“Pertama, meskipun pernah merasakan tinggal di luar negeri, dalam hal ini di Jerman dan sebelumnya di Singapura, serta travelling kemana-mana, saya tetap merasa Jakarta itu ada charm-nya tersendiri. Jakarta punya banyak potensi sebenarnya, masyarakatnya juga super kreatif, makanya saya optimis bisa dikembangkan menjadi lebih baik asal approach-nya tepat dan didukung masyarakatnya (bottom up), tidak bergantung top-down approach saja. Terlebih lagi, Jakarta itu terkenal sebagai market teknologi mobile phone dan social media yang paling besar dan berkembang di dunia. Jadi pendekatan teknologi itu penting sekali untuk memecahkan masalah perkotaan.
“Kedua, kalau saya bandingkan, seiring dengan isu climate change, sustainability, dan perkembangan IT, kota maju dan berkembang sudah tidak ada bedanya lagi. Semua sama-sama berada pada starting point yang sama untuk mencari city models (model perkotaan) yang paling tepat guna untuk kotanya masing-masing, dan biasanya pendekatannya kontekstual, yang artinya harus mengenal kotanya itu sendiri, tidak bisa asal copy satu model diulang di kota lain. Malah, kadang-kadang ada teknologi dengan pendekatan tradisional yang lebih sustainable. Dengan approach yang tepat, kita justru bisa merubah isu-isu urban yang tadinya dianggap sebagai ancaman (threats) menjadi opportunities”.
o o o O o o o
Baca tulisan sebelumnya:
Squee, Berbagi ‘Jalan Tikus’ di Social Media (1)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI