Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Layanan Barang Tertinggal di Masjid Al-Mi’raj Tol Purbaleunyi KM 97

14 Februari 2016   11:23 Diperbarui: 4 April 2017   18:11 1222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="(Etalase kaca berisi barang-barang pengunjung yang tertinggal. Foto: Gapey Sandy)."][/caption]Begitu selesai wudhu, bergegas saya menuju ruang utama sholat. Sembari mendaki tangga dan menyusuri teras masjid, mata saya sempat tertuju pada sebuah etalase kaca. Ukurannya, palingan cuma panjang dua meter kali seperempat meter. Terdiri dari empat tingkat yang menyusun panjang. Terkunci rapat.

Sabtu (13 Februari 2016) sore itu, sambil terus berjalan saya sempat melihat isi etalase kaca, banyak sekali arloji. Jam tangan beraneka warna. Ada juga semacam tas, topi, gelang, kacamata, juga sepatu.

Dalam hati, saya sempat bertanya: “Apa semua barang-barang itu dijual? Apa ini etalase tempat jamaah menitipkan barang?”

Ah, enggak tahulah.

Saya terus saja berjalan. Menapaki lantai marmer hitam nan resik dengan corak putih. Menuju pintu masuk utama masjid. Melaksanakan sholat dan mengakhiri dengan merapal puja-puji serta doa kehadirat Ilahi Robbi.

Masjid Al-Mi’raj, namanya. Lokasinya ada di salah satu rest area yang ada di jalan tol Purbaleunyi. Kalau dari arah Kota Bandung menuju Jakarta, tol ini ada di kilometer 97. Tepatnya di Purwakarta, Jawa Barat.

Dari prasasti yang terpajang di dinding kiri sebelum pintu masuk ruang ibadah utama, tersebutlah bahwa masjid ini diresmikan pada 4 Rabiul Akhir 1432 Hijriah atau bertepatan dengan 9 Maret 2011. Yang meresmikan ada dua nama. Kapolda Jawa Barat Irjen Drs Suparni Parto SMM, dan Bupati Purwakarta H Dedi Mulyadi.

Nama yang terakhir ini belakangan makin jadi sorotan media. Gara-gara perseteruannya dengan salah satu forum atau organisasi kemasyarakatan.

Selesai sholat, saya berencana kembali ke mobil. Mobil saya parkir di dekat pom bensin, yang tak jauh jaraknya dari masjid. Sebelum memakai sepatu, saya masih melewati etalase kaca itu tadi. Rasa penasaran muncul lagi. Kepo, saya menghampiri etalase yang penuh dengan barang-barang berharga ini.

Ada kertas putih tertempel di dalam etalase. Semua orang bisa membacanya.

Tulisannya: “ETALASE INI BERISI BARANG-BARANG PENGUNJUNG YANG TERTINGGAL”.

Demi membaca tulisan ini, sontak saya mengerti. Rupanya, semua barang-barang berharga ini adalah milik pengunjung rest area KM 97 dan juga jamaah Masjid Al-Mi’raj yang ketinggalan.

Ah, rasanya ini menarik untuk saya tulis. Begitu pikir saya.

[caption caption="ATAS: Barang-barang pengunjung yang tertinggal. BAWAHL Ustadz Sutriya. Foto: Gapey Sandy"]
[/caption]

Naluri blogger kepo (atau sama saja dengan insting jurnalis) mulai bekerja. Saya harus bertemu dengan salah seorang pengurus masjid ini, demi mendapatkan keterangan mengenai “layanan barang-barang ketinggalan” ini.

Sedang asyik celingak-celinguk mencari kantor pengurus masjid, tiba-tiba saya melihat sesosok lelaki bertubuh kecil, ramping tapi kekar. Ia mengenakan baju gamis panjang berwarna putih.

Ah, itu dia! Sosok lelaki yang tadi menjadi imam Sholat Ashar.

Saya bergegas menghampiri, seraya memanggil: “Ustadz, Pak Ustadz!”

Lelaki itu menghentikan langkah, berbalik badan. Ia berdiri menghadap saya. Bibirnya tersenyum.

Saya menyorongkan tangan mengajaknya bersalaman. Seraya memberi salam. Jabat tangan saya digenggamnya erat. Penuh kehangatan. Kami pun terlibat percakapan. Masya Alloh, biarpun baru pertama kali ini bertemu, tapi keakraban segera menaungi.

Lelaki berkulit sawo matang dengan rambut pendek ini memperkenalkan namanya sebagai Sutriya. Ia warga asli Kecamatan Rancaengkek di Kabupaten Bandung.

Sehari-harinya, lelaki berkumis tipis dan berjanggut cukup lebat ini mengaku bertugas sebagai Imam Rawatib. Artinya, menjadi imam atau pimpinan shalat-shalat wajib maupun sunah di Masjid Al-Mi’raj.

“Saya asli Rancaengkek. Sehari-hari, ya bekerja sebagai bahagian pengurus masjid ini. Petugas Imam Rawatib ada dua orang, satu lagi sedang masa libur. Karena, kami bekerja di sini selama satu minggu penuh. Artinya, satu minggu full bekerja di masjid ini, dan satu minggu berikutnya libur. Jadi, bergantian,” tutur Sutriya.

Saya pun tak sanggup lama-lama menahan kepo soal etalase barang-barang pengunjung yang tertinggal. “Saya mau tahu soal etalase barang-barang milik pengunjung yang tertinggal itu. Bisa dijelaskan, Ustadz?”

Dengan ramah, Sutriya menjelaskan bahwa layanan barang tertinggal ini sudah sejak satu tahun yang lalu dilaksanakan.

