Hari kedua pelaksanaan Datsun Risers Expedition gelombang III etape pertama (11 – 15 Januari 2016) di Kalimantan, kembali menantang pesona alam ‘Borneo’. Bergerak sejak pagi hari dari Q Hotel di Sangatta, seluruh iring-iringan kendaraan termasuk Datsun GO+ Panca yang dikendarai lima tim risers, menuju Tanjung Redeb, Berau. Dengan catatan, di tengah perjalanan, seluruh konvoi Datsun Risers Expedition Kalimantan ini akan singgah di perkampungan Suku Dayak di Miau Baru, Kutai Timur, Kaltim. Persinggahan dalam perjalanan ini akan sangat inspiratif karena bertujuan menyelenggarakan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) kepada para murid-murid sekolah dasar yang ada di perkampungan tersebut.
Usai sarapan dan melakukan senam peregangan sejenak, Aris F Harvenda dari kompas.com Otomotif selaku Koordinator Teknis Datsun Risers Expedition Kalimantan ini menyampaikan sejumlah pesan pada briefing pagi. “Jaga fokus berkendara karena yang akan kita lalui medan jalannya berliku dengan sangat tajam, menanjak dan menurun juga sangat curam. Lakukan pengereman yang baik, bahkan ketika menghadapi lubang sekalipun, usahakan melakukan pengereman yang tidak mendadak, karena kalau itu dilakukan akan berakibat rem mengunci ban kendaraan, sehingga otomatis beban berat kendaraan berpindah ke depan. Pada saat jalan menanjak, berpindahlah transmisi secara smooth, dan mainkan kopling kendaraan secara ‘cantik’. Ingat, tidak boleh ada yang saling mendahului,” ujar Aris yang punya julukan si Jambul ini.
Akhirnya seluruh risers berada dalam kendaraan masing-masing. Sebanyak 15 risers terpilih menaiki lima Datsun GO+ Panca masing-masing. Jam 08.00 wita, konvoi diberangkatkan. Saya, yang tergabung dalam Tim Risers 5, bertugas menyetir Datsun GO+ Panca. Mobil tim kami, si kecil nan lincah dan irit serta punya varian warna yang cling! yakni silver metallic.
Perjalanan diawali dengan melintasi sebagian Kota Sangatta dan langsung meninggalkan kawasan pemukiman menuju jalan berbukit yang penuh liku, termasuk melintasi bukit kaya bahan galian tambang batubara yang berdinding menghitam. Selain melintasi bukit yang menjadi sumber kekayaan alam batubara dengan segala kekhasannya, iring-iringan kendaraan juga harus melintasi sebagian sisi hutan yang cukup lebat dan menghijau asri. Sayangnya, pada banyak spot, saya memperhatikan banyak juga pohon-pohon yang tumbang dengan lahan yang kering habis terbakar. Mengenaskan! Bagaimana mungkin alam hijau secantik ini di Kalimantan, mengalami kondisi naas dan membuat nelangsa dada.
Bukit yang didaki juga sesekali membelah perkebunan kelapa sawit. Tidak saja perkebunan yang pepohonannya sudah tua dan tinggi-tinggi, tapi juga ada beberapa yang masih kecil dan merupakan plasma pohon sawit. Berkendara dengan Datsun GO+ Panca pada medan jalan yang menempuh rute Sangatta menuju perkampungan Suku Dayak di Miauw Baru, sangat mengasyikkan. Performa kendaraan ini begitu dapat diandalkan pada berbagai medan jalan perbukitan. Akselerasi dan tarikannya begitu memanjakan para penumpangnya. Bagaimana tidak? Seringkali iring-iringan konvoi kendaraan Datsun Risers Expedition Kalimantan ini harus bersusah payah melintasi kondisi yang rusak. Bahkan tidak hanya rusak, ada beberapa median jalan yang longsor dan sedikit menyisakan lahan tanah pada sisi jalan beraspal, selebihnya sudah jurang yang sangat curam. Cukup mengerikan kondisi jalan yang longsor seperti ini.
Sesekali pula, Datsun GO+ Panca yang ditumpangi tim Dokumentasi meminta izin kepada kendaraan RC atau Road Captain untuk mendahului konvoi kendaraan atau ‘melambung’ demi mempersiapkan spot pengambilan kendaraan. Tak hanya jeprat-jepret menggunakan kamera maupun video, tim Dokumentasi juga mempergunakan fasilitas drone untuk mengabadikan foto dan video menggunakan pesawat keci yang dikendalikan menggunakan remote control. Ketika melintasi spot medan jalan yang menanjak, menurun, dan tengah melintasi jalan rusak, pengambilan gambar dilakukan. Saya membayangkan hasil karya mereka, rasanya kok pasti bakal keren banget. Enggak sabar pingin buru-buru lihat hasilnya.
Perjalanan dari Sangatta menuju perkampungan Suku Dayak di Miau Baru, berdasarkan catatan kilometer pada kendaraan kami, ternyata mencapai jarak tempuh 187 kilometer. Durasi waktunya, sekitar lima jam, dengan medan jalan yang kebanyakan melintasi perbukitan penuh dengan eksotisme pemandangan nan menghijau alam hutan ciptaan Tuhan. Sayangnya, pada beberapa spot lokasi, manusia justru merusaknya, termasuk dengan cara melakukan aktivitas pembakaran maupun penebangan pepohonan. Ketika beberapa kali melintasi perbukitan yang gundul dan pepohonan yang bertumbangan, rasanya hati ini ingin menjerit: “Jangan rusak, Borneoku!”
Tiba di perkampungan Suku Dayak yang dituju, konvoi kendaraan Datsun Risers Expedition langsung mengambil posisi parkir dengan rapi di sisi Rumah Panjang, rumah adat khas Suku Dayak di Miau Baru ini. Kami tiba di sini sekitar jam 13.00 wita.
Rumah Panjang yang ada di Suku Dayak Miau Baru bentuknya sesuai namanya, besar dan … panjaaaaaaaang sekali. Ini rumah panggung, meski kaki-kaki di bawahnya tidak terlalu tinggi. Ada dua pintu untuk masuk ke Rumah Panjang ini, adanya di sisi kiri dan kanan. Tapi, pintu di sisi kanan nampaknya sengaja ditutup. Di sisi luar Rumah Panjang ada sejumlah patung kayu yang cukup besar dan tinggi. Usia batang pohon besar yang dipahat menjadi beberapa gambaran patung ini saya perkirakan sudah tua sekali. Patung kayu tinggi atau totem ini tentu saja langsung menarik hasrat para risers untuk menjadi obyek foto. Di sebelah totem, ada monumen yang terbuat dari kayu dan diberi pagar.
Untuk masuk ke Rumah Panjang, kita musti naik beberapa undakan tangga kayu. Pada setiap dinding kayu terdapat guratan seperti batik ikonik dengan pewarnaan yang sangat khas Kalimantan, putih, merah, hijau, kuning dan hitam. Pada pintu kayu besar itu ada gambar ksatria Suku Dayak yang membawa parang dan perisai, didampingi gambar perempuannya.
Memasuki Rumah Panjang, hanya ada ruangan yang lapang dan memanjang. Lantainya kayu tebal. Dindingnya juga kayu dengan bergambar batik etnik Kalimantan dengan warna-warni yang ‘kinclong’. Ada beberapa patung kayu atau totem di dalam Rumah Panjang. Di sisi kiri, sudah disediakan kursi kayu panjang untuk para tamu duduk dan makan siang sambil menunggu acara dimulai.
Acara apa? Ya, siang ini---Selasa, 12 Januari 2016---Datsun Risers Expedition Kalimantan menyelenggarakan program Corporate Social Responsibility (CSR) di perkampungan Suku Dayak Miau Baru ini.
“Kami membagi-bagikan buku-buku bermutu dan alat tulis untuk bersekolah kepada murid-murid SDN 001 Miau Baru ini. Harapannya, program CSR Datsun Indonesia ini bermanfaat, memberi arti dan inspirasi bagi siapa saja, terutama bagi kami dan para risers yang tengah melanjutkan event Datsun Risers Expedition ini. Khususnya juga kepada murid-murid SDN 001 Miau Baru dan pimpinan sekolah serta guru-guru yang kami cintai,” ujar Indriani Hadiwidjaja selaku Head of Datsun Indonesia ketika memberi kata sambutan.
Sementara itu Eneos selaku Wakil Kepala Sekolah SDN 001 Miau Baru menyatakan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas kehadiran dan pelaksanaan program CSR Datsun Indonesia ini. “Terima kasih sebesar-besarnya, dan kami bangga telah menjadi lokasi pilihan Datsun Indonesia melakukan program CSR di sini,” ujarnya.
Selain pemberian donasi buku dan alat tulis sekolah, program CSR ini juga diisi dengan penampilan lima tim risers membimbing dan berbaur dengan murid-murid SDN 001 Miau Baru. Masing-masing kelompok tim risers saling unjuk kebolehan menampilkan hal terbaik yang menginspirasi bagi para siswa-siswi di sini.
Menurut jurubicara Tim Risers 1, Kang Arul, dalam melaksanakan kegiatan CSR tersebut timnya memilih untuk mengajarkan anak-anak SDN 001 di Miau Baru membuat puisi.
“Mulanya kami meminta setiap anak untuk secara bergantian memilih satu kata dan menuliskannya di buku. Lalu, seluruh kata-kata yang terkumpul itu dikreasikan untuk menjadi sebuah puisi. Selain itu, kata-kata tersebut juga digubah menjadi lagu anak-anak yang sudah mereka hafal,” jelasnya.
Berbeda dengan Tim Risers 2, program CSR yang disosialisasikan kepada anak-anak sekolah tersebut adalah pentingnya menjaga kesehatan dengan cara selalu mencuci tangan dengan sabun.
“Pangkal utama masuknya sumber penyakit antara lain adalah dikarenakan kebiasaan tidak mencuci tangan dengan baik. Kami mengajarkan cara mencuci tangan sesuai aturan Organisasi Kesehatan Dunia yang berlaku. Hanya saja kesulitannya adalah, ketika kami mengajarkan cara mencuci tangan dengan sabun cair itu, justru tidak ada sarana air bersih untuk dipergunakan. Selain cara mencuci tangan yang penting untuk menjaga kesehatan, tim kami juga mengajarkan cara untuk menutup mulut yang baik, agar tidak menulari orang lain dengan virus penyakit,” jelas Nanang Diyanto yang menjadi wakil tim. Sebagai informasi, Nanang adalah Kompasianer yang berprofesi sebagai perawat di salah satu rumah sakit yang ada di Ponorogo, Jawa Timur.
Berbeda dengan Tim Risers 3 yang terdiri dari tiga risers wanita asal Nissan Motor Indonesia. Menurut Devi, wakil dari tim yang selalu menjadi ‘primadona’ selama perjalanan DRE gelombang III etape pertama ini, timnya menampilkan aneka permainan yang interaktif dengan anak-anak SDN 001 Miauw Baru. Uniknya, semua games yang dimainkan bersama anak-anak itu dengan mengambil inspirasi dari apa yang menjadi konsep dari Datsun, yakni Dream, Access dan Trust.
“Kami mengajarkan kepada anak-anak untuk berani bermimpi dan mewujudkan dream itu. Tentu saja dengan action, langkah nyata, meskipun banyak hambatan yang pasti bakal menantang. Selain itu, kami mengajarkan anak-anak untuk menjadi sosok yang percaya bahwa semua mimpi dapat diwujudkan atau ditumbuhkan, asalkan anak-anak Indonesia terus berusaha dan berkarya semaksimal mungkin,” tuturnya penuh semangat.
Bagaimana dengan Tim Risers 4? Ternyata tim ini mengajarkan kepada anak-anak tentang indahnya berbagi, pentingnya rasa setia kawan dan tolong-menolong. “Semua penggambarannya diungkapkan dengan seekor angsa yang mengalami nasib naas karena sifatnya yang tidak suka berbagi dengan sesama. Kami berharap, anak-anak mengambil pembelajaran dan hikmah yang positif dalam mengarungi hidup ini dengan saling berbagi,” jelas Ang Tek Khun, risers yang juga Kompasianer asal Yogyakarta.
Yang menarik adalah apa yang dilakukan Tim Risers 5 dalam memeriahkan program CSR bersama Datsun Go+ Panca ini. Tim yang solid dan kompak yang terdiri dari Satto Raji, Arif Khunaifi dan Gapey Sandy ini memang selalu menampilkan padu padan yang serasi, salah satunya dengan mengenakan peci hitam ukuran 17 yang agak meninggi ke atas. Kompasianer Arif Khunaifi adalah aktor utama dibalik munculnya kekompakan ber-“peci 17” tersebut.
Menurut Satto Raji, Koordinator sekaligus jurubicara Tim Risers 5 yang berjuluk GA5 POLL BORNEO ini, timnya memusatkan dan mengambil perhatian anak-anak SDN 001 Miau Baru pada upaya untuk membangun konsentrasi. Caranya dengan mengajak mereka untuk lebih dahulu aktif dan terlibat pada beberapa trik sulap menarik. Hasilnya memang terbukti, setelah mengawali dengan saling berkenalan, ternyata sepuluh anak-anak tersebut langsung nge-klik atau menjadi semakin dekat dan akrab dengan para riser.
“Konsentrasi menjadi kata kunci awal yang kami ajarkan kepada anak-anak. Kami menanamkan keyakinan kepada mereka untuk bagaimana selalu berkonsetrasi pada apa yang menjadi harapan, keinginan, juga cita-cita mereka. Ketika kami melakukan interaksi hangat bersama anak-anak, terbukti banyak sekali cita-cita yang disampaikan oleh mereka, mulai dari ingin menjadi dokter, tentara, polisi, pilot, bahkan ada juga yang ingin bercita-cita menjadi seorang guru agama atau ustadz. Melalui trik sulap mengenai konsentrasi dan keyakinan, kami mengajarkan kepada anak-anak untuk melakukan hal yang sama demi meraih cita-cita mereka tersebut,” jelasnya.
Selain itu, lanjut Satto, timnya juga menyampaikan dongeng sambil memperagakan boneka tangan yakni sosok gajah dan kura-kura. “Kedua sosok binatang ini dalam dongeng yang kami sampaikan adalah sosok yang saling bertentangan. Gajah, kami coba ungkapkan sebagai sosok yang tidak suka belajar, termasuk pelajaran Bahasa Inggris dan pelajaran lainnya. Sedangkan kura-kura yang jalannya lambat, kami gambarkan sebagai sosok yang senang belajar, termasuk belajar Bahasa Inggris. Karena senang belajar, kura-kura yang jalannya lambat berhasil menjadi juara dalam sebuah lomba lari. Si kura-kura mengalahkan gajah yang bingung mengartikan kata berbahasa Inggris ‘right’ dan ‘left’. Karena tidak tahu arah ‘kanan’ maupun ‘kiri’, si gajah jadi malah mengambil rute lomba lari yang salah, dan berakhir kalah,” urai Satto seraya menyebut bahwa inti dongeng ini mengajak anak-anak untuk terus belajar demi meraih cita-cita yang gemilang.
Agak berbeda dengan tim risers lainnya, Satto menambahkan, kelompoknya berhasil mengajak empat anak-anak yang diantaranya memiliki cita-cita ingin menjadi Polisi, untuk bertemu dan berfoto langsung dengan dua petugas kepolisian yang mengawal perjalanan seluruh tim risers.
“Sewaktu kami mempertemukan empat anak-anak ini dengan dua petugas kepolisian, mereka Nampak semakin bangga dengan sosok polisi. Mereka bersalaman, berfoto dan ada bias wajah yang puas juga bangga bahwa mereka bias berdampingan dengan ‘Pak Polisi’, sosok yang kelak akan menjadi bahagian dari cita-cita mereka kelak. Semoga ini akan terus membekas dan menjadi pemacu semangat anak-anak untuk menghidupkan masa depan mereka dengan menjadi apa yang mereka cita-citakan yakni jadi Polisi,” jelas Kompasianer yang tampil eksentrik dengan topi bundar ala Glenn Fredly.
Kegiatan CSR yang menjadi salah satu bagian acara penting dari Datsun Risers Expedition gelombang III etape pertama ini diakhiri dengan foto bersama, antara para risers, pimpinan dan staf Datsun Indonesia, murid-murid SDN 001 Miau Baru, dan para pimpinan serta staf guru. Uniknya, foto bersama dilaksanakan di depan rumah panjang yang menjadi rumah khas atau rumah adat Suku Dayak di Kalimantan. Semua sangat bergembira dengan meneriakkan yel-yel ‘Datsun Risers Expedition! Go!’
Menembus Hutan Kalimantan Menuju Berau
Perjalanan dilanjutkan dari Miau Baru ke Tanjung Redeb. Konvoi iring-iringan peserta Datsun Risers Expedition menembus medan jalan yang semakin menantang. Apalagi, kalau bukan hutan Kalimantan yang terkenal lebat dan ‘perawan’. Gambarannya begini. Ketika kami membuka jendela kaca mobil, yang tercium adalah aroma wangi hutan, udara segar, dan suara satwa-satwa hutan yang berteriakan. Sungguh, ini layaknya kami tengah camping di hutan.
Banyak lokasi jalan yang rusak di sini, tapi banyak juga yang sudah dalam perbaikan. Beberapa ruas jalan aspal malah sangat halus dan nyaman untuk berkendara dengan Datsun GO+ Panca, meskipun harus berkelok dengan tajam di bibir jurang yang dalam di sisi kiri, sementara di sisi kanan adalah lebatnya hutan tropis Kalimantan. Rute dan jarak tempuh yang kami lalui dari Miau Baru menuju Tanjung Redeb, nyaris sama dengan jarak dan waktu tempuh dari Sangatta menuju Miau Baru.
Sekitar jam 20.30 wita, rombongan konvoi Datsun Risers Expedition tiba di Hotel Cantika Swara, Jalan Pulau Panjang, Tanjung Redeb, Berau. Sayangnya, fasilitas wifi hotel sedang drop. No Wifi, membuat separuh nafas untuk berkomunikasi dan mengunggah hasil tulisan seperti ‘mati’. Hiks … sayang sekali.
Hari ketiga (Rabu, 13 Januari 2016) pelaksanaan Datsun Risers Expedition, akan mengambil start dari Tanjung Redeb, menuju ke pelabuhan untuk berperahu menuju Pulau Derawan. Rasanya, ini salah satu rute yang juga ditunggu-tunggu para risers. Derawan cantik, risers coming ….
BACA JUGA TULISAN LAINNYA:
Blusukan dan Blasukan dengan Datsun GO+ Panca di Kalimantan
Risers Bercanda dengan Ikan di Pulau Derawan
Please, Jangan Lakukan Ini di Danau Kakaban
Risers Rasakan Denyut UMKM di Berau
Kenapa Pengguna Datsun Sebut Dirinya 'Riser'?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H