Selain kebun Buah Naga, konvoi DRE gelombang III etape pertama juga sempat melintasi sebuah Masjid Muhammad Cheng Ho yang konon dibangun oleh komunitas muslim keturunan Tionghoa. Waaahhhh … sebuah pemandangan yang unik dan bermanfaat.
Ketika memasuki Samarinda, kami melintasi jembatan yang membentang di atas Sungai Mahakam. Dari atas jembatan kami menyaksikan dengan kepala sendiri betapa luas sungai yang menjadi salah satu moda transportasi masyarakat Kalimantan ini. Ada juga sejumlah perahu tongkang pengangkut batubara yang tengah bersandar. Sementara di kejauhan, kami melihat kompleks Islamic Center Kaltim yang sangat megah. “Jangan salah, arus lalu-lintas di Samarinda kadangkala tidak bersahabat, alias macet juga seperti di Jakarta,” tukas Bambang menjelaskan banyak hal yang baru kami ketahui tentang Kaltim.
Lalu-lintas di Samarinda siang itu memang cukup padat. Meskipun akhirnya, kami sampai juga di lokas yang dituju yakni dealer dan bengkel Nissan Motor Indonesia yang juga membawa brand Datsun di Samarinda, ibukota Kaltim yang punya maskot Pesut Mahakam. Makan siang dilaksanakan di kantor ini, berbarengan dengan pelaksanaan Press Gathering yang mengundang banyak jurnalis media lokal dan nasional untuk meliput DRE gelombang III etape pertama.
Usai acara di Samarinda ini, seluruh risers yang tergabung dalam iring-iringan kendaraan DRE bersiap menuju ke Sangatta. Perjalanan menempuh jarak yang cukup panjang, dengan medan jalan penuh liku dan cukup banyak dijumpai jalan-jalan dalam kondisi rusak, serta ada pula yang tengah diperbaiki. Perjalanan ini cukup menantang dengan alam hijau hutan yang lebat di kiri kanan jalan, serta tebing-tebing curam yang cukup menganga. Secara keseluruhan saya sempat melirik arloji menunjukkan jam 15.30 wita ketika iring-iringan DRE gelombang III ini berangkat dari Samarinda. Dan ketika tiba di Sangatta, kami seolah disambut dengan lantunan adzan Isya di masjid yang lokasinya dekat dengan hotel para risers menginap.
“Hitung-hitung perjalanannya memakan waktu sekitar empat jam. Sungguh, medan jalan yang ditempuh dari Samarinda menuju Sangatta sangat mengasyikkan dan seru. Apalagi pada waktu malam, kami seolah membelah hutan Kalimantan yang gelap gulita, dan sesekali bertemu kendaraan lain dari arah berlawanan,” tukas Satto Raji, risers yang juga Kompasianer asal Jakarta Barat ini.
* * * * *
Menurut salah seorang risers asal Surabaya, Arif Khunaifi, pengalaman pertama menjajal kehandalan Datsun GO+ Panca sangat mengesankan. Ketika menghadapi kondisi medan jalan yang berkelok-kelok dan cukup banyak ruas-ruas jalan yang rusak, mengendarai Datsun GO+ Panca sama saja dengan tetap merasakan kenyamanan berkendara. Terutama, tarikan mesinnya dan akselerasinya.
“Karena saya waktu itu ingin sekali menjajal atau test drive Datsun GO+ Panca di Surabaya, tapi tidak berhasil dilakukan, maka kesempatan mengendarai mobil LCGC ini pada gelombang III etape pertama Kalimantan ini, sangat menjadi pengalaman berharga. Dan ternyata, Datsun GO+ Panca tarikannya sangat enteng. Dibandingkan dengan kendaraan sejenis lainnya, akselerasi Datsun GO+ Panca benar-benar andal dan teruji. Apalagi, untuk bermanuver di jalan-jalan yang berliku dan berlubang seperti di beberapa ruas jalan dari Samarinda menuju ke Kutai Kartanegara dan Sangatta. Ini bukan omong kosong. Ini fakta lho, bahwa Datsun GO+ Panca memang gesit. Dan saya sudah membuktikannya sendiri,” ujar Kompasianer Arif Khunaifi, yang mengendarai Datsun GO+ Panca warna silver metallic untuk Tim Risers 5, yang beranggotakan Kompasianer Satto Raji dan Gapey Sandy.