“Etalase kaca ini kami sengaja pesan dan pajang di sini. Kami selalu menguncinya dengan rapat. Layanan ini sudah kami laksanakan sejak sekitar satu tahun yang lalu. Semua barang-barang berharga ini sudah ada yang berusia empat bulan, enam bulan, sampai satu tahun. Kebanyakan dari barang-barang ini tertinggal di tempat berwudhu, dan juga di dalam masjid. Mulai dari jam tangan, gelang, kalung, topi, tas sampai sepatu juga ada,” jelasnya.

Ia menambahkan, setiap barang-barang pengunjung yang tertinggal dan ditemukan, biasanya selalu disampaikan kepada pengurus masjid. Nah, hasil temuan ini kemudian dicatat dalam buku rekapitulasi barang-barang tertinggal.

“Catatannya harus rinci, mulai dari kapan ditemukan, hari apa, jam berapa, di sebelah mana ditemukannya, bagaimana rupa barangnya, warnanya, mereknya, dan pokoknya lengkap semua. Tertulis dalam buku rekapitulasi yang selalu ada di dalam etalase kaca itu juga,” urai Sutriya yang menjelaskan bahwa ada sekitar sepuluh orang yang menjadi pengurus harian dari Masjid Al-Mi’raj ini.

Mengapa semua barang-barang milik pengunjung yang tertinggal dan ditemukan ini harus dicatat secara detil? Karena, bukankah barang-barang yang tertinggal juga dipajang di etalase kaca?

“Begini. Sengaja kami catat secara rinci. Supaya, ketika ada pengunjung yang melapor dan merasa kehilangan barang-barang berharga miliknya, dapat dicocokkan dengan laporan temua yang kami catat itu. Apabila, terindikasi ada ketidakcocokan antara barang-barang berharga yang diakui sebagai miliknya, dengan hari dan tanggal kapan kehilangannya, maka ini akan sangat kami jaga kehati-hatiannya. Tidak akan begitu saja orang yang mengaku kehilangan arloji misalnya, dapat menunjuk bahwa arloji di etalase itu adalah miliknya. Karena, kami semua punya catatan penemuan dan estimasi waktu kapan terjadi kehilangan atau ketinggalannya,” papar Sutriya.

Sutriya tidak menampik pernah beberapa kali ada orang yang bermaksud dengan meminta kembali barang yang diakui sebagai miliknya dan tertinggal di seputaran masjid. “Tapi setelah dilakukan pengecekan silang dengan apa yang tercatat di buku penemuan barang tertinggal, apa yang disampaikan oleh yang bersangkutan tidak sinkron. Akhirnya, yang bersangkutan menjadi malu, dan malah mengatakan, mungkin ketinggalannya di tempat yang lain, bukan di masjid ini,” cerita Sutriya sembari tersenyum.

Kepada penulis, Sutriya berpesan untuk menginformasikan kepada publik, barangsiapa yang merasa barang-barang berharganya tertinggal di seputaran masjid, utamanya di tempat wudhu atau di dalam ruang peribadatan, untuk mencatat secara rinci kapan, tanggal, dan jam kehilangan. Termasuk mencatat, apa jenis, merek, warna dan barang-barang yang tertinggal.

“Kapan waktu pengunjung bisa mampir ke sini lagi, dan melaporkan rincian kehilangannya kepada kami. Apabila barang tersebut memang ditemukan, dan diserahkan langsung kepada pengurus masjid, maka insya Alloh, barang yang tertinggal itu akan tetap tersimpan rapi dan aman,” jamin Sutriya seraya menyebutkan nomor telepon pengurus masjid yang bisa dihubungi yaitu (022) 88886628.

Menurut Sutriya lagi, barang-barang milik pengunjung yang tertinggal ini, sesudah minimal satu tahun dipamerkan sekaligus diinformasikan melalui etalase kaca, dan masih juga belum ada yang kunjung mengambilnya, maka akan lebih afdhol disumbangkan ke lembaga wakaf.

"Agar supaya bernilai pahala bagi pemilik yang kehilangan barang dan yang menemukannya. Tetapi, batas waktu untuk dapat diserahkan ke lembaga wakaf itu ya minimal satu tahun setelah ditemukan dan diinformasikan kepada masyarakat, salah satunya melalui etalase kaca ini," ujar Sutriya menambahkan keterangan melalui komunikasi pesan singkat.

(ATAS: Masjid Al-Mi'raj di KM 97. TENGAH: Etalase kace berisi barang-barang pengunjung yang tertinggal. BAWAH: Kantor DKM Masjid Al-Mi'raj. Foto: Gapey Sandy)

Tambahan informasi, menurut Sutriya, pada tahun ini, pengurus masjid akan merenovasi cat kubah dan menara masjid. “Warna kuning keemasannya sudah mulai kusam. Insya Alloh, tahun ini akan dilaksanakan perbaikan,” tukasnya seraya menambahkan bahwa masjid kini memiliki media papan reklame digital.

Lokasi billboard digital tersebut pas di atas pintu masuk tempat wudhu menghadap ke arah Selatan, atau ke pusat keramaian. Ukurannya besar. “Media iklan digital ini berbayar, resmi, karena kami juga membayar pajak reklame setiap tahunnya ke Pemda setempat. Nantinya, hasil perolehan iklan akan murni dipergunakan demi syiar masjid. Adapun iklan-iklan yang boleh ditayangkan adalah yang tidak melanggar norma-norma keislaman. Contohnya, kami tentu akan menolak kalau iklannya adalah iklan rokok,” tutur Sutriya lagi.

Selamat berlibur ... dan mari terus berbagi informasi melalui blog tercinta, KOMPASIANA ini.

ooo

 

(Foto-foto semuanya milik penulis pribadi. Dijepret pakai Lenovo K900).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun