KEDUA, yang proyeknya kini tengah dikerjakan, yaitu moda MRT (Mass Rapid Transit) atau angkutan yang dapat mengangkut penumpang dalam jumlah besar secara cepat. Jenis yang dibangun oleh PT MRT Jakarta ini adalah Heavy Rail Transit yakni MRT berbasis rel. Taksirannya, MRT akan memberi kontribusi meningkatkan kapasitas transportasi publik dengan daya angkut 412 ribu per hari.
MRT yang didanai dari Pemerintah Pusat, Pemda DKI Jakarta, dan Pemerintah Jepang melalui JICA (Japan International Corporation Agency) ini, diyakini juga bakal memangkas waktu tempuh dan memacu mobilitas warga. Misalnya saja, rute MRT dari Lebak Bulus ke Bunderan Hotel Indonesia, yang hanya membutuhkan waktu 30 menit. Sedangkan dari Lebak Bulus ke Kampung Bandan, target waktu tempuhnya 52,5 menit. Dengan mobilitas warga yang terpacu, hasil akhirnya adalah kondisi perekonomian kota jadi makin menggeliat, berikut kualitas hidup warganya.
Keunggulan MRT yang akan dioperasikan mulai jam 05.00 pagi hingga tengah malam ini juga akan membawa dampak perbaikan pada tingkat polusi udara Jakarta. Karena, seperti dimuat situs jakartamrt.com, sebanyak 93.553 ton per tahun, atau 0,7% dari total emisi karbondioksida berbahaya akan berhasil dilenyapkan. Selain itu, MRT juga dapat mendorong restorasi tata ruang kota, dimana harapannya integrasi transit-urban sanggup mendorong pertumbuhan ekonomi pada area sekitar stasiun.
Segenap warga Jakarta tentu berharap MRT mewujudkan semua keunggulannya. Apalagi, kini warga sudah rela bermacet-macet ria akibat dampak pembangunan MRT yang ‘memakan’ sebagian lahan jalan raya.
KETIGA, Kereta Rel Listrik (KRL) commuter line yang terbukti terus meraih pengguna jasa dan efektif mengurangi kemacetan ibukota. Dioperasikan PT KAI Commuter Jabodetabek, untuk tahun ini misalnya, jadwal perjalanan ditingkatkan 115 perjalanan, menjadi 872 perjalanan KRL per hari. Untuk lintas Bogor ditambah 34 perjalanan menjadi 391 perjalanan, lintas Bekasi dari 126 menjadi 153 perjalanan, lintas Serpong – Parung – Maja dari 118 menjadi 148 perjalanan, dan lintas Tangerang dari 74 menjadi 88 perjalanan. Sedangkan target penumpang yang diangkut, sekitar 800 ribu orang per hari. Kelak, pada 2018, target penumpang diharapkan menjadi 1,2 juta orang per hari.
Bayangkan bila tidak ada KRL commuter line? Para penglaju dari kota-kota penyangga ibukota dipastikan akan tumplek blek memadati jalan-jalan raya dari berbagai arah, terutama pada jam-jam sibuk. Akibatnya, kemacetan semakin kronis dan sulit terurai. Ambil contoh misalnya, para penglaju dari Tangerang Selatan (dan Tangerang), Banten. Tanpa kehadiran KRL commuter line yang diakses antara lain melalui stasiun-stasiun seperti Rawa Buntu, Serpong, Pondok Ranji, dan Sudimara, maka dapat dipastikan jalan-jalan raya menuju Ciputat - Lebak Bulus – Pondok Indah – Kebayoran Lama – Radio Dalam – Blok A – Blok M – Senayan dan sekitarnya, akan sangat memadat, stuck! Karena akses ini memang umum menjadi rute tumpuan menuju tempat beraktivitas di Jakarta. Tak dapat dielakkan, mobilitas dan produktivitas warga menjadi terancam, perekonomian ibarat terbonsai alias tak mengalami pertumbuhan.
Hanya saja, pekerjaan rumah menanti PT KAI Commuter Jabodetabek, Pemda DKI dan pemda kota-kota penyangga sekitar, untuk bersama-sama memecahkan persoalan mengenai pintu perlintasan KRL agar tidak mengakibatkan dampak kemacetan (baru) lantaran terus bertambahnya jadwal perjalanan KRL. Membangun pintu perlintasan KRL sebidang, membangun jalan flyover, maupun underpass menjadi solusi alternatif dan keharusan. Harus! Karena, kalau sebelumnya pintu perlintasan menutup setiap 10 menit, maka dengan penambahan jadwal perjalanan ulang-alik KRL, durasi menutup lebih cepat lagi, menjadi setiap 3 hingga 5 menit. Efeknya? Antrian panjang kendaraan bermotor pada tiap-tiap titik pintu perlintasan.
KEEMPAT, selain MRT, yang juga tengah diselesaikan adalah pembangunan jalan layang non tol (JLNT), melintas dari Ciledug menuju Blok M dan berakhir di Jalan Kapten Tendean. Jalan sepanjang 9,4 kilometer dan lebar 9 meter ini merupakan proyek jalan layang bus TransJakarta koridor XIII. Menariknya, proyek senilai Rp 2,5 triliun ini akan terintegrasi dengan MRT, misalnya di halte Jalan Sisingamangaraja. JLNT dua arah ini, tentu saja sangat diharapkan mampu menuntaskan nestapa warga Ciledug yang sudah lama kenyang dengan kemacetan, apabila hendak menuju ke jantung ibukota. Begitu pula sebaliknya. Harapan lain, begitu JLNT ini selesai pada 2016, warga beralih menggunakan bus TransJakarta yang sudah terintegrasi MRT. Alhasil limpahan jumlah kendaraan dapat berkurang. Siiip, kaaan … ?