Ada berapa motif Batik Etnik Tangsel yang sudah diproduksi?
Wah, banyak. Mungkin sudah ada seratusan motif Batik Tangsel yang saya buat. Belum lagi, motif Batik Benteng. Apalagi, unsur budaya yang saya masukkan itu selalu berubah-ubah atau berinovasi. Silakan saja, mana yang lebih disukai oleh masyarakat.
Apa Anda berharap segera dikeluarkan Perda atau Perwal untuk menetapkan ikon khas Tangsel yang berimbas ke motif Batik Etnik Tangsel?
Soal Perda yang belum memberi kepastian terkait ikon khas Kota Tangsel, saya pikir yang namanya budaya itu ‘kan terus berkembang dan berubah, tapi kita sedang membangun sehingga tidak harus kaku dengan musti begini-musti begitu. Yang penting ada sosialisasi juga dari Pemkotnya, jangan menutup sebelah mata. Misalnya, Pemkot melakukan sosialisasi tentang adanya batik yang coba mengangkat budaya Kota Tangsel. Mulai dari motif Blandongan, Bunga Anggrek, Kesenian Betawi seperti Ondel-ondel, dan masih banyak lagi. Nah, ini ‘kan kekayaan budaya kita semua. Tak hanya itu, kami inginnya para birokrat yang mengurus masalah seni budaya dan industri ini peduli dan terus berusaha mengembangkan Batik Tangsel.
Sebagai pengrajin batik etnik, apa yang paling Anda harapkan dari Pemkot Tangsel?
Saya menginginkan adanya bantuan dari Pemkot Tangsel untuk memberdayakan para pengrajin batik yang ada di kota ini. Hal ini saya pikir menjadi sesuatu yang paling penting, karena bukankah keberadaan para pengrajin batik itu adalah kekayaan atau asset Tangsel itu sendiri? Untuk hal ini saya belum puas dengan kinerja Pemkot Tangsel. Karena, meskipun batik sudah menjadi kebanggaan Indonesia dan diakui forum internasional, tetapi budaya membatik ini belum diprogramkan secara rutin alias masih musim-musiman saja. Padahal, kita para pengrajin batik ini juga berusaha seiring dengan perjalanan waktu dan lika-liku bisnis yang panjang.
Pemberdayaan pengrajin batik sebagai aset daerah, itu harapan utama Anda?
Ya, tapi harap diingat juga, membuat batik itu selalu ada ruh-nya. Artinya, para pengrajin batik itu membuat karya-karya batiknya berdasarkan ekspresi jiwa. Karena itu, saya berharap, apabila ada pelatihan membatik yang dilakukan kepada anak-anak muda, jangan mendatangkan instruktur yang bukan berasal dari kalangan pengrajin batik. Alasannya, membuat batik memerlukan ruh dan ekspresi penjiwaan yang khusus. Jangan sampai, teori membatik dikuasai oleh sang instruktur, tetapi penjiwaannya yang ditularkan kepada generasi muda tidak dapat tersampaikan. Malah ironisnya, kejadian yang sudah-sudah, kalau pun kami para pengrajin batik ini dilibatkan, hanya dijadikan sebagai anggota dewan juri untuk menyeleksi hasil pelatihan saja. Yang demikian justru bukan melatih kader pengrajin batik, melainkan justru seolah merusaknya.