banten, bila hujan emas di negeri lain, jangan sampai hujan batu di negeri sendiri”

“Ningkenekeh … Batik Banten … Batik kite keehh”

“Ningkenekeh lampah lakune derbe budaye wong Banten napik kelingan ningjujutane lan karomahe para aulia Banten”.

Di akhir tahun, tepatnya 26 Desember 2004 didirikanlah Sentra Industri dan Pelatihan Batik Banten, yang diresmikan pada 8 Februari 2005 oleh Menteri Perindustrian. Hingga kini, Batik Banten telah menjadi kurikulum mata pelajaran sekolah ‘Seni dan Budaya’.

“Saya memproduksi Batik Banten sejak sekitar 15 tahun lalu. Motifnya berdasarkan disertasi dan temuan-temuan dari pihak Arkeologi Nasional dan Fakultas Sastra Universitas Indonesia (UI),” jelas Uke di ujung telepon.

[caption caption="Di Griya Batik Banten Jalan Bhayangkara, Cipocok Jaya, Serang, milik Uke Kurniawan. || Foto: Gapey Sandy"]

[/caption]

[caption caption="Pengunjung memilih dan mencoba Batik Banten di Griya Banten. || Foto: Gapey Sandy"]

[/caption]

Dalam buku kecil berjudul These Clothes Tell Stories yang ditulis Uke disebutkan, ragam hias desain motif Batik Banten yang dikembangkannya merupakan hasil ekskavasi (penggalian) yang direkonstruksi oleh Arkeologi Nasional dan Fakultas Sastra UI sejak 1976.

Ragam hias pada abad ke-17 merupakan bukti sejarah bagi masyarakat Banten, bahwa reruntuhan istana kerajaan Banten dan kejayaan Banten tempo doeloe telah mewariskan nilai seni ragam hias dan budaya yang unik melekat pada benda purbakala. Semuanya ini sangat arsitektural dan ornamennya indah menemui sejarah panjang pada masanya, kemudian bagai intan yang terkubur kini terkuak kembali. Berwujud sebagai hiasan indah dari hasil transformasi kepada bentuk media kain katun dan sutra yang kemudian disebut Batik Banten.

Uke juga menyebutkan, warna pada Batik Banten pun berbeda dengan batik-batik lainnya di Indonesia. Warna Batik Banten cenderung abu-abu soft yang menunjukkan sifat dan karakter masyarakat Banten yang selalu ingin berpenampilan sederhana.

Adapun penamaan untuk motif-motif Batik Banten, biasanya diambil dari nama toponim desa, desa kuno, nama gelar bangsawan atau sultan, dan nama tata ruang istana kerajaan Banten. Begitu pula pada corak, yang identik dengan cerita sejarah yang mengandung filosofi (penuh arti) pada motifnya dengan bermakna intelektual bagi pemakai bahan dan busana Batik Banten.

[caption caption="Uke Kurniawan (kanan) ketika memamerkan Batik Banten pada pameran OVOP atau One Village One Product. || Foto: kemenperin.go.id"]

[/caption]

[caption caption="Pengunjung melihat-lihat Batik Banten di Griya Banten. || Foto: Gapey Sandy"]

[/caption]

Tak heran, muncul nama-nama motif Batik Banten produksi Uke yang sudah dipatenkan. Seperti Motif Madhe Mundu yang merupakan nama tempat tata kota bangunan ruang istana siang keraton. Motif Kapurban yang filosofinya adalah nama gelar yang diberikan kepada Pangeran Purba dalam penyebaran Agama Islam. Motif Surasaji yang artinya kejayaan pemerintahan kesultanan Banten hingga Sultan memperoleh gelar yang gagah berani. Motif Pasulaman yang merupakan nama tempat dimana pengrajin sulaman berada di lingkungan Kesultanan Banten. Motif Kebalen yang bermakna nama tata ruang kota kesultanan Banten, tempat perkampungan masyarakat asal Bali.

Ada juga Motif Tambakbaya yang secara filosofis berarti nama tata ruang istana bangunan ruang tempat penjagaan malam keraton. Motif Kawah Kawis yang berarti nama tempat vulkanisnya Gunung Krakatau membentuk lubang pada bebatuan karang menjadi kawah karang yang besar dan unik. Motif Paseban yang filosofinya berarti nama tata ruang kerja Kesultanan Banten tempat menghadap Sultan. Motif Pasepen yang bermakna nama tempat tata ruang istana tempat Sultan Maulana Hasanuddin melakukan meditasi di Kesultanan Banten. Atau, Motif Pasewakan yang secara filosofis bermakna nama tempat upacara sarasehan yang dilakukan oleh para raja atau sultan setiap Hari Senin di lingkungan istana.         

“Sampai saat ini saya sudah memproduksi sekitar 250-an motif Batik Banten. Dari jumlah itu, 130-an motif sudah dipatenkan, diantaranya 50 motif dipatenkan oleh Arkeologi Nasional, dan 80 motif lainnya dipatenkan oleh Fakultas Sastra UI. Sedangkan sisanya, sekitar 120-an motif masih belum memiliki hasil disertasi dari Fakultas Sastra UI, atau dengan kata lain belum ada pengertian filosofisnya,” tutur Uke yang lahir di Serang, 6 November 1958.

[caption caption="Motif Batik Banten di Griya Batik Banten milik Uke Kurniawan. || Foto: Gapey Sandy"]

[/caption]

Berbagai motif yang menjadi desain Batik Banten produksi Uke, kebanyakan memiliki nilai monumental. “Motif Batik Banten yang saya produksi memiliki ciri khas monumental. Misalnya, Golok Jawara, Benteng Surosowan, Menara Masjid Agung Banten, dan Bandara Soekarno-Hatta. Saya tidak memproduksi batik dengan motif makhluk hidup, seperti misalnya unsur hewan. Meskipun itu Badak Bercula Satu yang merupakan hewan khas yang ada di Banten. Alasannya? Karena motif makhluk hidup tidak akan disukai masyarakat Banten. Kenapa? Karena tidak akan bisa dipakai untuk shalat karena memiliki motif makhluk hidup,” ungkap Uke yang memperoleh kehormatan dijuluki ‘Guru Batik Nusantara’ oleh pihak Swiss German University (SGU).

Karena berlandaskan ragam hias yang didasari pada Artefak Terwengkal itu, maka Uke menampik bahwa Batik Banten produksinya ada yang bermotifkan kuliner khas Banten, misalnya.

“Untuk motif kuliner khas Banten, mungkin produksinya sudah ada, yakni seperti yang diproduksi oleh Batik Krakatau yang ada di Kota Cilegon. Nah, sedangkan untuk Batik Keraton Banten yang ada di dekat Masjid Agung Banten itu adalah milik Sultan Banten, sehingga khusus mengangkat motif keratin maupun segala hal tentang kesultanan,” jelas Uke yang pernah meraih berbagai penghargaan mulai dari Upakarti, OVOP Bintang 4 bahkan siap meraih Bintang 5, juga Penghargaan Kualitas dan Produktivitas Paramakarya 2015 dari Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi RI yang langsung diserahkan oleh Presiden RI Joko Widodo.     

Kiprah Uke semakin menyatu dengan Batik Banten karena ia kemudian sukses membina para pengrajin batik. Hampir di setiap sudut Banten, sudah ada pengrajin binaannya yang sukses. “Untuk saat ini, sudah banyak sekali pengrajin batik yang ada di Banten. Para binaan saya sendiri sudah ada sampai ke seantero Banten, mulai dari Lebak, Tangerang, Pandeglang, Cilegon dan lainnya,” ujar Uke yang mengaku pernah dijuluki ‘Guru Batik Nasional’ oleh Redaksi Kompas pada 2013 lalu.

[caption caption="Motif Batik Banten di Griya Batik Banten milik Uke Kurniawan. || Foto: Gapey Sandy"]

[/caption]

Masukan untuk Batik Etnik Tangsel

Sebagai “empu” Batik Banten, penulis sempat menanyakan bagaimana saran Uke, apabila Kota Tangerang Selatan---yang notabene masih merupakan wilayah Provinsi Banten---hendak menciptakan Batik Etnik Khas Tangsel?

Ternyata, jawaban yang diperoleh penulis cukup membuat kaget bukan kepalang. Karena ternyata, Uke mengikuti benar bagaimana sejarah Batik Banten, sampai-sampai ada “orang luar” yang berulah seolah-olah menciptakan Batik Etnik Banten.

“Pada tahun 2009, pernah ada seseorang pengusaha yang mengaku-aku menciptakan Batik Etnik Banten. Tetapi sebenarnya, yang bersangkutan tidak lebih dari sekadar pedagang batik. Ia berasal dari Cirebon dan mengaku menciptakan Batik Etnik Banten. Waktu itu, sempat saya melontarkan kritikan agar: “Jangan Sampai Batik Banten itu Rasa Jawa”. Artinya, jangan sampai Batik Banten itu dibuat di Jawa, dan sama sekali tidak ada proses produksinya di Banten. Kalau itu yang dilakukan, maka itu sama saja dengan ulah pedagang atau penjual batik saja yang hendak mengambil keuntungan,” tutur Uke yang tak dapat menyembunyikan kekecewaannya.

[caption caption="50 motif Batik Banten dan filosofinya bisa dijumpai di Griya Batik Banten milik Uke Kurniawan. || Foto: Gapey Sandy"]

[/caption]

Sedangkan khusus untuk Kota Tangerang Selatan, Uke berpendapat, sebaiknya mengikuti apa yang pernah disampaikan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang pernah mengusulkan agar Batik Etnik Tangsel dibuat dengan motif antara lain, keanekaragaman tumbuh-tumbuhan.

“Misalnya karet, karena dulu di sana banyak perkebunan karet. Bunga Anggrek, karena wilayah Tangsel juga banyak memproduksi Anggrek, dan lainnya. Asal jangan membuat batik dengan motif hewan, karena dari sisi syariat agama, rata-rata masyarakat Banten masih kurang dapat menerimanya,” jelas Uke gamblang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun