Peran serta masyarakat ini merupakan amanat Pasal 17 UU No.40/1999 tentang Pers.
- Pasal 17 ayat (1) Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.
- Pasal 17 ayat (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa: (a). Memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan keleiruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers. (b). Menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional.
“Peran serta masyarakat, termasuk kalangan pendidikan seperti semua yang hadir dalam workshop ini, bahkan lebih jelas lagi disebutkan dalam UU No.32/2002 tentang Penyiaran,” ungkap Kamsul.
Seperti yang ditegaskan dalam UU Penyiaran khususnya:
- Pasal 52 ayat (1) Setiap Warga Negara Indonesia memiliki hak, kewajiban, dan tanggung-jawab dalam berperan serta mengembangkan penyelenggaraan penyiaran nasional.
- Pasal 52 ayat (2) Organisasi nirlaba, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, dan kalangan pendidikan dapat mengembangkan kegiatan literasi dan/atau pemantauan Lembaga Penyiaran.
- Pasal 52 ayat (3) Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mengajukan keberatan terhadap program dan/atau isi siaran yang merugikan.
“Kepada seluruh peserta workshop ini, yang merupakan Warga Negara Indonesia dan juga berasal dari Kalangan Pendidikan, maka sesuai aturan hukum tersebut, jelas memiliki dua hak dan kewajiban serta tanggung-jawab sekaligus, untuk memantau Lembaga Penyiaran,” tutur Kamsul.
Wartawan Asli atau Abal-abal?
Pada kesempatan yang sama, Kamsul Hasan juga menerangkan bagaimana cara melakukan pengaduan secara online dari masyarakat kepada Dewan Pers. “Klik saja situs dewanpers.or.id lalu pilih Pengaduan. Dalam Pengaduan ini ada Prosedur, Form Pengaduan yang harus diisi, Status Pengaduan, Laporan Pengaduan, dan Penyelesaian. Silakan dan jangan takut, masyarakat dapat memanfaatkan fasilitas pengaduan ke Dewan Pers ini,” pesan mantan Ketua PWI Cabang DKI Jakarta selama dua periode, sejak 2004 hingga 2014 ini.
Sebagai catatan, sepanjang Agustus 2015, menurut situs dewanpers.or.id, Dewan Pers berhasil menyelesaikan 13 pengaduan melalui mediasi-ajudikasi. Empat mediasi dilakukan di Pangkalpinang dan Bangka Belitung, sedangkan sembilan mediasi dilakukan di Surabaya, Jawa Timur. Dewan Pers juga sudah mengeluarkan tiga Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR).
Sementara itu, menjawab pertanyaan salah seorang peserta, Riana, tentang bagaimana mengetahui bahwa wartawan yang datang adalah benar-benar pekerja pers atau bukan, Kamsul Hasan menyebut dua hal yang bisa dilakukan.
Pertama, cek nama wartawan tersebut melalui situs dewanpers.or.id. “Cermati di sana, apakah nama yang bersangkutan termasuk wartawan yang sudah memiliki sertifikasi atau belum. Caranya? Buka situs Dewan Pers, dan klik Sertifikasi. Di situ, akan muncul nama-nama wartawan yang sudah tersertifikasi. Meskipun, bukan berarti wartawan yang tidak tercantum di daftar ini belum memiliki sertifikasi, karena proses input nama-nama wartawan tersebut kadangkala juga agak terlambat dilakukan oleh Dewan Pers. Tapi, tak bisa dipungkiri, jumlah wartawan yang sudah tersertifikasi memang jauh lebih sedikit kalau dibandingkan dengan wartawan yang belum tersertifikasi,” ujar pria kelahiran Kebon Sirih, Jakarta, 15 Maret 1960 ini.