Beranjak agak ke tengah pesawat, adalah jajaran kursi pesawat seperti biasa, warnanya dominan putih. Setiap barisan kanan kiri, ada dua kursi penumpang. Saya duduk bersebelahan dengan Mas Isjet, admin KOMPASIANA. Rupanya memang, di setiap sandaran kepala sudah ditempelkan nama-nama siapa saja yang bakal menduduki kursi, termasuk untuk rombongan ‘Wartawan dan BLOGGER KOMPASIANA’.
Di bahagian depan pesawat dibatasi sekat yang terbuat dari plastik warna putih susu sehingga tidak tembus pandang. Pastilah, di situ sebagai posisi untuk kursi penumpang kehormatan, selain juga ada pilot. Pramugari yang melayani berpakaian seragam biru muda dan bercelana panjang biru tua. Rambutnya digerai sebahu. Senyumnya selalu mengembang.
Pramugari membawa nampan yang di atasnya ada permen dan tisu basah. Aaaahhh … segera saja tisu basah menjadi suguhan yang sangat ditunggu. Menyegarkan sih, apalagi yang menyodorkan pramugari yang ehemmmm … eh, ramah maksudnya ‘loch. Maklum, sebelum mesin pesawat menyala, hawa di dalam pesawat panasnya minta ampyuuuun bo’. Peluh berkucuran di wajah.
Untunglah tak berapa lama mesin pesawat menyala. Pada bagian atas tengah-tengah pesawat menyemburkan uap penyejuk ruangan. Aaaahhh … segaaaaar. Makin santai manakala pramugari berarloji kuning keemasan tadi keluar lagi dari balik sekat ruangan, untuk membagikan kotak makanan ringan lengkap dengan segelas air mineral. Hmmmm … nyam nyam.
Dari balik jendela pesawat, saya melihat cepatnya putaran baling-baling pesawat CN-295 ini. Di sebelah pesawat yang saya tumpangi, ada satu CN-295 lainnya yang membawa Presiden beserta Ibu Negara. Pesawat mereka tentu saja lebih dahulu ambil ancang-ancang di landasan dan take off, sementara pesawat kami membuntuti.
Eh, hitung punya hitung, sepanjang mengikuti kunker Presiden Joko Widodo di NTT selama tiga hari, maka tiga kali pula KOMPASIANA naik pesawat yang berbeda. Sewaktu berangkat, kita naik pesawat komersial maskapai Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA448 yang lebih dulu transit di Bandar Udara Internasional Juanda (Surabaya), sebelum lanjut ke El Tari (Kupang). Nah, kemudian naik CN-295 milik TNI AU. Dan nanti sore, pulangnya ke Jakarta, kita dijadwalkan untuk naik … eng ing eeeeeng, Pesawat Kepresidenan! Uuuppps, nanti ya dibahas soal yang satu ini.
Singkat kata, begitu mendarat di Bandar Udara A.A. Bere Tallo di Belu, rombongan kepresidenan disambut hujan rintik. Hanya sebentar, tapi lumayan mengusir debu dan cuaca panas. Perjalanan dilanjutkan menuju lokasi peresmian groundbreaking bendungan Rotiklot.
Sepanjang jalan banyak warga menyaksikan iring-iringan kendaraan rombongan kepresidenan. Sesekali, dari balik jendela mobil sedan hitam ‘INDONESIA 1’ yang ditumpangi Presiden dan Ibu Negara, terlempar kaos yang dibungkus plastik dan segera disambut antusias bahagia warga. Saya berpikir, karena memang mengejar waktu tempuh, maka kebiasaan sedan ‘INDONESIA 1’ yan membagikan buku-buku tulis pasti urung dilaksanakan. Sebagai gantinya, membagikan kaos-kaos itu dengan dilemparkan ke arah kerumunan warga yang kemudian bersorak-sorai kegirangan.
Ya, masa kecil Presiden Joko Widodo sebagai anak tukang kayu memang memprihatinkan. Jam belajarnya melebihi anak-anak seusianya yang mampu mengikuti berbagai les pelajaran tambahan. Karena kehidupan yang serba sederhana, Joko Widodo kecil yang tidak punya biaya untuk ikut les pelajaran tambahan, hanya bisa menambah waktu belajar dari jam 7 sampai 11 malam. Sementara teman-teman sekelasnya, hanya belajar dari jam 7 sampai 9 malam saja.