Staf Paspampres kemudian mempersilakan seluruh Pemred termasuk KOMPASIANA mengumpulkan seluruh handphone di atas baki untuk kemudian dibawa keluar ruangan. Mas Isjet, terpaksa ‘merelakan’ GoPro dan tongsisnya ikut dikeluarkan dari ruangan.
Sebelumnya, saya sendiri sudah meletakkan tas kamera di luar ruangan. Hanya tasnya saja. Isi kamera DSLR-nya? Ya, karena sedang berusaha untuk memperoleh izin memotret, saya sengaja meletakkan kamera di lantai belakang kursi. Tapi apa hendak dikata, staf Paspampres menghampiri dan meminta saya untuk mengeluarkan juga kamera dari ruangan. Yah sudahlah … apa boleh buat, saya patuhi semua perintah itu. Tinggal tersisa blocknote kecil dan pulpen di saku, untuk mencatat apa saja yang berlangsung selama pertemuan. Beeeuuhhh … no camera, no voice recorder. Ini bisa jadi catatan khusus buat Kompasianer, siapa saja, yang nanti mungkin terpilih mengikuti kunjungan kerja Presiden, untuk selalu siap membawa blocknote. Jangan selalu mengandalkan alat rekam.
Akhirnya acara dimulai. Sukardi Rinakit yang menjadi moderator, segera menyampaikan maksud dan tujuan acara diselenggarakan. “Bapak Presiden berharap masukan dan informasi secara langsung dari para Pemimpin Redaksi yang hadir di sini,” ujarnya.
Penyampaian para Pemimpin Redaksi
Seperti dikomando, sejumlah Pemred langsung mengacungkan jari memohon izin berbicara. Simon dari Timor Express memperoleh kesempatan pertama. Ia menyampaikan masalah jaminan kebebasan pers dan berpendapat untuk menegakkan demokrasi. Selain, masalah percepatan pembangunan.
“Kami memohon agar ada jaminan kebebasan pers dan kebebasan berpendapat, karena inilah pilar demokrasi. Kami berharap pula percepatan pembangunan dilaksanakan, terutama masalah pendidikan dan kesehatan di NTT. Untuk masalah kesehatan misalnya, yang perlu dihadapi adalah penyakit malaria dan HIV/AIDS. Selain itu, perlu semakin lebih ditingatkan kapal barang dari Maluku menuju Papua yang pada akhirnya akan membuka banyak akses, termasuk ekonomi. Begitu juga dengan transportasi udara. Provinsi NTT ini berbatasan dengan dua negara yang mata uangnya dolar. Kami berharap Bandar Udara El Tari ditingkatkan jadi berstatus internasional, sehingga Kupang menjadi pintu gerbang Asia Pasifik,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Stasiun RRI Kupang memberi masukan kepada Presiden Joko Widodo tentang betapa positifnya program tunjangan kinerja di lingkungan karyawan RRI. Harapan juga disampaikan tentang kebutuhan akan embung dan bendungan di NTT. “Karena curah hujan sangat minim,” tukasnya seraya menambahkan masalah persoalan tanah adat yang kadangkala menjadi penghambat rencna investasi. “Hal lain, kami berharap ada perbaikan untuk transportasi kapal Ferry, karena kondisi yang sudah ada saat ini, sudah tidak manusiawi”.
Adapun Chris Mboeik, Pemred Victory News secara singkat berharap agar Pemerintah dapat mewujudkan NTT sebagai provinsi ternak. “Untuk mewujudkannya butuh pakan, air dan sebagainya. Jangan sampai berhenti pada wacana saja,” ujarnya.