Siapa sangka, kegiatan tahunan bernama Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) yang diselenggarakan pada 10 – 12 Desember 2015 kemarin, mampu menyedot triliunan rupiah dana transaksi. Panitia memperkirakan, angkanya mencapai antara 3 – 5 juta dolar Amerika Serikat. Sementara Nielsen menelurkan estimasi, selama tiga hari tersebut, terjadi transaksi sebesar Rp 2,1 triliun.
Adapun komoditi yang paling dicari selama Harbolnas adalah fashion (65%), gadget (44%), produk elektronik (41%), dan travel (31%). Harbolnas 2015 diikuti 140 peserta, naik hampir dua kali lipat dibandingkan peserta tahun sebelumnya yang hanya 78 peserta. Untuk tahun ini, jauh-jauh hari panitia sudah mengimingi bahwa, terdapat tawaran total diskon mencapai sekitar Rp 120 miliar. Wow!
Nielsen juga mencatat bahwa para konsumen Harbolnas menggunakan laptop dan smartphone, sebagai perangkat yang banyak dipergunakan. Sebanyak 85% diantaranya melakukan transaksi di rumah, dan umumnya atau sekitar 50% dari konsumen sudah pernah melakukan belanja daring sebelumnya.
Bayangkan nilai yang diperoleh tadi. Tembus Rp 2 triliun! Itu cuma berlangsung tiga hari loh. Berkaca pada hasil menggembirakan yang diraih sepanjang Harbolnas 2015, tidak berlebihan apabila Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF), Ricky Pesik memasukkan sektor digital developers dalam fokus kerja instansinya.
BEKRAF menetapkan 16 sektor yang akan terus ditangani secara terfokus hingga 2019. Seluruh sektor tersebut adalah digital developers, arsitektur, desain interior, visual communication design, desain produk, fashion, film – animasi dan video, fotografi, craft, kuliner, musik, publishing, advertising, performing art, fine art, dan televisi – radio.
“Pada 2005, peran Ekonomi Kreatif sudah sangat signifikan mempengaruhi perekonomian dunia dengan mengambil peran sebanyak 6,1%. Sedangkan untuk di Indonesia, kontribusi Ekonomi Kreatif berdasarkan data BPS pada 2014, sudah melebihi angka 6% juga. Dan yang paling menarik adalah, sejak di-tracking oleh BPS terkait kontribusi Ekonomi Kreatif terhadap sektor perekonomian, maka pertumbuhan Ekonomi Kreatif adalah yang selalu stabil pertumbuhannya pada setiap tahun, bahkan manakala perekonomian Indonesia tengah dirundung perlambatan. Itulah mengapa, BEKRAF dituntut selalu meraih pertumbuhan selalu diatas rata-rata hingga 2019 nanti, yaitu dari 9,7% menjadi 13% dalam kontribusinya terhadap produk domestik bruto nasional,” tuturnya.
Hal ini dikatakan Ricky ketika menjadi pembicara pada Kompasiana Nangkring bersama JNE, pada Jumat, 11 Desember 2015, di Gedung Pusat JNE Express, Jalan Tomang Raya No. 11, Jakarta Pusat. Adapun tema yang diusung pada acara yang sekaligus menjadi Media & Blogger Gathering ini adalah, Industri Kreatif pada Era Digital. Acara ini juga terselenggara demi memperingati Hari Ulang Tahun ke-25 JNE Express.
Masih tentang besaran nilai Ekonomi Kreatif, Ricky menjabarkan, nilai Ekonomi Kreatif sedunia nilainya bahkan melampaui 20% dari perekonomian Jerman. “Padahal, Jerman dianggap sebagai negara industri paling maju di dunia. Selain itu, Ekonomi Kreatif di dunia juga dua setengah kali lebih besar daripada belanja kebutuhan militer dunia,” jelasnya seraya mengutip data United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) bahwa, pertumbuhan sektor Ekonomi Kreatif didunia melonjak hingga 134% untuk periode antara 2002 - 2011.
Selain itu, menurut perkiraan Price Waterhouse Coopers (PWC), pada 2012 industri Ekonomi Kreatif---atau yang diistilahkan waktu itu sebagai entertainment industries---telah memberikan kontribusi sebesar 2,2 triliun dolar Amerika Serikat per tahun, atau sama dengan 230% lebih banyak daripada total ekspor minyak yang dilakukan OPEC pada tahun yang sama.
Pertanyaannya sekarang, heran Ricky, mengapa sektor Ekonomi Kreatif belum signifikan memperoleh atensi dari seluruh pemerintahan negara-negara di seluruh dunia? “Beberapa alasannya adalah, pertama, Ekonomi Kreatif didefinisikan sebagai sesuatu yang kompleks. Kedua, hubungan keterkaitan antara ekonomi dengan kultur masyarakat sebagai aset pertumbuhan sektor ini, belum diyakini secara utuh. Ketiga, pendekatan kuantitatif ekonomi kepada bidang kreatif dan budaya masih menjadi sesuatu yang sangat baru,” prihatinnya seraya menegaskan bahwa, tantangan sektor Ekonomi Kreatif adalah bagaimana membuat ekosistem pada industri ini menonjolkan konsistensi sehingga dapat membuktikan peran signifikan dan terukur, terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
“Pada 4 Agustus kemarin, Presiden RI Joko Widodo mengundang para pelaku industri kreatif. Hasilnya, tercapai kesepakatan dan muncul pernyataan dari Presiden bahwa, era industri Ekonomi Kreatif harus menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia pada masa mendatang. Karena, Ekonomi Kreatif adalah ekonomi yang berbasis pada ide, gagasan, pikiran dan kemampuan manusia yang tidak mungkin habis,” ujar Ricky mengutip Presiden Joko Widodo.
Mengakhiri paparannya, Ricky mengatakan, Indonesia harus mengubah paradigma lama untuk dapat terus maju dan bersaing pada sektor Ekonomi Kreatif di pentas global. “Caranya, dengan mengubah paradigma lama yang hanya sekadar mengedepankan Ekonomi atau Budaya saja, menjadi Ekonomi dan Budaya yang menjadi ‘nilai tukar’ baru (new currency). Kita harus ubah paradigma ini. Kreativitas adalah currency dalam ekonomi saat ini,” jelas Ricky yang tampil santai, mengenakan kemeja putih berbalut jas hitam dan bercelana jeans.
Ledakan Penduduk Kelas Menengah
Kenaikan jumlah dan nilai transaksi pada Harbolnas 2015 juga menegaskan fakta bahwa ternyata, Kelas Menengah (Middle Class) di Indonesia jumlahnya semakin bertambah. Kelas menengah yang semakin akrab dengan teknologi gadget, internet, media daring dan media sosial. Contoh aktualnya, ya semakin merebaknya pengguna aplikasi transportasi jemput dan antar yang berbasis layanan aplikasi online.
Khusus terhadap penggunaan internet, Majalah Marketeers edisi Oktober 2015 pernah merilis tipikal koneksi internet yang semakin menjadi trend belakangan di kalangan Youth, Women, Netizen (YWN). Menurut data tersebut, Koneksi Seluler terbanyak terjadi pada kalangan Netizen (70,2%), Youth (64,1%) dan Women (63,7%). Untuk penggunaan Wireless atau WiFi, lagi-lagi Netizen menjadi yang terbanyak dengan (39,9%), disusul Youth (37,2%) dan Women (35,2%). Netizen juga mendominasi dengan (7,1%) untuk penggunaan Fixed Line, disusul bersamaan atau 6,2% untuk Youth dan Women. Sementara penggunaan Modem, Youth tercatat (3,1%), Women (3%) kemudian Netizen (2,9%).
Fakta bahwa Kelas Menengah semakin meningkat, adalah juga dikarenakan Indonesia tengah menikmati Bonus Demografi. Atau, masa dimana angka beban ketergantungan antara penduduk usia produktif dengan penduduk usia nonproduktif mengalami penurunan, sehingga mencapai angka dibawah 50. Artinya, setiap penduduk usia kerja menanggung sedikit penduduk usia nonproduktif.
Data proyeksi penduduk menunjukkan bahwa Bonus Demografi di Indonesia diperkirakan terjadi pada 2020 hingga 2035. Sedangkan pada 2020 – 2030, Indonesia mengalami window of opportunity. Setelah tahun 2030, Indonesia kemudian akan menghadapi peningkatan pesat pada kelompok penduduk usia lanjut (65+), sehingga meningkatkan kembali rasio ketergantungan.
Dalam satu kesempatan di acara Kompasiana, Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN) mengungkapkan data, bahwa jumlah penduduk Indonesia pada 2015 diperkirakan 255,5 juta jiwa. Dari jumlah itu, balita dan anak mencapai jumlah 47,4 juta jiwa. Sedangkan jumlah remaja, menyentuh angka 66 juta jiwa, atau 7% dari jumlah total penduduk. Kontribusi proporsi penduduk usia produktif ini, sudah pasti membawa potensi Bonus Demografi. Potensi ini diperkuat dengan data yang menyatakan, jumlah penduduk lanjut usia (lansia) ‘hanya’ sejumlah 21,7 juta jiwa.
Dalam kondisi tengah menikmati Bonus Demografi dengan banyaknya jumlah penduduk usia produktif, dan seiring dengan pertambahan Kelas Menengah, tak pelak membuat Indonesia kian menunjukkan potensinya pada bisnis kreatif di era digital.
Menurut CEO Provetic, Iwan Setiawan yang juga tampil sebagai pembicara, jumlah Kelas Menengah akan mengalami ledakan di Indonesia. “Hal ini sejalan dengan sebuah hasil riset yang menyoroti pelanggan di Indonesia dan dunia. Pada 2020 nanti, diperkirakan bakal ada 1 miliar pelanggan baru yang berasal dari kalangan Kelas Menengah secara global. Dari jumlah itu, sebanyak 30%-nya berasal dari negara-negara maju di Asia, seperti China, India dan Indonesia. Padahal, ketika 2009, Kelas Menengah justru dikuasai negara-negara dari Amerika Utara, Eropa, Amerika Selatan, Asia Pasifik, Timur Tengah dan Afrika,” jelasnya seraya menegaskan bahwa pada 2020, para consumers di Indonesia akan hidup dalam dunia digital (living in digital world).
Gambaran Kelas Menengah di Indonesia, menurut Iwan, dapat dilihat perkembangannya melalui keriuhan ‘narsis’ mereka di media sosial. “Pertama, menggunakan global brand, contohnya berbagai merek busana asal mancanegara yang makin digemari. Kedua, semakin peduli pada kesehatan, misalnya dengan semakin maraknya penyelenggaraan ajang lari marathon. Ketiga, senang melakukan traveling, termasuk acara-acara televisi yang semakin banyak menayangkan program traveling. Keempat, gemar melakukan wisata kuliner, terbukti sekitar sepuluh tahun lalu kita akan kesulitan mencari French Restaurant, Italian Food, Japanese Food dan sebagainya. Kelima, budaya minum kopi yang semakin menjamur. Keenam, mulai memperhatikan sophisticated sampai pada tingkat packaging (kemasan) barang. It’s all about image. It’s all about packaging. Jeleknya suatu produk, bisa ditutup oleh kemasan yang bagus. Ketujuh, compact television, yang antara lain didorong oleh semakin merebaknya gaya hidup tinggal di apartemen,” urai Iwan seraya berpesan bahwa, semua kemajuan tersebut hendaknya didukung oleh perkembangan industrinya. “Korean Pop misalnya, tidak akan bisa mendunia, kalau tidak didorong dengan perkembangan industri musik Korea itu sendiri”.
UKM Maju Berkat Internet
Sementara itu, ketika tampil sebagai pembicara, CEO Bukalapak.com, Achmad Zaky menekankan pada manfaat internet terhadap perkembangan Usaha Kecil Menengah (UKM). Mengutip hasil riset BCG & McKinsey, ia mengatakan, internet membawa kesempatan. Ekonomi digital tumbuh dengan pesat dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dunia.
“Hal ini bisa dimaklumi karena terjadi pemerataan, efisiensi, penciptaan pasar dan sebagainya. Sayangnya, Indonesia masih sangat ketinggalan. Kalau negara lain sudah mengoptimalkan ekonomi digital, tapi sebaliknya, Indonesia masih sedikit sekali. Meskipun, ini tetap menjadi sesuatu yang potensial,” ujarnya.
Di Indonesia, kata Achmad, terjadi trend penjualan smartphone yang dalam satu bulan terdapat tiga juta penjualan. “Makanya, saya memprediksi, tiga tahun lagi, bakal terjadi 100 juta penjualan smartphone per bulan. Dahsyat sekali!” tukasnya.
Selain itu, Achmad menyodorkan fakta bahwa ternyata, UKM yang memiliki basis pemasaran melalui online, lebih memiliki pendapatan yang rata-rata dua kali lipat lebih besar bila dibandingkan dengan UKM yang tidak menekuni online. “Hal ini terjadi juga di Indonesia. Hanya sayangnya, banyak UKM yang belum melaksanakan pemasaran melalui online dengan alasan ribet, belum siap dan sebagainya. Padahal, dengan menjalankan pemasaran online, berarti UKM tersebut akan sangat kompetitif, terbuka pikirannya, dan bersiap untuk maju,” jelasnya.
Achmad menambahkan, internet ternyata sanggup merobohkan tiga hal penting, yaitu modal keuangan, pengetahuan, dan jaringan sosial. “Sewaktu lulus dari ITB Bandung, saya masih digelayuti pemikiran bahwa, rasanya tidak mungkin saya akan punya bisnis yang besar sekali, apabila bukan anaknya pejabat, anaknya konglomerat, atau dekat dengan penguasa. Tapi hari ini, semuanya ternyata terbantahkan. Modal keuangan melalui relasi di internet itu ternyata sangat banyak sekali. Hampir setiap pekan selalu saja ada orang yang bertanya-tanya, apakah Bukalapak.com dapat menerima penyertaan modal atau tidak, dan sebagainya. Untuk menjawab itu semua, kami memang masih sengaja menahan kehadiran investor karena dunia sudah flat dan sektor keuangan pun, sudah dapat melihatnya langsung melalui internet. Pengetahuan juga semakin gratis dan murah, akan lahir orang-orang hebat yang mungkin tidak lahir dari dunia pendidikan formal. Soal jaringan sosial tidak serumit seperti dulu, karena sekarang ini, orang di-mention melalui media sosial saja, mungkin akan segera mengirimkan sapaan balasan,” urainya.
Bukalapak.com kini telah memiliki 250 karyawan yang seluruhnya masih berusia muda. Dalam perjalanan usahanya, perusahaan ini menyatakan peduli dengan keberadaan UKM di Indonesia. “Saya percaya, potensi UKM ini sangat besar sekali, karena jumlahnya sekitar 50 juta UKM, dan berkontribusi terhadap serapan 90% tenaga kerja. Jadi, kalau Bukalapak.com berinovasi, maka hal itu adalah perjuangan juga untuk membuka lapangan kerja melalui UKM-UKM tersebut. Dan setelah lima tahun berdiri, prestasi Bukalapak.com adalah peringkat ke-12 website di Indonesia versi Alexa, terdapat dua juta pengunjung saban hari, ada 500 ribu UKM yang bergabung, pendapatan rata-rata UKM adalah Rp 5 juta per bulan dengan senantiasa tumbuh dua kali lipat setiap tahunnya, dan total transaksi kami adalah belasan miliar rupiah per hari,” terangnya seraya bergurau bahwa seiring kemajuan UKM tersebut, salah satu pihak yang juga memperoleh keuntungan juga adalah JNE.
JNE itu Connecting Happiness
Candaan CEO Bukalapak.com, Achmad Zaky bahwa JNE memperoleh untung dari geliat industri bisnis kreatif di era digital, memang ada benarnya. Apalagi, sepanjang 2015 ini, JNE telah membuktikan komitmen dan pertumbuhan yang signifikan. Hal ini terlihat dari solidnya pertumbuhan kinerja bisnis, dan didukung pula oleh investasi yang berkelanjutan dalam inovasi produk serta layanan yang berfokus pada kebutuhan pelanggan. Sehingga, setelah 25 tahun menyediakan aksesibilitas, JNE bertekad untuk terus berupaya memberikan layanan terbaik serta jasa kurir terdepan.
Hal ini disampaikan Presiden Direktur JNE, Mohamad Feriadi pada kesempatan yang sama. “Hingga kuartal ketiga 2015, total pendapatan dari penjualan JNE tumbuh sebesar 30%, dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Total jumlah pengiriman saat ini sebanyak 12 juta kiriman per bulan, atau 400 ribu kiriman per hari,” tuturnya.
Selain itu, dalam rangka memperingati HUT ke-25 yang mengusung tema 25 Tahun Merangkai Nusantara, JNE semakin menebalkan keyakinan untuk meningkatkan layanan bagi pelanggan ke tahap baru. JNE akan melakukan pengembangan pada beberapa sektor, seperti infrastruktur, IT, sumber daya manusia, dan network. “Ini merupakan komitmen JNE untuk terus melakukan inovasi guna memberikan kemudahan kepada pelanggan, salah satunya dengan merilis website perusahaan yang baru, yang user friendly dan semakin memberi kenyamanan kepada pelanggan untuk berinteraksi,” urainya.
Ditambahkan Feriadi, JNE akan berfokus pada tiga hal. Pertama, akan berfokus pada express business yang sudah mendarah-daging sejak kelahiran JNE. Kedua, mengarah kepada third party logistic karena semakin hari semakin banyak perusahaan yang mulai melakukan outsourcing bidang pekerjaan logistik kepada pihak ketiga. Ketiga, mengarah ke bisnis freight.
“Dari ketiga bisnis yang tengah kita arahkan tadi, maka kita perlu menunjang supaya ketiga bisnis ini bisa berjalan smooth, baik. Kita akan berkonsentrasi dalam membangun IT System, sehingga lebih dekat kepada pelanggan, dan pelanggan juga menjadi lebih mudah berinteraksi. Kita juga akan terus memperbaiki infrastruktur yang dimiliki dan membangun gudang. Serta, membangun sebuah shopping center dengan automation facility karena kepercayaan pelanggan semakin hari kian bertambah sehingga membutuhkan alat yang dapat menangani secara otomatis. Kita juga ingin masuk kepada pemberdayaan human capital sehingga staf JNE akan selalu dapat terjaga, terlatih, sehingga standar pelayanan yang diberikan insya Allah dapat sama, meskipun berada di wilayah yang berbeda,” paparnya seraya mengatakan bahwa saat ini e-commerce sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. “Banyak sekali orang yang terlibat dalam pekerjaan e-commerce sehingga menjadi peluang bagi banyak pihak termasuk JNE”.
Feriadi juga menyatakan, jual beli secara online pasti sangat membutuhkan jasa pengiriman logistik. Memang, secara volume maupun nominal, e-commerce masih lebih kecil dibandingkan dengan industri ritel offline. “Tapi, menilik perkembangannya, setiap tahun jual beli di platform e-commerce meningkat pesat. Nah, berlangsungnya era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) bisa membuat pasar e-commerce yang bisa digarap oleh pelaku jasa pengiriman menjadi lebih besar,” tuturnya seperti dimuat Majalah Marketeers edisi Oktober 2015.
Sebagai data tambahan, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta mengatakan, kinerja perdagangan ritel selama 2015 melambat akibat pelemahan ekonomi yang berdampak pada penurunan daya beli masyarakat. “Total omzet perdagangan ritel pada tahun ini diperkirakan naik tipis sebesar 5% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 180 triliun,” ujarnya seperti dikutip Kompas (17/12).
JNE Tetap Suguhkan Layanan Terbaik
Sementara itu, CEO JNE Group, Abdul Rahim Thahir merinci capaian membanggakan yang diraih JNE pada tahun ini. “Pencapaian JNE sepanjang 2015, diantaranya mencatatkan volume pengiriman yang mencapai 121 juta atau naik 39% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 87 juta delivery. Sedangkan pada 2016 nanti, JNE menargetkan 158 juta delivery. Dari seluruh proses delivery tersebut, pelanggan korporat sangat menjadi dominan, dan sisanya pelanggan individu,” tuturnya.
Pada tahun ini juga, kata Rahim lagi, JNE yang memiliki 5.000 titik pelayanan telah menangani 400 ribu delivery per hari, atau 12 juta delivery per bulan, yang meliputi 28 kota besar se-Indonesia dengan layanan Same Day dan Overnight Service. “Semua ini berkat dukungan sebanyak 30 ribu karyawan, dimana 14 ribu diantaranya adalah karyawan tetap, dan sisanya adalah mitra usaha. Selain itu, melalui 5.000 titik pelayanan JNE, pelanggan dapat melakukan pengiriman barang ke sekitar 212 negara di dunia. Hal ini, karena JNE telah bekerjasama dengan banyak pelaku usaha global express,” jelasnya penuh syukur.
Terkait perkembangan sektor industri e-commerce akhir-akhir ini, Rahim menyebut speed atau kecepatan layanan pengiriman menjadi semakin penting. “Beruntung, saat ini JNE telah dapat melakukan layanan Same Day dan Overnight Service kepada pelanggan dengan tujuan ke 28 kota besar se-Indonesia. Pada tahap selanjutnya, kami akan terus melakukan pengembangan dari sisi jaringan dan kapabilitas, sehingga dapat melayani lebih banyak lagi kota-kota lainnya di Indonesia,” ujarnya.
Rahim menambahkan, outlook era digital saat ini menunjukkan, di Indonesia terdapat sebanyak lebih dari 74 juta pengguna internet. Selain itu, diperkirakan ada lebih dari 260 juta pengguna mobile phone. Hal ini menggambarkan betapa semakin bertambahnya jumlah kelas menengah di Indonesia, yang diperkirakan pada 2013 angkanya mencapai 74 juta jiwa, untuk kemudian pada 2020 kelak semakin meningkat jadi 141 juta jiwa.
“Dampak dari outlook era digital yang menunjukkan perkembangan menggembirakan itu adalah turut terkereknya sektor e-commerce itu sendiri. Menurut data yang kami miliki, pada 2013 lalu, terdapat 4,6 juta orang di Indonesia yang melakukan pembelanjaan secara online. Sedangkan pada 2016 nanti, diperkirakan terjadi lonjakan hingga dua kali lipat yakni naik 89,1% atau menjadi 8,7 juta orang yang berbelanja melalui online. Dari trend seperti ini, sirkulasi keuangan yang terjadi melalui e-commerce ini juga akan mengalami kenaikan. Kalau pada 2013 lalu, nilainya mencapai 1,8 miliar dolar Amerika Serikat, maka pada 2016 mendatang ditaksir akan mencapai 4,49 miliar dolar Amerika Serikat,” tutur Rahim.
Rahim juga menandaskan, pada 2016 perusahaan akan melakukan investasi untuk mendukung ambisi perusahaan, melalui pengalokasian dana investasi sebesar lebih dari Rp 400 miliar yang akan didistribusikan Rp 55 miliar untuk pengembangan teknologi, dan lebih dari Rp 400 miliar untuk pengembangan infrastruktur.
Tak hanya komitmen terhadap bisnisnya pada 2016, JNE juga akan tetap terus melakukan kontribusi terhadap pemberdayaan masyarakat. Salah satunya melalui program yang diprakarsai JNE yaitu Pesanan Oleh-Oleh Nusantara (PESONA). Ini adalah layanan JNE bekerjasama dengan ratusan produsen makanan khas daerah. Pemesanan makanan khas dari seluruh Indonesia dilakukan secara online, dan didatangkan langsung dari daerah asal dengan kualitas serta harga yang sama.
Ada juga JESIKA atau Jemput ASI Seketika. Layanan ini terutama diperuntukkan bagi ibu-ibu menyusui yang memiliki aktivitas tinggi di luar rumah agar tetap dapat memberikan ASI kepada anaknya. Layanan ini ditangani oleh kurir wanita dengan kendaraan yang dilengkapi perlengkapan khusus.
Baru-baru ini, Majalah Marketeers memasukkan JNE sebagai salah satu dari 40 perusahaan yang siap menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Kesiapan ini, oleh JNE bahkan ditekadkan untuk membuahkan peluang. Karena akses pasar segera terbuka lebar, begitu juga dengan arus keluar masuk barang yang tentunya akan segera meningkat.
Selain mulai memperhitungkan kalkulasi bisnis dan peluang pada 2016 yang ditandai dengan era MEA, sudah tentu JNE pasti akan meningkatkan mutu layanan. Sejauh ini, seperti dikatakan Iwan Setiawan, layanan yang diberikan JNE sangat memuaskan. Tak hanya itu, filosofi pelayanan tersebut bahkan membuahkan slogan cemerlang, yaitu Connecting Happiness.
“Setelah banyak melakukan pertemuan dengan JNE, saya sampai pada kesimpulan bahwa perusahaan ini memang tampil beda dibandingkan dengan perusahaan logistic atau express lainnya. Dulu, maaf, kantornya dekil. Kini, kantornya keren dan penuh kehangatan. Manajemen JNE ternyata juga memiliki kepedulian terhadap spiritual. Mereka, kerapkali memberi santunan kepada anak-anak yatim dan dhuafa, serta menyelenggarakan acara spiritual lainnya. Jadi, perusahaan ini tidak sekadar mencari duit dan profit dibalik pengiriman barang, tapi ada ‘sesuatu’ dibalik pengiriman barang itu. There is something deep meaningful about pengiriman barang,” jelas nilai Iwan.
Dengan cerdas, Iwan menambahkan, pelanggan yang mengirim barang dan orang yang akan menerima barang, dalam bisnis jasa pengiriman ini akan sama-sama merasa deg-degan, khawatir. “Ibaratnya sama seperti ketika Ibunda Nabi Musa menghanyutkan bayinya di Sungai Nil yang arus airnya sangat deras. Ibu Nabi Musa begitu khawatir terhadap keselamatan bayinya yang sengaja dihanyutkan, dan untuk itu terus melakukan pemantauan agar sang bayi dapat selamat sampai ke tepian sungai. Nah, suasana deg-degan ini coba diantisipasi oleh JNE, sehingga pengiriman dan penerimaan barang dapat lancar. Inilah yang dikerjakan JNE yaitu melakukan Connecting Happiness. Antara yang mengirim dan menerima barang kiriman, akan sama-sama bahagia bila kirimannya sampai sesuai jadwal,” tutur Iwan disambut tepuk tangan meriah hadirin.
Sudah terbukti, JNE memang Connecting Happiness … !
o o o O o o o
(Foto #1: Para pembicara dalam acara Kompasiana Nangkring bersama JNE dalam rangka memeriahkan HUT ke-25 JNE. || Foto: Gapey Sandy)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI