[caption id="attachment_408205" align="aligncenter" width="560" caption="Wiraland Golden Bridge. Jembatan penghubung Cinere (Depok) dengan Pondok Cabe (Tangsel) yang terinspirasi dari punggung naga dan tongkat naga. (Foto: Gapey Sandy)"][/caption]
Namanya, Diamond Ring Road yang bila dialihbahasakan menjadi Jalan Lingkar Berlian. Jalan ini menghubungkan dua wilayah di dua kota, yaitu Cinere (Kota Depok) dengan Pondok Cabe (Kota Tangerang Selatan). Diamond Ring Road melintas di tengah-tengah South City, sebuah kawasan properti baru yang dikembangkan oleh Wiraland Property Group.
Peresmian jalan penghubung antara Cinere – Pondok Cabe telah dilakukan pada Rabu, 18 Maret 2015 di South City. Pemotongan pita, pemukulan gong dan pelepasan rangkaian balon simbol peresmian jalan dilakukan secara bersama-sama dengan lebih dahulu menampilkan atraksi kesenian khas Betawi, yaitu ‘Palang Pintu’. Hadir dalam peresmian itu, Walikota Depok Nurmahmudi Ismail, Ketua DPRD Tangsel Moch. Ramlie, CEO Wiraland Property Gorup, Michael Wirawan, Chief Marketing Officer Wiraland Property Group Jeffry Yamin, Ketua Real Estate Indonesia Eddy Hussy, dan Kapolres Depok Kombes Pol Ahmad Subarkah.
Dalam jumpa pers, pihak pengembang menyatakan, ide dan pembangunan jalan penghubung ini dilakukan secara swadaya oleh Wiraland, dan diperuntukkan bagi masyarakat sekitar. Harapan terbesarnya, dapat mengurai kemacetan arus lalu-lintas yang kerap terjadi di sekitaran Cinere maupun Pondok Cabe.
[caption id="attachment_408206" align="aligncenter" width="560" caption="Spanduk pembukaan jalan penghubung Cinere dengan Pondok Cabe, dan informasi pembukaan Eat Republic terdapat di jalur masuk South City, seberang lapangan terbang Pondok Cabe, Pamulang, Tangsel. (Foto: Gapey Sandy)"]
[caption id="attachment_408207" align="aligncenter" width="560" caption="Rambu penunjuk arah menuju ke Cinere dan Sawangan dari jalur masuk seberang lapangan terbang Pondok Cabe. (Foto: Gapey Sandy)"]
* * *
Lokasi South City berada persis di seberang lapangan terbang Pondok Cabe. Untuk jalan masuk dari arah Jalan Pondok Cabe Raya, berada di sebelah pompa bensin Pertamina, sedangkan ujung keluarnya berada di Cinere, persisnya di kawasan Lereng Indah. South City dengan luas sekitar 58 hektar mengklaim, kehadirannya sebagai sebuah Kota Terpadu, yang menghubungkan tiga kawasan favorit di wilayah segitiga emas, yaitu (Lebak Bulus) Jakarta Selatan, (Cinere) Depok, dan (Pondok Cabe) Tangerang Selatan. Nantinya, akan dibangun apartemen, Home Office, Landed House, Shop House, dan pusat bisnis dan perkantoran.
Sekitar 700 meter di sisi kiri South City dari arah jalan masuk Pondok Cabe, bakal hadir Eat Republic, sebuah lokasi dengan motto food culture lifestyle yang merupakan pusat kuliner di Selatan Jakarta, dan konon bakal menyediakan 700 menu spesial dari seluruh Nusantara, Asia, dan modern. Ada foto pakar kuliner Bondan Winarno pada desain spanduk raksasa yang terpampang di seberang lapangan terbang Pondok Cabe. Spanduk tersebut antara lain menginformasikan, Eat Republic baru akan dibuka pada 23 April 2015.
Sedangkan di seberang Eat Republic, nampak spanduk besar tertancap di tanah bertuliskan ‘Saat ini sedang dibangun Pusat Studi Al Qur’an’. Ada satu mesin alat berat yang nampak parkir tak jauh dari spanduk besar tersebut. Ya, di lokasi ini memang bakal dibangun Kompleks Pusat Studi Al Qur’an (PSQ) atau Center for Quranic Studies.
[caption id="attachment_408208" align="aligncenter" width="560" caption="Bakal jadi Pusat Kuliner di Selatan Jakarta, Eat Republic. (Foto: Gapey Sandy) "]
[caption id="attachment_408209" align="aligncenter" width="560" caption="Spanduk yang menginformasikan sedang dibangunnya Pusat Studi Al Quran, terpasang di seberang Eat Republic. (Foto: Gapey Sandy)"]
Belum pasti, apakah Kompleks PSQ termasuk dalam kawasan property South City, atau hanya kebetulan lokasi pembangunannya berdampingan saja. Yang jelas, Zayadi, salah seorang staf PSQ---ketika dihubungi penulis via telepon---membenarkan, bahwa di lokasi tersebut memang akan dibangun PSQ. “Insya Allah, rencananya, secara fisik akan dibangun masing-masing empat lantai. Di lokasi Kompleks PSQ ini akan terdapat bangunan Masjid Baitul Qur’an, Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Studi Al Qur’an se-Indonesia, Pondok Pesantren, dan Asrama yang diperuntukkan bagi para pasca hafiz atau penghafal Al Qur’an. Disebut pasca hafiz, karena nantinya kami hanya akan menerima para santri yang sudah hafal 30 juz Al Qur’an, untuk kemudian belajar mendalami tafsir-tafsir ayat kitab suci Al Qur’an,” tuturnya sembari mempersilakan penulis bertandang ke kantor PSQ yang beralamat di Jalan Kertamukti, Ciputat.
Sementara itu, dalam situs Pusat Studi Al Qur’an, ditemukan paparan bermuatan sambutan Prof Dr Nasaruddin Umar MA selaku Wakil Menteri Agama RI, ketika melakukan pemancangan tiang pertama pembangunan PSQ. Acara yang dilaksanakan pada 10 Desember 2014 itu dihadiri Prof Dr M Quraish Shihab MA selaku Direktur PSQ, dan Walikota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany yang mengenakan busana dinas berpadu dengan jilbab kuning keemasan.
Dalam sambutannya, Prof Dr Nasaruddin Umar MA menuturkan, “Kita akan memancangkan sejarah Pusat Studi Al Qur’an. Kalau kita meihat company profile-nya, obsesi kita adalah akan menjadi Pusat Stud Al Qur’an yang obsesinya terbesar di Asia Tenggara, nanti akan kita merealisasikannya, dan insya Allah ke depan Indonesia akan menjadi pusat peradaban Islam seperti halnya negara-negara Islam di Timur Tengah,” urai Nasaruddin yang kelahiran Ujung-Bone, Sulawesi Selatan, 23 Juni 1959, sekaligus Wakil Direktur PSQ ini.
[caption id="attachment_408210" align="aligncenter" width="416" caption="Walikota Tangsel Airin Rachmi Diany ketika meresmikan pencanangan pembangunan tiang pertama Kompleks Pusat Studi Al Qur�an (PSQ), pada 10 Desember 2014 lalu. (Foto: Dok. PSQ)"]
* * *
Di South City, membentang sebuah jembatan yang diberi nama Wiraland Golden Bridge. Desain jembatan ini berkelok. Inspirasinya diambil dari seekor ular naga. Di tengah-tengah jembatan, atau sebagai pembatas jalan, terdapat tiang-tiang yang sengaja didirikan dengan ketinggian berbeda, mulai dari pendek, sedang, tinggi, lalu sedang, dan pendek lagi. Punggung naga, itulah inspirasi yang tercermin dari jajaran tiang-tiang tersebut. Tapi, tiang-tiang yang dicat berwarna keemasan itu juga memiliki makna tersendiri, yaitu serupa dengan tongkat naga.
Menurut sang arsitek jembatan, Hendra Wijaya, kelokan pada jembatan diambil dari filosofi punggung naga, dan tiang-tiang warna emas itu sebagai tongkat naga. Ini melambangkan kejayaan masa depan,” jelasnya.
Jembatan yang dilengkapi lampu penerang jalan berikut lampu sorot di kanan - kiri sepanjang tongkat naga dari ujung ke ujung ini, memiliki lebar 26 meter (satu row lebarnya 11 meter, dan sisanya untuk pemasangan separator jalan), panjang jembatan 40,6 meter, dan flyover sepanjang 130,6 meter. “Struktur jembatan dan flyover menggunakan autmen atau yang disebut sebagai pangkal jembatan dan kepala pilar, atau yang lazim disebut dalam ilmu konstruksi sebagai pier head. Sedangkan untuk rangka jembatan menggunakan balok ginder. Adapun lantai jembatan mempergunakan pelat beton bertulang. Sementara untuk finishing jembatan, menggunakan aspal,” ungkap Hendra lagi.
[caption id="attachment_408211" align="aligncenter" width="560" caption="Wiraland Golden Bridge. Jembatan penghubung Cinere - Pondok Cabe yang berkelok dengan terdapat tiang-tiang berwarna keemasan yang terinspirasi dari punggung naga dan tongkat naga. (Foto: Gapey Sandy)"]
[caption id="attachment_408212" align="aligncenter" width="560" caption="Tiang-tiang yang terinspirasi dari punggung dan tongkat naga berwarna keemasan. Nampak dari dekat. (Foto: Gapey Sandy)"]
[caption id="attachment_408213" align="aligncenter" width="560" caption="Menjadi lokasi favorit berolahraga, jogging dan bersepeda. (Foto: Gapey Sandy) "]
ADA RUMAH DI TEPI TEBING GALIAN
Para pelintas antarkota, dari arah Cinere, Depok menuju Pondok Cabe, Tangsel, selepas melewati Wiraland Golden Bridge dan bunderan, bila berbelok kanan akan menyusuri jalan Diamond Ring Road. Meski disebut Jalan Lingkar Berlian, tapi pemandangan di sisi kiri jalan tak seindah kilau berlian. Tengoklah pada sisi kiri agak mengarah ke atas. Perhatikan ceruk bekas galian tanah, yang menyisakan tebing tinggi nan curam. Cermati secara seksama lokasi ini. Akan nampak sebuah rumah yang berada nyaris di tepi tebing. Meski sudah dipasang pagar seng secara memanjang, tapi bagian atas rumah itu masih terlihat jelas.
Apa mau dikata. Pemandangan ini sungguh mengherankan sekaligus mengerikan. Ceruk tinggi dan dalam bekas galian, yang masih tanah merah, tentu memiliki risiko tinggi. Para pelintas yang menyaksikan pemandangan seperti ini, pasti akan berpikiran sama, khawatir tebing tanah merah dengan rumah di atasnya itu akan mengalami longsor. Semoga saja hal ini tidak terjadi. Sementara pihak pengembang pun diharapkan segera melakukan pembangunan pondasi tebing, turap, atau apalah istilah teknisnya, untuk menahan risiko longsoran tebing tanah merah. Sebelum terlaksana pembangunan penahan risiko longsoran tebing tanah merah itu, sudah sepatutnya bila pihak pengembang memberi papan peringatan agar jangan sampai ada warga yang melintas, persis di bawah tebing tanah tersebut. Selain itu, rambu peringatan rawan longsor, dan pagar batas pengaman bagi pelintas di sisi Diamond Ring Road pada titik lokasi ini, kiranya patut menjadi prioritas agenda kerja pihak pengembang. Bukankah semua ini demi keamanan dan kenyamanan bersama?
[caption id="attachment_408214" align="aligncenter" width="560" caption="Diamond Riang Road yang melintas di tengah South City, sebuah Kota Terpadu yang berlokasi di antara Cinere, Kota Depok dan Pondok Cabe, Kota Tangsel. (Foto: Gapey Sandy)"]
[caption id="attachment_408215" align="aligncenter" width="560" caption="Rumah di tepi tebing bekas galian, hanya berpagarkan seng. (Foto: Gapey Sandy)"]
[caption id="attachment_408216" align="aligncenter" width="560" caption="Rumah di Diamond Ring Road, persis di tepi tebing tanah merah, dengan pagar seng sebagai pembatasnya. (Foto: Gapey Sandy)"]
LARANGAN YANG DIABAIKAN
Meski sudah ditempelkan banyak sekali kertas HVS yang di-print dengan huruf kapital besar-besar bertuliskan: “DILARANG DUDUK & BERSANDAR DI PINGGIR JEMBATAN BERBAHAYA ..”, tapi kenyataannya larangan ini tak diindahkan. Sebagian warga asyik menikmati suasana di atas jembatan. Bergerombol duduk-duduk, selfie, bahkan bersandar dan menyaksikan aliran Sungai Pesanggrahan yang melintas di kolong jembatan.
Sebenarnya, larangan duduk dan bersandar di pinggir jembatan seperti yang ditempelkan pihak Koordinator Keamanan Wiraland Property Group, sudah tepat. Penulis sempat menepikan kendaraan, dan sengaja berdiri di pinggir pagar jembatan. Sungguh, pagar tembok jembatan dengan besi bundar di atasnya ini sangat rendah. Hanya setinggi dahi anak kecil, atau sebatas perut orang dewasa. Artinya, dari sisi keamanan, pagar jembatan ini sungguh berbahaya. Kiranya, dapat menjadi perhatian bagi pihak pengembang, untuk membuat lebih tinggi lagi pagar pada sisi kiri dan kanan jembatan. Usulan ini, lagi-lagi atas nama keamanan dan kenyamanan.
[caption id="attachment_408217" align="aligncenter" width="560" caption="Larangan duduk dan bersandar di pinggir jembatan. (Foto: Gapey Sandy)"]
[caption id="attachment_408218" align="aligncenter" width="560" caption="Rendahnya pagar pembatas di sisi kiri dan kanan jembatan sangat berbahaya bagi anak-anak tanpa pantauan orangtua. (Foto: Gapey Sandy)"]
[caption id="attachment_408219" align="aligncenter" width="560" caption="Larangan bagi pengendara kendaraan bermotor untuk berhenti di sepanjang jembatan. (Foto: Gapey Sandy)"]
Tak hanya larangan dalam bentuk print out di kertas HVS yang kemudian ditempel pada sepanjang pagar jembatan. Larangan tertulis lainnya juga ada. Kali ini khusus untuk kendaraan bermotor, karena terdapat simbol larangan berhenti (letter S yang dicoret). Terbuat dari spanduk ukuran sekira satu meter, tertulis: “DILARANG BERHENTI DI SEPANJANG JALAN JEMBATAN”. Pada praktiknya, larangan ini juga banyak diabaikan pengendara. Terutama pengendara sepeda motor yang justru sejenak meminggirkan kendaraan, untuk kemudian menyaksikan pemandangan sekitar. Sementara, di ujung atas jembatan yang mengarah ke pintu keluar Cinere, sejumlah anggota Patroli Keamanan Dalam (PKD) asyik bercengkerama antar mereka. Seorang di antara mereka mengatur arus lalu-lintas, yang sebenarnya Sabtu (4 April 2015) pagi itu lancar juga lengang.
Pada malam hari, suasana di atas jembatan ini lebih meriah lagi. Seperti yang disaksikan penulis ketika berkesempatan melintas jembatan pada Sabtu (4/4) malam kemarin. Banyak anak-anak muda bergerombol berkumpul di atas jembatan. Sejumlah motor mereka terparkir di sepanjang pinggir jembatan. Di antara mereka, terlihat beberapa anak perempuan, masih Anak Baru Gede (ABG). Parahnya lagi, ada sepasang laki dan perempuan yang terlihat tengah asyik duduk berhimpitan dan bermesraan tanpa peduli riuh-rendah suasana sekitar. Kondisi memprihatinkan demikian mirip dengan perilaku muda-mudi yang sempat menghebohkan di lajur flyover Ciputat, sekitar lima tahun lalu. Mereka asyik ‘bermesraan’ hingga akhirnya, orang-orang sempat mempelesetkan flyover Ciputat sebagai Jembatan Cinta.
[caption id="attachment_408220" align="aligncenter" width="560" caption="Wiraland Golden Bridge pada malam hari, bermandikan cahaya lampu penerang jalan. (Foto: Gapey Sandy)"]
[caption id="attachment_408222" align="aligncenter" width="560" caption="Suasana malam minggu di atas Wiraland Golden Bridge. (Foto: Gapey Sandy)"]
[caption id="attachment_408224" align="aligncenter" width="560" caption="Wiraland Golden Bridge pada malam hari menjadi tempat nongkrong dan berpotensi mengulang cerita tentang sebutan Jembatan Cinta seperti di flyover Ciputat, Tangsel. (Foto: Gapey Sandy)"]
ADA APA DI KOLONG JEMBATAN?
Larangan pihak pengembang agar pelintas tidak menghentikan kendaraannya di sepanjang jembatan, dan larangan duduk serta bersandar di jembatan patut diacungi jempol. Tapi sebenarnya, pemandangan seperti apa yang nampak di bawah jembatan? Sungai Pesanggrahan jelas terlihat paling mengemuka bila kita menyaksikan apa yang ada di kolong jembatan. Airnya yang coklat, jauh dari jernih. Sungainya cukup lebar dan alirannya sedikit meliuk. Ada perasaan ngeri menatapnya dari atas jembatan. Maklum pagar tembok dan besi bundar jembatan, tidak tinggi. Sehingga dada dan kepala orang dewasa dapat menjulur melewati batas pagar. Don’t try this at this bridge. Sebuah hal yang tidak patut dilakukan!
Di kiri-kanan sungai, terdapat rerimbunan tanaman menghijau. Rimbun sekali. Saking lebatnya dedaunan, pandangan dari atas yang mengarah ke sungai jadi terhalang. Persis di kolong jembatan, para pekerja nampak tengah membuat tanggul di bantaran sungai dengan bentuk berundak-undak. Menggunakan batu kali besar-besar, lengkap dengan jaring kawat alias bronjong kawat yang menyelimutinya.
Menurut riset online penulis, bronjong kawat memang lazim dipergunakan untuk mencegah erosi dari tanggul sungai, melindungi terjadinya gorong-gorong, melindungi tiang jembatan dari gerusan aliran arus air sungai, dan pelindung tanah longsor dengan menggunakan konstruksi dinding atau tembok penahan tanah dari batu (kali). Biasanya, bronjong kawat dijual dengan tiga spesifikasi. Meski sama-sama berukuran 200 x 100 x 50 cm, tetapi lubang anyaman berbeda-beda, mulai dari 18 x 20 cm, 15 x 17 cm, dan 8 x 10 cm. Dari atas jembatan, penulis tak dapat mengetahui secara pasti, ukuran lubang anyaman bronjong kawat yang dipasang para pekerja.
[caption id="attachment_408225" align="aligncenter" width="560" caption="Pemandangan di bawah jembatan, sisi kanan dari arah Cinere. (Foto: Gapey Sandy)"]
[caption id="attachment_408226" align="aligncenter" width="560" caption="Di bawah jembatan, sisi kanan dari arah Cinere. Tanah longsorkah, atau memang sengaja membuat saluran air, yang pasti Sungai Pesanggrahan rawan terkena dampaknya. (Foto: Gapey Sandy)"]
Pertanyaannya sekarang, apakah tanah merah yang dipenuhi rimbunnya daun-daun pepohonan di bantaran Sungai Pesanggrahan, persis di kolong jembatan penghubung Cinere – Pondok Cabe ini rawan longsor? Untuk menjawabnya, tentu butuh fakta dan data. Tapi, logika sederhananya begini. Sejalan pembangunan kawasan di tapal batas Cinere – Pondok Cabe ini, praktis membuat kondisi lahan menjadi semakin terbuka. Hal ini karena memang akan dimanfaatkan untuk membangun berbagai bangunan properti. Akibatnya, ketika hujan deras, air selalu menuju dataran rendah. Alirannya mencari jalannya sendiri, sehingga sampai ke arah Sungai Pesanggrahan, yang lokasinya dari lahan terbuka justru menjorok ke bawah. Bila aliran air dari atas lahan-lahan terbuka itu deras, bisa dibayangkan, halangan apa pun akan diterjang oleh air. Termasuk, tanah-tanah merah kawasan terbuka yang tanpa ‘pengikat’ akar pepohonan akan tergerus. Sedikit demi sedikit, hingga akhirnya menggerakkan tanah (terbuka) di atas bantaran sungai. Begitulah, alih-alih andaikata terjadi tanah longsor.
Semua pasti berharap, tanah longsor tidak akan pernah terjadi. Apalagi kalau sampai longsorannya menguruk secara lokal Sungai Pesanggrahan. Tapi, dari atas jembatan, penulis mendapati gambaran yang cukup mencengangkan. Seolah pernah terjadi tanah longsor pada sebagian wilayah yang berada di sisi atas bantaran sungai, sebelah kiri jembatan bila dari arah Pondok Cabe. Gambaran yang terlihat---seperti nampak dalam foto---, ada bagian rerimbunan daun yang ‘hilang’ dari garis atas bantaran sungai. Berganti dengan tanah merah melandai yang seperti menandakan sisa bekas aliran air menuju sungai. Apakah ini membuktikan tanah pada lahan terbuka sempat tergerus air, dan mengakibatkan longsor? Silakan cermati. Yang jelas, para pekerja nampak sibuk membuat undakan tanggul dengan batu kali dan bronjong kawat, persis di sebelah kiri lokasi tersebut.
[caption id="attachment_408228" align="aligncenter" width="560" caption="Pemandangan di kolong jembatan pada sisi kiri arah dari Cinere. (Foto: Gapey Sandy)"]
[caption id="attachment_408229" align="aligncenter" width="560" caption="Rumah warga dan pemandangan Wiraland Golden Bridge beserta kolong jembatannya, difoto dari arah Lereng Indah. (Foto: Gapey Sandy)"]
Di luar itu semua, tersiar kabar, bahwa jalan penghubung antara Cinere, Depok, dan Pondok Cabe, Tangsel, belum mengantongi izin analisis dampak lingkungan (Amdal) terkait lalu-lintas. Menurut Kasat Lantas Polresta Depok, Sri Suhartatik, pihak pengembang belum pernah melakukan koordinasi apa pun terkait pembangunan jalan penghubung tersebut. “Padahal, dengan adanya jalan penghubung ini dipastikan akan menambah beban kendaraan di ruas Jalan Cinere Raya, sehingga berpotensi membuat lajur ini semakin stagnan,” jelasnya yang mengaku kaget ketika diundang hadir pada acara peresmian jalan penghubung. “Kok tahu-tahu sudah diresmikan saja. Soalnya jalan ini pasti bikin beban Jalan Cinere Raya makin padat dan macet parah,” heran Tatik, sapaan akrabnya.
Menanggapi hal ini, Direktur Marketing Wiraland Property Group, Jeffry Yamin mengakui pihak belum memiliki izin Amdal terkait lalu-lintas. Tapi, kilahnya, izin itu masih dalam proses dengan terus berkoordinasi bersama pihak kepolisian.
Sejauh ini, permohonan wawancara penulis dengan pihak pengembang belum direspon balik. Yasmin, yang mengaku sebagai Sekretaris di Kantor Wiraland Propery Group, Pondok Cabe, sejak penulis menelepon---(Senin, 6 April 2015)---hingga naskah ini diunggah ke Kompasiana tak kunjung memberikan jawaban, kapan wawancara dapat dilakukan.
o o o O o o o
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H